Azpilicueta dan Mental Juara

Foto: @cesarazpi.

Cesar Azpilicueta punya mentalitas juara yang membuatnya terus menjadi pilihan utama.

Cesar Azpilicueta datang ke Chelsea dengan status pelengkap bangku cadangan. Kini, pada musim kesembilannya bersama The Blues, ia menjelma sebagai pemain yang paling dibutuhkan.

Krisis finansial jadi masalah terbesar Olympique Marseille pada awal 2011/12. Hadiah setelah menjuarai Coupe de la Ligue dan Trophee des Champions pada akhir musim ternyata tidak cukup untuk membayar utang yang semakin menumpuk.

Vincent Labrune, selaku chairman, memutuskan memasukkan beberapa pemain kunci Marseille ke daftar jual. Salah satunya adalah Azpilicueta, yang baru bergabung dengan Marseille dua tahun sebelumnya.

Azpilicueta sempat kaget namanya masuk ke dalam daftar. “Saya tidak pernah berpikir untuk pergi dari Marseille. Namun, barangkali itu akan menjadi keputusan yang baik jika melepasku karena terbentur kondisi keuangan,” kata Azpilicueta.

Direktur Teknik Chelsea, Michael Emenalo, termasuk salah satu orang pertama yang tahu bahwa Marseille berniat melego Azpilicueta. Masalahnya adalah Chelsea saat itu punya dua bek kanan, Branislav Ivanovic dan Paulo Ferreira.

Menurut Sky Sports, kondisi tersebut memicu ketegangan antara Emenalo dengan chairman, Bruce Buck. Ketegangan tersebut tidak berlanjut setelah mereka sepakat bahwa Azpilicueta boleh datang tapi dengan biaya murah.

Azpilicueta akhirnya sepakat bergabung Chelsea dengan biaya yang kecil untuk ukuran mereka, 7 juta poundsterling. Kedatangannya seakan dilupakan karena Chelsea juga membeli dua pemain muda yang tengah naik daun, Eden Hazard dan Oscar.

***

Azpilicueta memulai perjalanannya di Chelsea dengan penuh lika-liku. Di luar lapangan, banyak yang menyebutnya sebagai penerus Asier del Horno. Sebagai gambaran, karier del Horno di Chelsea berjalan tidak mulus.

Di dalam lapangan, Azpilicueta harus bersaing mati-matian dengan Ivanovic dan Ferreira untuk memperebutkan tempat utama. Selain sarat pengalaman, keduanya punya kualitas teknik yang jauh di atasnya.

Kemampuan teknik memang jadi persoalan Azpilicueta. Sebagai bek sayap, kemampuannya dalam mengirimkan umpan silang berbahaya terbilang biasa-biasa saja. Persoalan ini bahkan sempat dikeluhkan oleh Roberto Di Matteo, eks pelatih Chelsea.

Kelemahan teknik ditutupi Azpilicueta dengan semangat yang istimewa. Meski tidak kunjung mendapatkan kesempatan, ia tidak pernah berhenti untuk berjuang. Hingga akhirnya, kesempatan bermain pun datang.

Azpilicueta baru dapat menyegel satu posisi utama di lini belakang saat Jose Mourinho tiba, tepatnya pada musim 2013/14. Uniknya, saat itu ia justru dimainkan sebagai bek kiri, posisi yang berbeda dengan keahliannya.

Mentalitas menjadi alasan utama Mourinho menjadikan Azpilicueta sebagai bek kiri utama. Menurut Mourinho, Azpilicueta adalah sosok yang punya kelebihan berbeda ketimbang rekan-rekan satu timnya.

“Saya suka dengan semangat yang ditunjukkan oleh Azpilicueta. Ia menjadi pemain yang paling bersemangat untuk berlatih dan selalu memperlihatkan gairah yang untuk memenangi pertandingan, bahkan saat ia tidak diturunkan,” kata Mourinho.

