Benarkah Bayern Muenchen Menggembosi Tim Rival?

Foto: Twitter @FCBayernEN

Bayern Muenchen sebagai klub yang hobi membajak pemain dari tim lain, merusak Bundesliga, dan menggembosi saingan. Benarkah demikian?

Michael Ballack, Ze Roberto, Lucio, Miroslav Klose, Lukas Podolski, Ivica Olic, Manuel Neuer, Mario Mandzukic, Dante, Mario Goetze, Robert Lewandowski, Mats Hummels, Joshua Kimmich, Niklas Suele, Sebastian Rudy, Sandro Wagner, Leon Goretzka, Serge Gnabry, Benjamin Pavard, bla bla bla. Banyak.

Daftar itu bertambah satu lagi per musim depan: Dayot Upamecano. Dengan begini, kian kuatlah alasan orang-orang untuk mengecap Bayern Muenchen sebagai klub yang hobi membajak pemain dari tim lain, merusak Bundesliga, menggembosi saingan, dan seterusnya.

Jose Mourinho bahkan pernah berucap seperti ini: “Di Jerman, Bayern sudah memenangi liga sejak musim panas. Mereka mendatangi Borussia Dortmund tiap tahun dan membeli semua pemain terbaik di sana. Suatu hari Lewandowski. Kali lain, Mario Goezte. Berikutnya Mats Hummels.”

Memandang jauh ke belakang, eks juru taktik Manchester United itu dan sejumlah orang tidak berbicara tanpa konteks. Justru sebaliknya, ini sangat beralasan. Apalagi beberapa perpindahan dari tim rival ke Bayern di masa lalu terjadi dengan menyisakan sejumlah polemik.

Pada musim panas 2002, Bayern mendatangkan dua pemain sekaligus dari Bayer Leverkusen. Ini berita besar kala itu mengingat, pertama, yang didatangkan bukanlah nama sembarangan: Michael Ballack dan Ze Roberto. Kedua, Leverkusen baru saja tampil menggila di tiga kompetisi.

Tim yang bermarkas di bantaran timur Rhein itu mengakhiri musim sebagai runner-up Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions. Ballack dan Ze Roberto adalah pilar penting Leverkusen dalam meraih capaian itu. Tak heran jika Bayern jadi sasaran cemooh.

Semua tambah runyam karena performa Leverkusen langsung jeblok musim berikutnya. Di Bundesliga, Leverkusen yang masih dilatih juru taktik eksentrik Klaus Topmoller bahkan cuma mampu finis di urutan ke-15, satu tingkat saja di atas zona play-off degradasi.

Dalam kondisi seperti itu Bayern masih sempat-sempatnya ‘mengambil’ aset Leverkusen. Bek asal Brasil, Lucio, mereka bawa ke tanah Bavaria. Inilah pemain terakhir yang Bayern rekrut sebab musim-musim berikutnya Leverkusen terkesan enggan menjual pemain ke Die Roten.

Ketika Bayern berniat mendatangkan Arturo Vidal pada 2011, misanya, Rudi Voeller sang Direktur Olahraga Leverkusen merespons dengan penolakan tegas.

“Bayern bisa memberi penawawan untuk apa pun yang mereka inginkan. Namun, mereka tidak akan mendapatkannya. Kami hanya akan menjual ke klub asing,” tutur Voeller. Vidal akhirnya hengkang ke Juventus meski ujung-ujungnya bergabung dengan Bayern juga.

Pada 2019, menurut laporan Bild, Dortmund juga bakal menerapkan kebijakan serupa. Seperti Leverkusen, Dortmund juga termasuk ‘korban’ Bayern. Dua dari tiga pemain yang direbut Bayern menyisakan polemik. Mereka adalah Goetze dan Lewandowski.

Bayern mengumumkan perekrutan Goetze tak lama jelang bersua Dortmund di final Liga Champions. Banyak yang mengira, ini upaya merusak konsentrasi Dortmund. Lewandowski, sementara itu, didatangkan dengan status free transfer yang jelas saja menghebohkan dunia.

