Awal Perjalanan

Ilustrasi: Arif Utama

Perjalanan di Utrecht baru sampai di titik awal. Saya masih punya target yang ingin dicapai. Harus fokus dan kerja keras.

Berada di Utrecht mengingatkan saya akan satu hal yang terjadi di masa kecil: Bersepeda menuju lapangan untuk bermain sepak bola.

Dulu, ketika saya dan Bagas mulai menggandrungi sepak bola, kami tak selalu main di lapangan dekat rumah. Sering pula kami harus bermain di lapangan-lapangan yang letaknya jauh sehingga untuk menuju ke sana kami harus bersepeda.

Saya tak menyangka bertahun-tahun berselang, aktivitas itu kembali saya lakukan. Tak lagi untuk mencapai lapangan-lapangan di Magelang, tetapi untuk menuju lapangan tempat saya latihan di Utrecht. Saya kini juga sendiri, tak lagi bersama Bagas.

Hampir setiap hari saya pergi latihan dari tempat saya tinggal menggunakan sepeda. Ada cerita unik juga: Saya sudah ganti sepeda dua kali selama di sini. Bukan karena modelnya jelek atau rusak, tetapi karena sepeda saya sempat dicuri orang.

@baguskahfii

THIS IS MY DAILY ROUTINE! ##fyp ##footballer

♬ The Footballer - Jacob Yoffee

Hidup di negeri orang memang banyak rintangannya, saya tahu itu. Namun, jika kalian mengira bahwa saya adalah tipe orang yang gampang homesick atau rindu kampung halaman, kalian salah.

Kangen biasa, tetapi saya tidak menyikapinya berlebihan. Saya tahu bahwa saya sedang berada di tempat saya bisa mewujudkan mimpi. Karena itu, saya tak boleh mundur dan mesti bisa mengalihkan pikiran ke hal-hal lain.

***

Sejak menjalani program di Inggris, saya tahu bahwa saya adalah orang yang cepat beradaptasi. Saya cepat nyaman dengan suasana baru, cepat kerasan di negeri orang. Mungkin karena saya juga mau belajar tentang bahasa dan budaya negeri tersebut.

Jujur saja, ketika awal-awal menjalani program di Inggris, saya tak bisa bahasa Inggris. Sama sekali tidak bisa. Saya sempat tak mengerti apa yang pelatih bicarakan di ruang ganti atau di tempat latihan. Dari situ, saya mulai belajar.

Saya belajar mengerti bahasa Inggris sampai kemudian mulai paham apa yang pelatih katakan. Bahkan belakangan saya sudah berani berbicara menggunakan bahasa Inggris di depan kamera. Memang masih agak gugup, tetapi saya tahu itu adalah proses belajar.

Oh, iya, jika saya tidak mempelajari bahasa Inggris selama mengikuti program itu, saya mungkin tidak akan tahu banyak hal. Sebab, setelah bisa mengerti perkataan pelatih, saya merasa lebih berkembang sebagai pemain.

Saya mulai memahami taktik, mulai belajar menjadi pemain yang lebih simpel dan efektif. Kenapa? Karena pelatih di sana acap mengajarkan saya dan teman-teman untuk mempergunakan tenaga seefesien mungkin. Artinya, kami tak perlu banyak dribel dan berlari sekencang mungkin.

Dribel saat diperlukan saja, lari kencang pun begitu. Sebab, itu bisa memangkas energi alih-alih membuat kami tampil lebih baik di lapangan. Saya juga belajar untuk bisa menempatkan posisi lebih baik agar mempermudah kawan mengirim umpan dan mempermudah saya mencetak gol.

Program di Inggris juga meningkatkan mental bertanding saya. Saya banyak menemui lawan yang levelnya berat dan berada di pertandingan yang intens. Itu membantu saya dan membuat saya menjadi pemain seperti sekarang ini.

Ketika kemudian tiba di Belanda, saya tahu saya juga harus cepat beradaptasi. Soal bahasa, sama. Awalnya saya tidak mengerti sama sekali. Namun, lagi-lagi, saya punya tekad untuk belajar. Tujuannya tentu agar saya bisa mengerti perkataan pelatih dan rekan setim saya.

