Aston Villa, si Kawan Degil

Foto: Instagram avcofficial

Sebagian dari kita mempunyai kawan seperti Aston Villa. Degil, keras kepala, tak tertebak, dan tak jarang menyusahkan.

Sebagian dari kita mempunyai kawan seperti Aston Villa. Degil, keras kepala, tak tertebak, dan tak jarang menyusahkan.

Yang memuakkan, kamu tidak bisa membencinya. Bahkan di saat sulit, saat bertubi dihajar malang dan diganjar konsekuensi ulahnya sendiri, kamu datang mengulurkan tangan dan pundak.

Dia tak perlu meminta, apalagi memohon. Kamu hanya merasa perlu untuk melakukan apa pun yang kamu bisa untuknya.

Sekali waktu ia menghentak, membuat orang-orang mengarahkan pandangan dan mendengarkan perkataannya. Pongahnya tambah menjadi. Kamu merutuk kesal, memarahi diri sendiri karena terlalu lunak. Namun, ya, itu tadi. Kamu hanya bisa menepi, bukan menghilang. Saat langkahnya kembali limbung, kamu datang memberi topangan.

Bertanyalah pada Howard Hodgson. Pebisnis Inggris ini tahu betul rasanya ‘digocek’ Villa yang merupakan klub kesayangannya. Jelang Premier League 2015/16, Hodgson dan konsorsium yang dilobinya hampir saja mengambil alih Villa senilai 150 juta poundsterling.

Adalah pemilik Villa, Randy Lerner, yang menghubungi Hodgson waktu itu. Lerner harus melepas kepemilikan karena kondisi keuangan klub sudah tak jelas.

Saat segalanya hampir selesai, tiba-tiba Lerner berubah pikiran. Ia tak jadi melepas Villa. Keputusan ini ternyata keliru. Lerner tak bisa berbuat banyak dan Villa terdegradasi pada akhir 2015/16.

Lerner kepalang bokek, percobaannya gagal total. Villa dilepas ke tangan pengusaha China, Tony Xia, dengan harga jatuh: 76 juta poundsterling. Tentu saja jalan mencapai kesepakatan dengan Xia tak mulus. Lerner yang frustrasi karena pembeli tak kunjung muncul kembali mengontak Hodgson.

Seolah-olah tak pernah dikecewakan Villa, Hodgson kembali bergerak. Sayangnya, kali ini semuanya sudah terlambat. Orang-orang yang tadinya mendukungnya untuk membeli Villa tak mau lagi mengeluarkan uang. Hodgson dan Lerner mesti sadar diri. Tak banyak orang berduit yang tertarik dengan klub Championship.

Keith Wyness rasanya tidak akan pernah bisa lupa dengan apa yang dilakukan Villa. Xia menskors Wyness saat Villa mengalami krisis finansial pada Juni 2018.

Foto: Stadion Villa Park (Wikimedia Commons)

Ia menuduh Wyness yang saat itu menjabat sebagai CEO Villa membocorkan rahasia klub kepada pihak ketiga saat mereka sedang kesulitan membayar pajak sebesar 4 juta poundsterling. Wyness tak hanya dicekal, ia harus angkat kaki dari Villa pada musim panas tahun itu juga.

Krisis finansial sebenarnya adalah buah dari keputusan Xia sendiri. Villa menggila di bursa transfer. Xia meminta Wyness segera mendatangkan Ross McCormack and Mile Jedinak jelang musim 2016/17. Tak sampai di situ. Xia juga memutuskan untuk mendatangkan Roberto Di Matteo dan memecatnya hanya dengan bermodalkan 12 laga.

Transfer gila-gilaan tanpa hasil impresif itu tak membuat Xia kapok. Pada Januari 2017, ia mendatangkan Scott Hogan seharga 12 juta poundsterling ke Villa. John Terry yang kala itu berstatus free agent pun diangkut ke Villa Park.

Meski jorjoran, Villa masih tak sanggup menembus playoff Championship. Xia yang kehabisan uang tambah pusing karena persoalan pajak. Alih-alih menemukan solusi, Xia dan Wyness malah berselisih yang berujung pada pencekalan tadi.

