Apa yang Dilakukan Tuchel pada Skema Serangan Chelsea?

Foto: Twitter @ChelseaFC.

Hal pertama yang dilakukan oleh Thomas Tuchel untuk mengasah ketajaman Chelsea adalah dengan memperbaiki pertahanan.

Thomas Tuchel tahu persis cara mengubah Chelsea menjadi kegilaan yang tak gampang mereda. 

Serangan mereka tajam, pertahanan mereka kokoh. Cara mereka bertanding membuat para suporter bersyukur mereka mendukung Chelsea. Cara mereka menghadapi pertandingan membuat suporter lawan berharap Chelsea adalah tim yang mereka dukung.

Salah satu manifestasi kehebatan Chelsea pada musim 2021/22 adalah kolektivitas mereka dalam mencetak gol. Ada 17 pemain yang sudah mencetak gol di Premier League dan Liga Champions. Jika ditotal, Chelsea membuat 39 gol di dua kompetisi tersebut. Bahkan ketajaman itu tak menumpul saat mereka menebas Juventus 4-0 di matchday kelima Liga Champions 2021/22. 

Untuk menjawab mengapa Chelsea bisa demikian tajam, kita harus melihat bagaimana struktur yang dibangun oleh Tuchel. Alih-alih menggunakan formasi 4 bek yang diandalkan Frank Lampard, Tuchel memilih 3 bek. Keputusan ini awalnya menimbulkan tanda tanya. Bagaimana kalau pertahanan Chelsea menjadi rapuh, wong dengan 4 bek saja mereka kebobolan melulu? Ternyata keseimbangan Chelsea didapat ketika mereka bermain dengan 3 bek.

Formasi tiga bek Chelsea berubah menjadi benteng kokoh karena dua hal. Pertama, jarak antar-bek rapat. Kedua, mereka memiliki dua holding midfielder mumpuni yang juga berjarak rapat. Koordinasi jarak dan pemosisian membuat lubang di area kosong dapat diminimalkan sebaik mungkin. Itu belum ditambah dengan faktor kualitas para holding midfielder. 

Ungakapan 70% Bumi di-cover oleh air, sementara sisanya oleh N'Golo Kante masih berlaku. Posturnya boleh mungil, tingkahnya boleh kikuk. Namun, Kante adalah sebenar-benarnya perusak lawan. Singa berbulu domba, itulah Kante. Jorginho adalah pemain yang benar-benar dapat kau andalkan untuk bertahan dan mengalirkan bola sekaligus. Dengan penjaga gawang seperti Edouard Mendy, urusan keamanan juga pasti jadi lebih mudah.

Intinya, yang dibenahi oleh Tuchel sebelum mengurus daya serang adalah pertahanan. Percuma timmu ganas saat menyerang, tetapi ringkih saat bertahan.

Dalam upayanya untuk mengimplementasikan pemikiran tersebut, Tuchel tidak hanya berkoar-koar soal taktik. Ia memastikan para pemainnya terbiasa dengan sistem yang dibangunnya. Itulah sebabnya Tuchel memberikan menu latihan khusus bagi para pemain bertahannya. 

Tuchel meminta pemain bertahan berlatih sambil menggenggam bola tenis untuk mencegah mereka menarik jersi lawan dan membuat pelanggaran konyol saat bertanding. Toh, tak jarang permainan tim kacau-balau karena lini pertahanan melakukan pelanggaran yang pada akhirnya merugikan mereka sendiri. Kesimpulannya, Tuchel membuat pertahanannya efektif dan efisien dengan membentuk perilaku mereka terlebih dulu. Bisa karena terbiasa, itu kata pepatah lama.

Setelah lini pertahanan beres, Tuchel membentuk sistem serangannya. Dalam bagian ini, Tuchel memastikan para wingback bermain dengan sangat lebar sehingga mereka memiliki lebih banyak opsi dan jalur serangan. Itulah pentingnya memiliki pemain bertahan yang tangguh. Dalam situasi demikian, mereka berperan penting agar agresivitas tak melahirkan senjata makan tuan.


