Ajaib Miedema

Ilustrasi: Arif Utama.

Keajaiban yang bersemayam di dalam kepala Miedema termanifestasi lewat sepak bolanya.

Ketika berjalan di Mars menjadi mimpi yang paling sering dibicarakan manusia pada 1996, Tuhan menguduskan dan memberkati kaki Vivianne Miedema.

Sekitar 17 tahun sejak hari kelahirannya, Miedema memperlihatkan bahwa monster dan malaikat sama-sama bersemayam dalam tubuhnya. Di hadapan 1.108 penonton laga Timnas Perempuan Belanda melawan Portugal di Kualifikasi Piala Dunia 2015 yang berlangsung pada 2013, Miedema menggila dalam kemudaannya.

Itu merupakan laga kedua Miedema bersama Belanda. Enam belas menit setelah mencetak gol pada menit 78, ia membukukan dua gol lagi. Tahu-tahu ia mencetak hattrick pada laga keduanya bersama Belanda.

Belanda bukan negara yang memiliki tradisi sepak bola perempuan yang mumpuni. Mereka baru turut serta di putaran final Piala Eropa pada 2009. Gelaran tahun 2015 jadi yang pertama menjadi yang pertama jika bicara soal Piala Dunia Perempuan. Sayangnya, langkah Belanda di Kanada terhenti di babak 16 besar usai ditundukkan Jepang 1-2.


Pada Piala Dunia 2015, Belanda memang tidak tampil impresif. Pelatih Roger Reijners memilih untuk memainkan sepak bola defensif yang tidak sesuai dengan karakter timnya. Setelah Piala Dunia, Reijners didepak dan Arjan van der Laan ditunjuk. Sayangnya, Van der Laan ternyata tidak mampu membawa Oranje Vrouwen tampil lebih baik meski berhasil lolos ke Piala Eropa 2017.

Maka ketika sepak bola perempuan Belanda terancam tampil buruk di Piala Eropa, perlawanan pertama yang dilakukan adalah memecat Van der Laan dan mengangkat Sarina Wiegman. Keputusan ini ternyata jitu karena Wiegman berhasil membawa sepak bola perempuan Belanda ke level yang lebih tinggi. 

Ia menyadari bahwa anak-anak asuhnya mampu memainkan sepak bola ala Belanda yang mengandalkan kreativitas dan eksploitasi ruang. Dengan kultur sepak bola ini pula, Miedema mengeluarkan potensi terbaiknya bersama Belanda.

Piala Eropa Perempuan 2017 adalah panggung megah bagi Miedema. Ia berlari sekencang-kencangnya, mencari ruang segigih-gigihnya, ia bertanding sekuat-kuatnya. 

Ia tampil di seluruh pertandingan dan menjadi starter, lalu membukukan 4 gol. Jumlah tersebut hanya kalah 1 setrip dari torehan sang pencetak gol terbanyak, Jodie Taylor. Miedema bahkan mencetak dua gol di laga final melawan Denmark, satu di antaranya menjadi penentu kemenangan yang memastikan Belanda jadi kampiun Eropa.

Miedema adalah bocah ajaib. Keajaiban yang bersemayam di dalam kepalanya termanifestasi lewat pergerakan kedua kakinya di atas lapangan bola. Miedema terbiasa menyantap sepak bola sejak kanak. Ia hidup di dalam keluarga yang begitu menggilai sepak bola.

Saat Miedema memutuskan untuk merumput sejak usia 14 tahun, seisi rumah bersorak-sorai. Setahun setelahnya, Miedema mencicipi rasanya melakoni debut. Sembilan tahun setelah pertandingan pertama itu, ia masih tercatat sebagai pemain termuda yang turun arena di Eredivisie. 

Tiga tahun membela tim senior Heerenveen, Miedema hengkang ke Bayern Muenchen dan membantu Die Roten menjuarai Bundesliga untuk pertama kalinya sejak 1976. Setelah Bayern, Miedema diboyong Arsenal. Siapa sangka ini menjadi tapal batas baru bagi kehidupannya sebagai pesepak bola?

***

Sepak bola perempuan Inggris berbicara tentang kemenangan melawan carut-marut yang mendarah daging. Sepak bola mereka berawal dari Perang Dunia I. Pria-pria yang merupakan pesepak bola dan pekerja pabrik harus mengangkat senjata ke medan perang. Liga Inggris dan Piala FA dihentikan sejak edisi 1915 hingga 1919 karena klub-klub didorong untuk mengirim para pemainnya mengikuti wajib militer pada 1916. Untuk sementara, sepak bola terhenti.

