Angel Di Maria, si Sidekick Mulia

Foto: PSG.FR

Siapa pula pemain yang pernah melayani superstar macam Messi, Ronaldo, Ibrahimovic, Neymar, hingga Mbappe dengan sempurna kalau bukan Di Maria?

El Fideo, begitu julukan orang-orang untuk Angel Di Maria. Tubuhnya begitu kerempeng, mirip mi. Posturnya yang kurang meyakinkan itu kerap melahirkan cibiran. Namun, kita tahu bahwa Di Maria berhasil membuktikan kemampuannya sebagai estupendo fideo.

****

Di Maria tidak lahir dari keluarga kaya. Ayahnya, Miguel, cuma seorang pekerja batu bara rumahan di Pedriel. Pekarangan belakang menjadi tempatnya bekerja. Tak jarang Di Maria dan adiknya berperan sebagai karyawan kecil. Mereka membantu mengangkat arang ketika truk pengangkut datang.

Di Maria tak keberatan melakukan pekerjaan semacam itu. Justru dia menganggapnya sebagai permainan. Buat bocah hiperaktif sepertinya, diizinkan berguling saja sudah cukup menyenangkan meskipun terkadang orang tuanya beberapa kali dipusingkan dengan tabiatnya itu.

Ada satu waktu saat Di Maria berlari ke tengah jalan saat gerbang rumahnya terbuka. Untung saja ibunya, Diana, keburu menariknya sebelum tertabrak mobil. Sampai seorang dokter menyarankannya untuk bermain sepak bola demi menyalurkan tingkah hiperaktif-nya. Mulai dari sini, Di Maria menemukan alur hidupnya: Menjadi pesepak bola.

Klimaksnya tercipta saat pelatih tim junior Rosario Central mengajaknya bergabung. Yang jadi soal, jarak dari Pedriel ke Rasario nyaris 10 kilometer. Keluarganya tak punya alat transportasi memadai untuk mengakomodasi Di Maria nanti.

Dari situlah Graciela muncul sebagai penyelamat. Ia adalah sepeda tua yang kemudian digunakan Diana buat mengantar Di Maria berlatih di Central. Makin heroik karena dia juga membawa adik perempuan Di Maria dalam perjalanannya. Bolak-balik sejauh hampir 20 kilometer.

Foto: Instagram @angeldimariajm

Perjuangan itu terbayar lunas. Di Maria berhasil menembus skuat utama Rosario di musim 2005/06. Bersama Sergio Aguero, dia juga sukses mengantar Argentina U-20 juara Piala Dunia 2017.

Berbagai tawaran mendatangi Di Maria tak lama setelahnya, dari Boca Juniors sampai Arsenal. Namun, Benfica yang kemudian dia pilih sebelum akhirnya hijrah ke Real Madrid di musim panas 2010.

****

Masa lalunya mengajarkan bahwa manusia tak bisa berdiri sendirian. Ada hal yang sama pentingnya dengan tujuan, ialah pengorbanan.

Itulah mengapa Di Maria mampu mengejawantahkan instruksi Jose Mourinho dengan sempurna di Madrid. Tak hanya mencetaknya sebagai penyaji peluang ulung, The Special One juga mengubahnya dari posisi sayap kiri ke sebaliknya.

Secara teknis, niatan Mourinho ini masuk akal. Posisi terbalik memudahkan Di Maria menjadi inverted winger: Merangsek ke jantung pertahanan lawan sekaligus memproduksi gol lewat kaki terkuatnya.

Sebagai pemain sayap, Di Maria punya kecepatan serta akurasi umpan di atas rata-rata. Sementara pergerakan vertikalnya membantu timnya menembus pertahanan lawan, baik melalui umpan kunci atau aksi dribelnya yang mumpuni. Dengan atau tanpa bola, Di Maria sama berbahayanya. Dia piawai menemukan ruang di tengah dan sisi tepi. 

Di Maria berkembang pesat di tangan Mourinho. Itu tertuang lewat 18 gol dan 32 assist yang dibuatnya dari La Liga musim 2010/11 sampai 2012/13.

Akan tetapi, masa depan Di Maria perlahan membias seiring kedatangan Carlo Ancelotti. Lebih-lebih, dengan kehadiran Gareth Bale di awal musim 2013/14. 

Meski demikian, jangan salah, Di Maria masih mampu menunjukkan kapasitasnya sebagai tukang servis peluang. Total 17 assist dibuatnya di pentas liga, tertinggi di antara seluruh pemain Madrid. Di Maria juga menjadi Man of the Match saat Cristiano Ronaldo dkk. membabat Atletico Madrid 4-1 di final Liga Champions.