Cerita syahdu Azpilicueta di mata Mourinho tidak berhenti sampai di sana. Setelah Chelsea menjuarai Premier League 2014/15, Mourinho sempat kesal kepada awak media karena melewatkan Azpilicueta sebagai salah satu kunci Chelsea menjuarai liga.

“Saya tidak tahu mengapa kalian semua lupa bahwa kemenangan dalam sepak bola tidak hanya ditentukan oleh talenta. Ia (Azpilicueta) seharusnya juga ikut dipuji karena separuh mentalitas juara di tim ini dimilikinya,” ujar Mourinho.

Kisah kepahlawanan Azpilicueta berlanjut di pelatih-pelatih berikutnya, termasuk Antonio Conte. Pada musim perdana Conte, Azpilicueta diturunkan sebagai bek tengah sebelah kanan dalam pola 3-4-3, sebuah peran yang tidak pernah ia lakoni sebelumnya.

Keputusan Conte menempatkan Azpilicueta di posisi tersebut menjadi perdebatan. Dengan menaruh Azpilicueta di posisi bek tengah, satu dari tiga bek tengah senior, John Terry, Gary Cahill, dan David Luiz, harus tersingkir.

Terry jadi korban dari keputusan tersebut. Sepanjang musim, ia hanya diturunkan sebagai starter dalam enam pertandingan. Terry, yang punya karakter keras, bersikap lunak. Ia sama sekali tidak menyerang Conte, tidak peduli kesempatan bermainnya terbilang jarang.

Di sisi lain, Azpilicueta justru menjadi bintang. Ia selalu bermain di musim tersebut. Keberadaannya di posisi bek tengah seakan menutup kelemahan utama Cahill dan Luiz, beradu cepat dengan penyerang lawan.

Azpilicueta sempat mengalami masa sulit saat Frank Lampard mengambil alih nakhoda Chelsea. Kegemaran Lampard untuk memberikan jam terbang kepada pemain muda berimbas pada menit bermain pemain senior seperti Azpilicueta.

Azpilicueta pun diharuskan untuk bersaing dengan Reece James di posisi bek kanan. James tidak bisa dipandang sebelah mata mengingat penampilan apiknya bersama Wigan di Divisi Championship pada musim sebelumnya.

Setelah sempat menjadikan James pilihan utama dalam beberapa pertandingan, Lampard akhirnya luluh dan kembali memilih Azpilicueta. “Saya memilihnya karena ia selalu memberikan semuanya untuk tim,” kata Lampard.

***

Azpilicueta tidak termasuk sebagai bek dengan statistik yang benar-benar istimewa selama sembilan musim berseragam Chelsea. Pada setiap musimnya, selalu ada bek yang mempunyai catatan bertahan yang lebih baik darinya.

Namun, jika berbicara konsistensi permainan, Azpilicueta adalah juaranya. Per fbref, Azpilicueta setidaknya melakukan satu tekel sukses dan intersep per pertandingan tiap musimnya. Dibandingkan bek dari klub top Eropa lain selama sembilan tahun belakangan, hanya Sergio Ramos yang punya catatan lebih baik.

Tidak hanya itu, Azpilicueta juga mental pemenang luar biasa. Mengutip kata Lampard, “Tidak ada pemain yang punya mental pemenang seperti Azpilicueta. Tim ini beruntung punya pemain sepertinya.”

Di luar lapangan, Azpilicueta punya jasa besar sebagai penghubung komunikasi antar pemain. “Kecakapan Azpilicueta berbahasa Prancis membantu Edouard Mendy dan Thiago Silva beradaptasi di tim ini,” kata Thomas Tuchel.

Satu hal menarik lain, selama sembilan musim berseragam Chelsea, sudah dua kali Azpilicueta mengakhiri Premier League tanpa pernah sekalipun absen. Ia juga mengakhiri tiga musim lain dengan penampilan di atas 35 pertandingan.

Kekurangan Azpilicueta di beberapa aspek ditutupinya dengan tampil baik di aspek lain. Pelatih silih berganti, tetapi Azpilicueta tetap menjadi pemain kunci.