Mirip dengan kisah Lazarus yang bangkit setelah dinyatakan mati dalam hitungan hari, sepak bola Inggris menemukan kembali napasnya karena kaki-kaki lincah dan tangguh para perempuan. 

Menggantikan para laki-laki sebagai pekerja pabrik, mereka menghabiskan jam-jam pulang kerja dengan menendang bola. Laga-laga riang yang muncul pada 1916 itu bertumbuh menjadi fenomena. Tim-tim sepak bola perempuan mulai menjamur di Inggris. Mereka bahkan menggelar turnamen untuk menggalang dana bantuan bagi tentara yang bertempur di medan perang.

Jika ada yang menghentikan tendangan-tendangan yang membuat tanah Inggris tak melulu dipekakkan dengan ratap tangis dan jerit kehilangan, itu adalah memuncaknya gerakan konservatif pada 1921. Para perempuan didesak untuk kembali ke rumah dan menjalankan peran mereka di dapur, persis seperti sebelum perang.

Namun, sepak bola perempuan Inggris tak mau didiamkan begitu saja. Mereka masih sempat menggelar laga amal dan mengumpulkan pundi-pundi poundsterling untuk mendukung aksi para pekerja tambang. Perlawanan yang ditopang oleh sepak bola perempuan ini membuat kaum konservatif kalang kabut. 

Untuk menghentikan gerakan ini mereka menarik sejumlah media yang juga berwatak konservatif untuk merilis berita-berita tendensius. Intinya cuma satu: Perempuan tak pantas bermain sepak bola, bahwa sepak bola bukan takdirnya perempuan.

Hari paling mengerikan bagi perempuan Inggris adalah 5 Desember 1921. FA menetapkan larangan terhadap sepak bola perempuan. Tim-tim sepak bola perempuan Inggris meresponsnya dengan membentuk Asosiasi Sepak Bola Perempuan Inggris. Mereka lahir sambil menenteng misi menjaga agar sepak bola perempuan Inggris tak punah dan meneruskan gerakan-gerakan amal dan kemanusiaan mereka.

Meski demikian, larangan FA semakin mempersempit ruang sepak bola perempuan di Inggris. Jika awalnya mereka bisa bertanding di stadion besar, kini mereka mesti menyingkir dan hidup di bawah tekanan. Atas desakan UEFA, FA akhirnya mencabut larangan tersebut pada 1971. Para perempuan kini bebas bersepak bola di Tanah Inggris. Akan tetapi, hidup di balik bayang-bayang dan anonimitas selama 50 tahun membuat sepak bola perempuan Inggris berjalan begitu lambat.

Lahir pada 1987, Arsenal Ladies bertumbuh menjadi tim sepak bola perempuan tersukses di Inggris. Meski baru merengkuh status profesional pada 2002, hingga kini Arsenal Ladies telah 40 kali mengangkat trofi, termasuk 15 trofi Women Super League (WSL) dan 1 trofi Liga Champions.

Miedema selalu dikenal sebagai penyerang mematikan. Meski didapuk sebagai pemain nomor 9, ia tidak pernah turun arena dengan bermanja-manja mengharapkan servis dan kiriman bola dari kawan-kawannya di kotak penalti. Konon keunggulan terbaik Miedema bukan mencetak gol, tetapi mencari ruang secerdik mungkin agar dapat mencetak gol dengan cara paling sederhana.

Sepak bola ala Belanda bicara tentang pengagungan terhadap dogma Johan Cruyff yang menyebut bahwa bermain sepak bola itu sederhana. Yang sulit adalah bermain sepak bola dengan sederhana. Untuk memainkan sepak bola dengan cara sederhana--tetapi efektif--seorang pesepak bola mesti memiliki intelejensi tinggi. 

Kepintaran itu membuat Miedema terlihat mudah untuk mencetak gol. Bermodalkan kecepatan tinggi dan kontrol bola yang ajek, Miedema dapat dengan leluasa menggiring bola atau menarik diri lebih ke belakang demi membuka ruang bagi teman-temannya. Modal itu memampukannya menjadi pencetak gol kedua terbanyak WSL 2020/21 dengan 18 gol. Tentu itu belum ditambah dengan 5 assist yang dibuatnya.

