Alan Shearer, Harry Kane, dan Rekor yang Belum Terpecahkan

Foto: Instagram @alanshearer.

Dari musim ke musim, perbincangan soal apakah Harry Kane bisa menyamai, atau bahkan melampaui, rekor gol Alan Shearer terus bergaung. Shearer sendiri meyakini bahwa rekor tersebut cepat atau lambat memang bakal pecah.

Di usia yang sudah 50 tahun, Alan Shearer cuma bisa berdiam diri melihat Harry Kane beraksi. Rambutnya semakin habis. Tubuhnya tak sebugar dahulu lagi. Kane, di sisi lain, masih berusia 27 tahun dan hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Kane tampil di St. James’ Park melawan Newcastle United pada Minggu (4/4/2021) waktu setempat. Di tempat yang begitu identik dengan Shearer itu, tanpa sopan santun pemain Tottenham Hotspur tersebut bikin dua gol sekaligus.

Gol-gol tersebut tak cuma membawa timnya mencuri satu poin, tetapi juga kian mendekatkan Kane dengan rekor Shearer sebagai pencetak gol terbanyak Premier League sepanjang masa. Dengan 162 gol, Kane “hanya” butuh 98 gol lagi untuk menyamai catatan 260 gol legenda Inggris itu.

Tentulah bukan gap yang ringkas. Namun, Shearer amat yakin Kane bisa melampauinya. “Dia punya peluang bagus untuk melakukannya,” tutur Shearer kepada The Athletic.

Sudah berkali-kali media bertanya perkara serupa. Mau bagaimana lagi, Shearer sudah pensiun pada 2006 dan sejak saat itu torehannya semakin hari semakin terancam. Pada tiap pertanyaan, ia hanya selalu menjawab bahwa momen itu pasti datang cepat atau lambat.

Keyakinan serupa juga pernah terlontar dari mulut eks manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson. Ia bahkan merasa bahwa Kane banyak mengingatkannya pada sosok Shearer ketika masih aktif bermain. Ia bilang, dua penyerang tajam ini memang punya banyak kesamaan.

Benarkah demikian?

***

Sementara rekor golnya bertahan selama bertahun-tahun, caranya mencuri perhatian terjadi dalam satu pertandingan saja. Usia Shearer masih 17 tahun kala lulus dari akademi Newcastle dan bergabung dengan Southampton. Pada laga debut penuhnya, ia langsung mencetak hattrick ke gawang Arsenal.

Saat itu 9 April 1988. Belum pernah sekalipun pemain berusia 17 tahun 240 hari atau lebih muda mencetak trigol dalam satu laga. Pemain termuda yang pernah melakukannya adalah Jimmy Greaves, tetapi ia sudah berusia 20 tahun lebih. Itu pun sudah puluhan tahun berlalu.

Maka, yang Shearer catatkan adalah rekor. Sebuah cara yang fantastis untuk membuat namanya sukar dilupakan.

Empat tahun berselang, rekor kembali tercipta, tetapi kali ini dengan cara yang jauh lebih menggemparkan. Shearer kabarnya menolak tawaran Manchester United demi bergabung dengan Blackburn Rovers. Biaya transfernya mencapai 3,6 juta pounds, rekor tertinggi pada masanya.

Blackburn tengah dalam masa revolusi. Dengan segudang uang milik pengusaha industri baja bernama Jack Walker, mereka coba mendatangkan banyak bintang. Tujuan mereka satu: Menjadi yang terbaik di Inggris dan Shearer termasuk dalam rencana ini.

“Saat itu, aku bersama istriku yang hamil tujuh bulan bertemu dengan Kenny Dalglish yang menjabat sebagai manajer di Blackburn dan Ray Harford selaku pelatih kepala mereka di Thistle Hotel, Haydock,” kenang Shearer.

Musim pertama tak berlangsung mulus karena badai cedera. Shearer, walau begitu, masih sanggup mencetak 16 gol dalam 21 laga. Musim berikutnya, catatannya meningkat hingga 31 gol. Ia juga mampu membawa Blackburn finis sebagai runner-up di bawah United.

Namun, musim 1994/95 jauh lebih mengesankan lagi. Kedatangan Chris Sutton jadi salah satu penyebabnya. Bersama Shearer, keduanya saling melengkapi dengan sempurna. Shearer akhirnnya bikin 34 gol dan jadi topskorer, sedangkan Blackburn kali ini menggondol trofi juara.

Jika Dalglish menganggap capaian itu sebagai kisah Cinderella yang cuma bisa sekali terjadi, Shearer lebih suka menyebutnya sebagai jawaban atas kerja ekstra keras. Walau begitu, sekeras apapun daya dan upaya Shearer pada musim-musim berikutnya, gelar serupa tak pernah ia raih lagi.

Bagaimanapun, nama Shearer sudah harum sebagai salah satu penyerang terbaik di dunia. Tak heran jika tawaran dari klub-klub top Eropa kembali berdatangan. Kali ini, lagi-lagi, United bersama Ferguson yang coba mengetuk pintu.

Ada sejumlah hal yang akhirnya bikin kesepakatan tersebut tak pernah terjadi. Pertama, pemilik Blackburn enggan menjual Shearer ke tim mana pun yang dia anggap saingan. Kedua, ada Newcastle United yang juga datang memberikan penawaran.

Ketika Shearer berkata bahwa Newcastle adalah tim impiannya, itu sama sekali bukan bualan. Ia tak sama seperti ucapan blablabla pesepakbola masa kini tiap pindah ke klub mana pun. Shearer kecil, yang memang lahir di Newcastle, hidup dan mengenal sepak bola sebagai penggemar The Magpies.