Bahkan saat ‘Villa berulah’ dan mendapat ganjaran, Hodgson masih bersedia menolong. Dalam wawancaranya kepada Gregg Evans untuk The Athletic, Hodgson bercerita bahwa asisten Xia menghubunginya karena si bos besar membutuhkan pinjaman sebesar 2 juta poundsterling. Meski tak merogoh uang langsung dari kantongnya, Hodgson tetap bergerak menghubungi sejumlah konglomerat untuk mengusahakan pinjaman tersebut.

Kalian yang memiliki kawan serupa Villa, pasti pernah menyaksikan ini: Sememuakkan apa pun temanmu itu, selalu ada orang yang mendekat di saat sulit.

Di tengah krisis, konglomerat Mesir, Nasir Sawiris, yang bermitra dengan pengusaha Amerika Serikat, Wes Edens, datang mengambil alih kepemilikan Villa. Barangkali keberuntungan dan keajaiban memang suka berteman dengan anak keras kepala.

****

Villa berlaga di Premier League 2020/21 seperti tim yang kesal karena musim lalu gagal juara. Padahal, yang dirayakan skuad Villa di ruang ganti pada akhir musim 2019/20 adalah kepastian bahwa mereka tak didegradasi.

Dean Smith mengantar Villa menutup musim 2019/20 di peringkat 17. Mereka unggul satu poin atas Bournemouth yang terlempar ke Championship. Sekali lagi Villa lolos dari lubang jarum.

Manajemen Villa dikritik habis-habisan di sejak pertengahan 2019/20. Mereka melangkah ke Premier League dengan mendatangkan 12 pemain baru yang bila ditotal nilainya mencapai 140 juta poundsterling.

Sebagian besar di antaranya kepayahan, termasuk Wesley Moraes yang didatangkan dengan mahar 22 juta poundsterling. Penyerang berkebangsaan Brasil ini hanya sanggup mencetak 5 gol dalam 21 laga. Intinya, Villa tampil lebih ganas di bursa transfer ketimbang lapangan.

Kondisi demikian membangkitkan ingatan buruk akan krisis finansial di masa kepemimpinan Xia. Christian Purslow yang menjabat sebagai CEO akhirnya mendepak Suso dari kursi Direktur Teknik. Johan Lange datang menggantikan. Kejutannya, kombinasi Smith dan Lange sejauh ini tak mengecewakan.

Meski gagal mendatangkan Callum Wilson dan Weston McKennie, Villa bisa menggaet Ollie Watkins, Emiliano Martinez, Matty Cash, Bertrand Traore, memperpanjang kontrak Jack Grealish, dan meminjam Ross Barkley dari Chelsea. Purslow yang tadinya dikecam suporter karena memecat Steve Bruce mulai disebut sebagai sutradara di balik kebangkitan Villa--atau setidaknya tanda-tanda kebangkitan Villa.

Entah kebetulan atau tidak, Villa berhasil menuntaskan tiga pertandingan awal mereka di Premier League dengan tiga kemenangan. Salah satu di antaranya bahkan kemenangan telak 7-2 atas Liverpool. Begitulah, si juara bertahan luluh-lantak di Villa Park.

Di dalam pesta kemenangan tersebut terlihat kejelian Smith membaca permainan pasukan Juergen Klopp. Bahkan tiga pemain yang jadi sorotan dalam bursa transfer teranyar--Watkins, Barkley, dan Grealish--tampil sebagai aktor utama dalam epik kemenangan Villa.

Mengeklaim Villa bakal begini dan begitu saat musim baru berjalan tak lebih dari empat pekan memang terlalu dini. Akan tetapi, bukan tak mungkin tiga kemenangan itu membuat orang-orang yang pernah dikecewakan Villa--tetapi entah bagaimana caranya tak bisa memusuhi--seperti Hodgson dan Wyness menarik napas lega. Bukan lega karena berubah, tetapi karena menyadari bahwa keajaiban dan segala hal baik belum mau menjauh dari kawan degil seperti Villa.