Foto: Champions League

Dari Madrid, Di Maria mencoba peruntungan ke Manchester United. Semuanya tampak meyakinkan di awal. Di Maria yang dibeli nyaris seharga 60 juta poundsterling itu diperlakukan lumayan istimewa.

“Iblis Merah” sampai memberikan nomor punggung 7 keramat untuknya. Harapannya, sih, Di Maria bakal meneruskan legasi pemain macam George Best, Bryan Robson, Eric Cantona, David Beckham, dan Ronaldo. Gary Neville juga yakin bahwa kemampuan Di Maria dalam menyisir lapangan akan memenuhi kebutuhan United akan sosok winger tradisional.

Namun, kenyataan berbicara lain. Performa Di Maria dinilai berada di bawah ekspektasi. Salah satu media asal Inggris, The Daily Telegraph, menyebutnya sebagai pembelian terburuk Premier League musim itu.

Padahal, bila dihitung-hitung, kontribusi Di Maria tak jelek-jelek amat. Dia bertengger sebagai pendulang assist terbanyak United di Premier League dengan torehan 10. Sebagai pembanding, jumlah itu dua kali lipat dari raihan Wayne Rooney dan Ashley Young di posisi kedua.

Kepada Guardian, pelatih United kala itu, Louis van Gaal, menyebutkan kultur sepak bola Inggris beserta iklimnya menjadi alasan ambyarnya performa Di Maria di United. Asumsi Van Gaal mungkin ada benarnya. Toh, Radamel Falcao, personel United asal Amerika Selatan lainnya juga ancur-ancuran. Cuma 4 gol yang dibuatnya dari 28 pementasan.

Namun, Di Maria punya anggapan lain. Menurutnya, justru Van Gaal yang bikin kariernya gagal di Old Trafford.

“[United] bukanlah waktu terbaik dalam karier saya, atau lebih tepatnya saya tidak diizinkan untuk menghabiskan waktu terbaik saya di sana. Ada komplikasi dengan pelatih saat itu,“ ucap Di Maria kepada France Bleu.

Foto: Twitter @Oficial7DiMaria

Pada Premier League 2014/15, Van Gaal tercatat memakai enam formasi berbeda dengan pakem 4-1-4-1 sebagai pilihan yang paling intens. Itu tak mudah buat Di Maria yang terbiasa berada dalam wadah 4-3-3 semasa memperkuat Madrid. 

Sialnya lagi, Van Gaal cenderung memilih Juan Mata dan Young untuk mengisi sektor sayap. Daripada berkutat dengan mudarat, Di Maria memutuskan pergi menuju Paris Saint-Germain (PSG). Lucunya, United rela jual rugi untuk melepasnya. “Hanya” 44,3 juta pundsterling atau 15,4 juta poundsterling lebih murah saat digaet dari El Real.

Beruntung bagi Di Maria karena PSG bisa merawatnya dengan baik. Total 16 gelar menjadi bayaran setimpal yang akhirnya dia dapat--termasuk empat titel Ligue 1 di antaranya.

Bintang-bintang datang dan pergi, tetapi Di Maria tak terganti: Mulai dari Zlatan Ibrahimovic dan Edinson Cavani, sampai Neymar plus Kylian Mbappe. Sampai kini Di Maria masih mampu menunaikan tugasnya sebagai penyaji peluang.

Servisnya atas gol Marquinhos lawan Manchester City di pekan lalu adalah yang teraktual. Itu sekaligus menggenapkan torehan assist-nya untuk PSG di angka 103 atau setara dengan Safet Susic sebagai pencetak assist terbanyak sepanjang sejarah Les Parisiens.

Tak cuma itu, Di Maria masuk dalam daftar tiga besar penyumbang assist terbanyak di Liga Champions, di bawah Ronaldo dan Lionel Messi. Ya, dua superstar yang pernah ditopang oleh Di Maria. 

Di Maria adalah salah satu sidekick paling beruntung di dunia. Dia salah satu dari segelintir pemain pernah bertandem dengan Ronaldo dan Messi. Kombinasinya dengan Ronaldo melahirkan 6 titel. Bahkan, pada musim terakhirnya di Madrid (2013/14), dia sukses menyumbangkan 6 assist buat CR7 di La Liga. Jumlah itu hanya kalah dari torehan assist Koke untuk Diego Costa di angka 7.

Khusus Messi jangan ditanya. Kerja sama Di Maria dengan La Pulga di Timnas Argentina sejauh ini masih alpa. Mentok cuma runner-up Piala Dunia dan Copa America. Well, lupakan sejenak soal tugas negara. 

Kini Di Maria dalam misi membantu superstar generasi selanjutnya merangkai mimpi: Mengantar Neymar dan Mbappe meraih Si Kuping Besar. Yang jelas, tidak musim ini.