Akhirnya Kalah

Foto: FC St. Pauli

St. Pauli menelan kekalahan perdananya sepanjang 2023 akhir pekan lalu. Mereka dikejutkan oleh permainan sang tamu, dikejutkan oleh lawan yang mampu membaca permainan mereka dengan baik.

Sejak belum sampai ke stadion, Hamburg sudah terasa janggal siang itu. Kereta dalam kota yang ingin saya tumpangi datang terlambat (seharusnya datang tiap lima menit, tapi ini hampir dua kali lipat lebih lama).

Telatnya kereta membuat suasana menjadi begitu penuh. Saya tak mengekspektasikan ini karena biasanya Minggu adalah hari paling lowong di Hamburg, terlepas HSV atau St. Pauli tengah bermain. Cuaca siang itu juga biasa-biasa saja–matahari tak nampak, suhu agak dingin.

Namun, keterlambatan kereta terlanjur membuat orang-orang yang ingin datang ke stadion bercampur aduk dengan orang-orang yang ingin beraktivitas di luar rumah. Di beberapa stasiun, orang-orang tak bisa masuk ke dalam kereta saking penuhnya.

Bahkan ini melebihi laga derbi, yang kala itu berlangsung pada hari Jumat plus di jam pulang kerja. Jika itu Jakarta, nerakalah yang muncul. Namun, saat itu, penuhnya kereta masih masuk akal. Saya tidak pernah merasakan kereta sepenuh minggu ini.

Millerntor kemudian memang penuh. 29.564 orang datang, mengisi tribune-tribune stadion. Buat sebagian besar dari mereka, tentu sebagian kecilnya adalah pendukung tim tamu, asa membuncah untuk melihat kemenangan beruntun ke-11 St. Pauli.

Kemenangan itu tak hanya akan berarti tiga poin, tapi juga berarti jarak ke zona promosi tinggal empat poin saja. Belum lagi di malam sebelumnya, HSV, rival terdekat secara jarak dan papan klasemen, baru saja keok dari Kaiserslautern. Kemenangan akan menyempurnakan pekan orang-orang yang datang ke Millerntor.

Akan tetapi, hasil yang ada kemudian tak sesuai asa. Buat para pendukung St. Pauli, pekan ini harus ditutup dengan hasil buruk. Buat saya pribadi, ini adalah penutup yang amat lengkap dari rentetan keburukan-keburukan yang mewarnai enam hari sebelumnya.

Siang itu, St. Pauli keok 1-2 dari Eintracht Braunschweig. Kekalahan pertama mereka pada 2023, kekalahan pertama di kandang, kekalahan yang memutus rekor kemenangan mereka yang sebelumnya sudah menyentuh 10. Kekalahan yang membanting St. Pauli kembali menginjak tanah.

***

Sepak bola memang tak mengenal istilah di atas kertas. Mudah menyebut bahwa tim a lebih kuat dari tim b, tim a lebih diunggulkan dari tim b, dst., dst. Namun, di atas lapangan apa pun bisa terjadi.

Jika berbicara di atas kertas, St. Pauli jelas lebih diunggulkan atas Braunschweig. Selain karena rentetan kemenangan yang mereka punya, St. Pauli juga unggul dengan jarak yang jauh di papan klasemen (St. Pauli di posisi empat dan Braunschweig 15, sebelum laga). Belum lagi jika berbicara skuad dan pengalaman, mengingat Braunschweig hanya bermain di divisi tiga musim lalu.

Di Millerntor siang itu, Braunschweig sudah unggul ketika laga baru berjalan 42 detik. Serangan direct mereka yang cepat tak mampu dihalau anak-anak asuh Fabian Hürzeler. Jika melihat ulang gol tersebut, yang menarik adalah bagaimana keberanian Braunschweig untuk berlari ke depan secara kolektif dan kemudian berani berduel untuk memenangkan bola kedua. Perlu dicatat juga bahwa mereka memulai serangan dari sisi kanan dan kemudian menyelesaikannya di sisi kiri.

Pauli memang merespons cepat gol itu. Jackson Irvine cs. Langsung keluar menyerang, mendominasi penguasaan bola, dan mendapatkan beberapa peluang selepas kebobolan. Namun, yang mereka dapat justru bukan gol ke gawang lawan, tapi justru gol dari lawan ke gawang sendiri.

Braunschweig lagi-lagi menunjukkan bagaimana mereka bisa dengan cerdik membaca permainan Pauli. Gol kedua lahir dari keberhasilan mereka melepaskan diri dari pressing dan kemudian, kembali, melancarkan serangan direct cepat. Sisi kanan Pauli, sekali lagi, jadi bulan-bulanan di gol kedua itu.

Pujian juga untuk Michael Schiele, pelatih Braunschweig, yang memilih menggunakan pola 4-2-3-1 pada laga itu. Selepas laga, ia bilang pola itu memang dipilih agar timnya lebih baik dalam menyerang. Dan benar, bagaimana pemain Braunschweig mampu menyerang dengan memaksimalkan kecepatan mereka, berani berduel, dan pintar dalam memenangkan bola kedua, benar-benar menyulitkan Pauli.

Tuan rumah sendiri merespons dengan mengganti pola 2 kali selepas kebobolan dua gol. Pertama menjadi 4-3-3 dan kemudian menjadi 4-4-2 di babak kedua. Dan dengan pergantian itu, permainan tim memang berkembang menjadi jauh lebih ofensif.

Sepanjang babak kedua, Pauli melepaskan total sembilan tembakan di mana empat di antaranya tepat sasaran. Namun, hanya satu yang kemudian menjadi gol. Itu pun dicetak oleh pemain belakang, Jakov Medic, yang tiba-tiba merangsek naik ke depan. Secara total, angka expected goals (xG) Pauli di laga itu menyentuh angka 1,49. Ada satu gol dianulir karena offside, dan satu peluang dapat penalti yang kemudian digagalkan VAR.

Selepas laga, Fabian mengaku terkesan dengan penampilan anak asuhnya di babak kedua, terutama ketika pasukannya memegang kendali bola. Hanya saja hasil akhir memang tak berpihak pada mereka. Saya lantas bertanya apakah ada pertimbangan untuk mengganti pola ke empat bek, seperti yang dimainkan pasukannya di babak dua, tapi Fabian berkata perubahan bukan sesuatu yang ia pikirkan.

***

Jika saja Pauli meraih kemenangan siang itu, mereka akan memberikan tekanan tinggi kepada HSV yang, kebetulan, juga keok pada akhir pekan yang sama. Kedua tim akan bertemu pada Derbi Hamburg, Jumat (21/4) besok. Laga yang dipastikan akan panas. Bukan saja soal perseteruan dua tim sekota, tapi juga mengingat kedua tim masih berada di jalur yang benar untuk meraih tiket promosi.

Namun, seperti yang dikatakan oleh Irvine seusai laga, Pauli tak bisa hanya fokus pada satu laga saja. Sebab, ketika laga itu berakhir, laga-laga berikutnya masih menanti. Musim masih panjang, kata Irvine, dan apa pun masih bisa terjadi. Seperti kekalahan usai rentetan kemenangan panjang ini.