Pahlawan masa kecilnya adalah Kevin Keegan, eks pemain Newcastle yang kala itu sudah bertugas sebagai manajer tim. Perpindahan pun terjadi. Shearer bergabung dengan Newcastle dengan biaya transfer 15 juta pounds. Lagi-lagi, ini rekor.

Jika kemudian capaiannya seperti mentok, kita cukup mengingat bahwa keputusan Shearer memang cuma berdasar urusan sentimental. Di Newcastle, selain tak meraih gelar, Shearer lebih sering berhadapan dengan masalah, termasuk kala cekcok dengan Ruud Guulit pada 1999/00.

Namun, dua yang pasti: Shearer tetap menjadi penyerang mematikan dan tak sekalipun ia merasakan penyesalan. Shearer pensiun di Newcastle pada 2006. Waktu itu usianya 36 tahun. Jika ditotal dengan klub-klub sebelumnya, Shearer mencetak 260 gol dalam 440 laga Premier League.

“Saya pulang ke rumah dan tinggal di sana selama sepuluh tahun. Saya bermain untuk klub yang selalu saya dukung sejak kecil, dan menjalani waktu terbaik dalam hidup saya. Ini impian bagi setiap bocah di mana pun,” ujar Shearer.

***

Ketika Harry Kane mencetak 25 gol di Premier League 2015–16, ia jadi pemain Inggris pertama yang melakukannya sejak Shearer. Itu kali pertama namanya disandingkan dengan penyerang legendaris tersebut. Siapa sangka, hingga hari ini hal serupa terus-menerus terjadi.

Ia pernah mencatatkan rasio gol dalam satu tahun kalender lebih baik dari Shearer. Ia juga sempat mencetak 30 gol di Premier League, pertama sejak Shearer. Begitu catatan golnya menyentuh angka 162, orang-orang meyakini bahwa Kane jugalah yang bisa menyamai atau melebihi raihan Shearer.

Buat Kane sendiri, Shearer adalah idola. Ia bahkan punya impian untuk melewati catatan golnya, meskipun selalu berkata, ”Gol tersebut diraih dari musim demi musim. Saya tidak suka untuk membayangkan jauh ke depan karena kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi.”

Faktor utama yang paling bisa jadi penentu tentu saja adalah waktu yang Kane saat ini miliki. Karena Shearer pensiun pada usia 36 tahun, itu berarti Kane punya waktu setidaknya sembilan tahun lagi untuk menyamai atau bahkan melewati catatan tersebut.

Kemungkinannya sangat besar mengingat rasio gol Kane yang begitu tinggi. Sementara Shearer mencetak rata-rata 0,59 gol per laga sepanjang kariernya (440 pertandingan), Kane yang baru menjalani 238 pertandingan punya rasio 0,68 gol per laga.

Jika pemain Tottenham itu bisa menjaga rasio golnya, Kane bakal menyamai rekor Shearer dalam 147 pertandingan lagi, atau sekitar musim 2024/25. Kane baru akan berusia 30-an awal pada masa itu, yang berarti catatannya sangat mungkin bisa bertambah jauh lebih banyak.

Yang mungkin bisa jadi faktor berikutnya adalah gaya main. Sebagai penyerang nomor sembilan klasik, Shearer cenderung fisikal. Ia amat memanfaatkan kekuatan tubuh dan kecepatan larinya. Kemampuan bola atasnya juga tingkat satu karena 49 dari total golnya berasal dari sundulan.

Namun, gaya main itu berdampak cukup buruk buat tubuhnya. Semasa aktif bermain, cukup sering Shearer mengalami cedera, bahkan pada awal kariernya. Gaya mainnya sampai harus berubah ketika Bobby Robson masuk sebagai pelatih Newcastle. Ia tak eksplosif dan sedinamis dahulu.

Barangkali itulah yang bikin catatan Shearer pada usia 27-an ke atas tak sebaik pada masa awal kariernya. Setelah menjadi topskorer tiga kali beruntun pada 1994–97, Shearer tak pernah lagi mencapainya, meski jika dihitung secara keseluruhan torehannya terbilang stabil.

Kane berbeda. Tubuhnya memang besar, bahkan lebih besar ketimbang Shearer. Namun, Kane jauh lebih dinamis. Ia terbiasa bergerak dari lini kedua. Tak jarang pula ia melebar untuk membuka ruang. Selain itu, ia sering terlibat manakala timnya membangun serangan.

Dengan gaya demikian, Kane tak terlalu bergantung pada pemain lain untuk mencetak gol. Ia juga lebih memanfaatkan ruang ketimbang mengandalkan fisik. Inilah yang jadi alasan mengapa gol Kane tak melulu datang dari dalam kotak. Ini juga alasan yang bikin Kane juga rajin mencetak assist.

Namun, seperti Shearer, hal yang mungkin bisa menghambat Kane adalah cedera. Di sisi lain, para pemain di Premier League cenderung menurun ketika memasuki usia 30-an. Simak bagaimana kisah seorang Wayne Rooney atau Sergio Aguero: Semuanya meredup seiring dengan merambatnya usia.

Kuncinya ada pada Kane itu sendiri. Jika Kane mampu mengatasinya, bukan tidak mungkin ia benar-benar akan menyamai atau bahkan melampaui Shearer. Satu yang rasanya jadi tantangan berat Kane untuk menyamai idolanya tersebut: Gelar juara, terutama jika ia terus bermain untuk Tottenham. So?