Ketika mencetak gol ke gawang Everton pada 2017, Miedema memperlihatkan bahwa sepak bola adalah gambaran bagaimana orang-orang Belanda bertahan hidup di tengah impitan. Negeri ini bukan tempat dengan daratan yang luas. Sekitar separuh tanahnya berada di bawah permukaan laut, sedangkan sisanya kelewat sempit untuk dijejali penduduk Belanda yang memang padat. 

Dari situ, Belanda giat mengatur persoalan ruang dan tanah dengan disiplin, termasuk lewat reklamasi. Jika salah perhitungan atau serampangan mengatur ruang, bangsa ini bisa habis.

Pengaturan ketat itu membuat Belanda jadi negara yang rapi. Wilayahnya sempit, tetapi terasa lapang dan tetap layak dihuni. Prinsip ini diadaptasi di atas lapangan bola. Lewat total football yang masyhur itu, Belanda berkata bahwa mereka tak mau tunduk di hadapan takdir dan melawan setiap impitan yang datang.

Dalam proses gol tersebut, Miedema menerima umpan dari Van de Donk dan menghadapi adangan tiga pemain sekaligus. Menurut perhitungan Miedema, ia hanya memiliki 50% peluang untuk mencetak gol jika langsung melepas tembakan. 

Kemungkinan yang hanya separuh itu sudah cukup bagi Miedema. Meski kondisi lapangan tak bagus dan cuaca sedang terik-teriknya, Miedema berhasil memanfaatkan celah yang begitu sempit untuk melepas tendangan melambung dengan kaki kiri ke pojok kanan gawang Everton. Manuver itu bukan respons panik Miedema karena mendapat tekanan lawan, tetapi tendangan eksploitatif atas ruang yang lahir dari pemahaman geometri mendalam.

Ketika berlaga melawan Liverpool pada 2019, Miedema membukukan gol setelah mengontrol bola dengan sempurna di ujung kotak penalti. Kontrol bola itu adalah senjatanya untuk mengelabui dan memecah tekanan tiga penggawa Liverpool. Kata Miedema kepada The Athletic, gol itu bicara tentang sentuhan pertama. Atribut itulah yang dipakainya sebagai dasar untuk menentukan apakah ia bisa mengontrol bola hingga mencapai titik jangkauan untuk melepas tembakan ke arah gawang.

Kaki tidak menjadi satu-satunya kekuatan yang membuat Miedema dikenal sebagai penyerang mematikan. Sundulan Miedema pun sama akuratnya dengan tendangan kaki kanan dan kirinya. Misalnya adalah apa yang dibuatnya di Piala Eropa 2017 saat melawan Inggris. Ia mencetak gol sundulan dengan menarik kepala sejauh mungkin dulu sehingga tembakannya jauh lebih kencang.

Kecerdasan, skil, kecepatan, dan kepercayaan diri seperti itu menjadikan Miedema sebagai pemain paling dingin yang pernah ada. Tak heran pula jika ia bisa terlibat dalam 10 gol ketika Arsenal membabat Bristol City 11-1.


Miedema adalah pemain dengan karakter unik. Ia adalah gabungan dari pemain nomor 9 dan 10: Dikerahkan sebagai pemain nomor 9, tetapi sering bertindak sebagai pemain nomor 10. Miedema juga dapat bermain sebagai inside forward yang mematikan jika ditempatkan di sisi kiri karena kaki terkuatnya adalah kanan. 

Inside forward bertugas untuk memanfaatkan ruang yang melebar dan membawa bola kembali ke dalam, baik untuk menembak atau mengopernya ke pelari yang melakukan overlap. Sederhananya, inside forward adalah penyerang sayap bertipe inverted yang berwatak lebih ofensif.

Miedema tidak merayakan gol dengan meriah. Begitu gawang lawan terkoyak, yang ia lakukan hanya menyambut pelukan teman-temannya. Reaksi paling hebat adalah tersenyum. Itu pun hanya tiga empat detik. 

Setelahnya, tak peduli baru saja mencetak 1 atau 6 gol di satu pertandingan, mencetak rekor 59 gol sebagai yang terbanyak di WSL, hingga rekor 8 gol di satu turnamen Olimpiade, Miedema kembali mengerutkan dahi dan mencari cara agar bola menjinak di atas kakinya.