Saya mencoba secara autodidak, belajar mendengarkan, dan coba selalu bertanya kepada orang-orang sekitar jika ada perkataan yang tidak saya mengerti. Pelan-pelan saya mulai paham dan bisa memahami instruksi pelatih saat latihan maupun ketika kami bertanding.

Memang saya belum terlalu percaya diri untuk berbicara bahasa Belanda. Namun, saya senang sudah bisa mengerti. Saya paham bahasa Belanda ini susahnya bukan main, sesuatu yang belum pernah saya pelajari. Jadi, saya yakin ini hanya permulaan.

Lagi pula ini sangat membantu perkembangan saya. Latihan di sini intens, sangat-sangat intens. Saya merasakan bahwa ritme dan tekanan di latihan hampir sama dengan saat kami bertanding. Suatu hal baru yang belum pernah saya rasakan.

Karena itu, ketika bisa mengerti instruksi pelatih, artinya saya juga bisa semakin baik di latihan. Terlebih, saya memang harus bisa cepat nyetel dengan program latihan karena seperti yang kalian tahu, saya baru sembuh dari cedera.

Saya tahu saya harus bisa menyamai rekan setim saya saat latihan, dalam arti sudah mampu mengikuti ritme mereka. Itu sulit, tetapi itulah alasan mengapa saya jadi pemain yang datang paling pagi dan pulang paling larut di latihan.

Saya bukan mau pamer, saya hanya ingin bercerita bagaimana perjuangan saya untuk bisa sampai di titik yang sekarang. Sebelum bisa benar-benar berlaga, setiap pagi sebelum latihan saya menghabiskan waktu di gym, selesai latihan pun begitu.

Saya ingin kembali merumput, bermain sepak bola. Itulah tujuan saya berada di Utrecht. Karenanya, saya harus berlatih ekstra. Saya berbicara kepada fisioterapis di tim bahwa saya tidak masalah jika diberi porsi ekstra di gym. Saya bilang bahwa saya ingin cepat fit.

Puji Tuhan, saya bisa pulih dan merumput lebih cepat daripada perkiraan. Ketika tiba di Utrecht, saya punya target bahwa di akhir tahun ini (2021) saya akan kembali ke lapangan. Akan tetapi, Tuhan membukakan jalan dan saya sudah bisa menjalani debut pada Agustus kemarin.

Itu di luar ekspektasi saya. Saya tahu bahwa terkadang hidup memang tak sesuai apa yang kita pikirkan. Namun, saya juga percaya bahwa akan selalu ada kesempatan dan saya tak ingin menyia-nyiakan itu.

Ketika menjalani debut, saya juga mendapat respons positif. Baik dari pelatih, rekan setim, sampai penonton yang ada di Utrecht maupun di Indonesia. Saya berterima kasih untuk itu.

Saya juga mau cerita bahwa teriakan-teriakan dari tribune saat saya tampil itu bukan olok-olok atau suatu hal yang negatif. Itu adalah sambutan yang diberikan oleh para pendukung Utrecht untuk saya, bocah Indonesia, yang akhirnya bermain setelah tiba di klub dalam kondisi cedera.

Sebelum pertandingan saya bahkan sempat berbincang dengan beberapa di antara mereka. Respons mereka baik, ramah terhadap saya. Begitu pun usai pertandingan. Justru itu yang membuat saya lebih termotivasi karena jujur, di hari-hari sebelum pertandingan saya sangat deg-degan.

Maklum, itu adalah kali pertama saya kembali ke lapangan setelah sekian lama, kali pertama bermain di pertandingan sesungguhnya bersama Utrecht. Ketika pelatih bilang saya akan bermain, saya tak bisa menyembunyikan rasa nervous.

***

Saya memang sudah sampai di titik ini, tetapi ini hanyalah awal dari perjalanan saya. Saya memang sudah debut, tetapi target saya di Utrecht belum selesai. Saya masih ingin main sebanyak-banyaknya dan punya harapan untuk bisa terus mencetak gol.

Untuk mewujudkan itu, saya masih harus kerja keras dan fokus. Perjalanan saya masih panjang dan semoga tidak banyak krikil tajam dalam perjalanan itu. Doakan saja.

Amiruddin Bagus Kahfi.

===

Ini adalah part kedua dari tulisan saya di kanal #FromTheBench. Kamu bisa baca part pertamanya di sini!