Cara Tuchel untuk membuat timnya tetap tajam, bahkan saat ditekan oleh lawan, adalah dengan menggunakan shape atau bentuk mereka. Kecenderungannya, sepasang pemain bertahan lawan akan menekan penyerang utama, seperti Romelu Lukaku atau Christian Pulisic.

Namun, jangan lupa bahwa Chelsea memiliki pemain sayap yang posisinya lebih dalam, seperti Callum Hudson-Odoi ataupun Kai Havertz. Biasanya, pemain ini akan turun hingga sedalam gelandang tengah. Dengan begitu, akan ada jarak yang begitu lebar antara  pemain bertahan lawan yang berusaha menekan penyerang utama yang artinya, Chelsea memiliki area yang lebih luas untuk bergerak.

Jika penyerang sayap kiri yang mengambil bagian ini (Havertz atau Hudson-Odoi), mereka akan mengalihkan permainan ke arah berlawanan, contohnya, Havertz ke Mason Mount atau dalam laga melawan Juventus, Hudson-Odoi ke Hakim Ziyech. Dengan begitu, yang memiliki kebebasan bukan hanya penyerang utama, tetapi juga gelandang serang seperti Ziyech. Sistem ini pada akhirnya menjadi pola.

Yang membuat pencetak gol Chelsea begitu beragam adalah para hulu serangan tidak hanya fokus untuk mengalirkan bola ke pemain yang itu-itu saja. Dalam laga melawan Arsenal pada Agustus 2021, misalnya. Ketika itu, aliran bola bertumpu pada Mateo Kovacic yang bertandem dengan Jorginho. Alih-alih memaksakan bola dikirim ke Havertz, ia memutuskan untuk memainkan bola dan berduel dengan Smith Rowe. Langkah ini terlihat sangat berisiko. Namun, sebenarnya Kovacic sedang berusaha menciptakan ruang ekstra di lini tengah.

Nah, sekali lagi, inilah pentingnya memiliki gelandang bertahan dengan kontrol bola mumpuni. Jika keputusan ini diambil oleh pemain yang kontrol bolanya lemah, bukan tak mungkin pemain lawan malah bisa menggagas serangan balik.

Ruang yang diberikan Kovacic atau Kante sering membuat lini serang Chelsea unggul jumlah. Dalam laga melawan Juventus, mereka memiliki Pulisic, Ziyech, Hudson Odoi, dan Ben Chilwell. Yang menjadi persoalan tinggal bagaimana hulu serangan mengalirkan bola ke arah mereka. Untungnya, kemampuan kontrol dan akurasi passing ini juga dibentuk Tuchel dengan menyuruh para pemainnya berlatih dengan bola kecil. Untuk membiasakan para pemain melakukan pergerakan diagonal, ia menginstruksikan mereka berlatih dalam lapangan berbentuk heksagonal.

Faktor pembeda lainnya adalah keberhasilan Tuchel membentuk target mereka menjadi sosok yang dapat diandalkan untuk mencipatkan outlet ketika dalam masa transisi. Baik Pulisic maupun Lukaku dapat bergabung dengan winger atau wingback yang maju atau bermain membelakangi gawang. Tuchel barangkali belum bisa memanfaatkan sepenuhnya kualitas Lukaku dan Pulisic. Namun, ketidakmampuan itu berusaha dibayarnya dengan menjadikan para target man sebagai target man yang kreatif.

Intinya, Tuchel memang tetap mengandalkan Lukaku atau Pulisic untuk mencetak gol. Namun, ia menginstruksikan para pemainnya untuk ikut terlibat memenangi duel atau mencetak gol jika situasi tidak berjalan sesuai rencana. Tak perlu heran jika pada akhirnya pemain Chelsea yang dapat diandalkan untuk mencetak gol bukan itu-itu saja.