Antonio Conte dan Serangan Balik

Foto: Instagram @antonioconte.

Lewat serangan balik, Antonio Conte membuat Inter Milan yakin menjadi kandidat juara.

Jika bad luck tidak bisa diterima, musim pertama Antonio Conte di Internazionale Milan adalah sebuah kegagalan.

Conte datang ke Inter pada awal musim 2019/20 dengan kelakar. Ia bahkan sesumbar bisa menyelesaikan misi yang diberikan oleh petinggi klub dan mengakhiri puasa gelar selama hampir 10 tahun.

Perubahan adalah alasan Inter menunjuk Conte. Timnas Italia di Piala Eropa 2016 adalah contoh bagaimana Conte berhasil mengubah tim, dari yang awalnya tak diunggulkan menjadi yang paling banyak menuai pujian.

Untuk mendukung proyek yang dicanangkan Conte, Inter merogoh kocek hampir 200 juta euro. Angka ini menjadi pengeluaran terbanyak Inter dalam satu musim sejak pertama kali didirikan pada tahun 1908.

Masalahnya, ada waktu yang harus dikorbankan untuk mengubah sebuah tim dan bagi Conte, itu terjadi pada musim 2019/20. Ia gagal membawa Inter memenuhi target dari empat kompetisi yang diikuti.

Penampilan Inter pada musim tersebut sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Di ajang Serie A, mereka hanya terpaut satu poin dari sang juara, Juventus. Inter menjadi tim dengan pertahanan paling kokoh dengan hanya kebobolan 36 gol dari 38 pertandingan.

Di Liga Europa pun tidak jauh berbeda. Bermain setelah tersingkir dari fase grup Liga Champions, Inter melaju hingga partai puncak. Sayang, di pertandingan final, penampilan mereka justru menjadi antitesis dari apa yang mereka tunjukkan di fase knockout.

Tampil buruk pada musim pertama membuat Conte mau tidak mau mendapatkan beban lebih di musim kedua. Tanpa mengurangi rasa hormat pada dua ajang lain, Coppa Italia dan Liga Champions, Conte diberi target tak muluk-muluk: Juara Serie A.

Sejauh ini, penampilan Inter terbilang mengesankan. Dalam 23 pertandingan yang telah dijalani, Inter berhasil menutup 16 di antaranya dengan kemenangan. Mereka membukukan 57 gol dan kemasukan 24 gol.

Meski demikian, catatan ini belum dapat disebut perkembangan. Jika melihat peringkat dan angka kebobolan dari jumlah pertandingan yang sama dengan musim lalu, Inter tidak menunjukkan peningkatan. Dari 23 pertandingan musim lalu, Inter hanya kebobolan 20 gol.

Inter tampak meningkat apabila dilihat dari jumlah gol yang mereka masukkan ke gawang lawan. Produktivitas Inter musim ini lebih baik dari musim lalu, saat mereka hanya mampu menjebol gawang lawan 48 kali.

Conte tidak melakukan perubahan pola. Formasi 3-5-2 yang sering mereka gunakan pada musim lalu tetap dipertahankan. Penggunaan 3-3-4 saat menyerang dan 5-3-2 ketika bertahan juga tetap digunakan.

Serangan balik yang kian efisien menjadi senjata Inter tampil apik musim ini. Bagaimana itu bisa meningkat ditentukan oleh banyak faktor, mulai dari cara mereka melakukan serangan balik itu sendiri hingga keberadaan pemain baru.

Dua wing back adalah kunci dari serangan balik Inter. Conte memiliki preferensi khusus untuk seorang wing back, yakni memiliki kecepatan untuk merangsek ke pertahanan lawan dan piawai melepaskan umpan.

Saat ingin melakukan serangan balik, Conte menginstruksikan dua wing back-nya melakukan pekerjaan yang berbeda. Satu bertugas untuk membagi bola, sedangkan yang lain diharuskan untuk siap-siap bergerak masuk ke pertahanan lawan.

Penerapannya begini: Saat wing back kanan memegang bola dan akan melepaskan umpan ke pertahanan lawan, wing back kiri harus siap berlari ke depan. Hal ini dilakukan agar Inter tidak kekurangan pemain saat berduel di daerah lawan.

Pertandingan Inter melawan Spezia pada pekan ke-13 musim ini bisa menjadi contoh. Saat Ashley Young, yang menjadi wing back kiri akan menerima bola, Achraf Hakimi, yang menjadi wing back kanan sudah berada di tengah lapangan.

Bola dilepaskan oleh Young dan diterima oleh Romelu Lukaku. Lukaku kemudian mengirimkan bola ke Lautaro Martinez dan langsung dioper ke Hakimi. Hakimi hanya melakukan satu sentuhan ke bola sebelum melepaskan tembakan yang berujung gol.

Pendekatan tersebut lantas membuat Inter musim ini bermain lebih sabar. Mereka melakukan lebih banyak operan-operan di daerah pertahanan sendiri dan lebih sedikit melepaskan umpan ke depan.

Hingga pekan ke-23 musim ini, Inter hanya melepaskan rata-rata 78 umpan per pertandingan yang berujung serangan balik ke pertahanan lawan. Angka ini berada di bawah rata-rata musim lalu yang mencapai 84 umpan per pertandingan.

Pilihan ini semakin berhasil dengan adanya Hakimi dan Ivan Perisic. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, mereka memiliki atribut-atribut yang diinginkan oleh Conte untuk seorang wing back.

Hakimi menjadi salah satu kunci dari pendekatan ini. Didatangkan dengan biaya sekitar 40 juta euro dari Real Madrid pada musim panas lalu, ia tidak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dengan taktik yang diterapkan oleh Conte.

Meski berperan sebagai wing back, Hakimi tak jarang dimanfaatkan sebagai kreator serangan atau bahkan pencetak gol. Pada musim ini, ia mengirimkan rata-rata 8 umpan dari daerah permainan Inter ke sepertiga akhir pertahanan lawan.

Pemain asal Maroko ini juga membukukan rata-rata 31 sentuhan di sepertiga akhir pertahanan lawan per pertandingan. Angka tersebut berjarak cukup jauh dari Perisic, yang berada di sisi kiri, dengan rata-rata 24 sentuhan per pertandingan.

Di luar Hakimi, masih ada beberapa pemain lain yang memiliki peran atas pendekatan ini. Nicolo Barella contohnya [Baca Juga: Nicolo Barella Tak Perlu Jadi Tokoh Utama]. Sebagai gelandang box to box, ia tak hanya lihai bergerak ke segala sisi lapangan, tapi juga kelebihan untuk mengubah keadaan.

Melihat pencapaian yang dibukukan pada musim lalu, Conte boleh saja disebut gagal. Namun, dari 23 pertandingan yang sudah dilakoni Inter hingga saat ini, rasanya ia mulai layak untuk diberi apresiasi.

Orang-orang boleh menganggap serangan balik adalah senjata kaum yang tidak berdaya. Namun ini Conte dan baginya, serangan balik adalah senjata untuk menutup kompetisi dengan sebuah piala.