Namun, apakah benar menggembosi rival jadi tujuan Bayern di balik semua perekrutan itu? Kenapa pula pemain bintang Bundesliga memilih Bayern, alih-alih klub besar lain di luar negeri?

***

Leon Goretzka punya pilihan untuk berkarier di luar negeri pada 2018. Ada Barcelona dan Arsenal. Bahkan Liverpool yang sedang membangun kekuatan baru bersama Juergen Klopp turut mengantre. Beberapa legenda Jerman juga menyarankan dia untuk pindah ke luar negeri.

Namun, apa mau dikata, Goretzka justru memilih Bayern. Kepada media, dia mengaku bahwa perpindahan ini adalah mimpi jadi nyata. Goretzka juga menyebut bermain untuk Bayern bakal jadi langkah positif bagi perkembangan dan kariernya di masa depan.

“Saya memutuskan secara sadar untuk pindah ke tempat saya bisa berkembang lebih jauh. Dengan pindah ke tempat itu, saya pikir saya akan membaik,” papar dia.

Ucapan Goreztka bukan basa-basi belaka. Ketika dia bilang bahwa Bayern adalah mimpi jadi nyata, ini tak sama dengan ucapan omong kosong sebagian besar pemain saat gabung klub baru. Kalimat Goretzka adalah ucapan jujur yang memang sudah dia cita-citakan sejak lama.

Bagi para pemain Jerman seperti Goretzka, Bayern ibarat puncak karier. Ini tak cuma tentang bayaran yang lebih tinggi. Bayern menawarkan banyak hal yang tak bisa diberikan klub lain: Kesempatan berkembang di bawah pelatih dan pemain pemain berkualitas serta garansi trofi tiap musim.

Goretzka bisa mendapatkan semua itu dengan, misalnya, menjejak ke Liverpool. Namun, status Bayern sebagai penguasa Bundesliga sejak puluhan tahun lalu jadi daya tarik yang tak kuasa ditolak oleh sebagian besar pemain Jerman, bahkan para pemain non-Jerman yang berkarier di Bundesliga.

Satu lagi, bergabung dengan Bayern juga seolah jadi tiket instan menembus Timnas. Pada 2016, Joshua Kimmich yang baru menjalani musim pertamanya di Bundesliga bersama Bayern sudah mendapat panggilan dan jadi andalan Timnas Jerman di Piala Eropa.

Bahkan seorang Sandro Wagner melakoni debut Timnas Jerman ketika berlaga bersama Bayern. Waktu itu, usianya sudah lewat angka 30.

Goretzka sama sekali tak kuasa menampik ketika disinggung perkara serupa. “Menjadi pemain yang lebih baik dan menjadi pemain kunci di Timnas Jerman adalah efek positif yang saya inginkan,” ungkap Goretzka.

Gayung bersambut, sejak dahulu Bayern memang punya ambisi untuk menjadi representasi Jerman. Ini mulai terlihat sejak tahun 70-an dengan puncaknya terjadi pada Piala Dunia 1974. Di masa itu, enam dari sebelas pemain inti Jerman (Jerman Barat) berasal dari Bayern.

Mereka adalah Franz Beckenbauer, Uli Hoeness, Hans-Georg Schwarzenbeck, Paul Breitner, Sepp Maier, dan Gerd Müller. Keenam nama itu jadi sosok penting dalam keberhasilan Jerman Barat menjuarai Piala Dunia 1974 dengan mengalahkan Timnas Belanda.

Aroma Bayern di Timnas Jerman kian kentara pada banyak turnamen berikutnya. Ini juga jadi salah satu pilar strategi transfer Bayern. Untuk mewujudkannya, mau tak mau, para pemain top Jerman yang berlaga di Bundesliga akan masuk dalam radar Bayern. Tanpa terkecuali.

Ketika Leroy Sane pertama kali mencuat bersama Schalke berapa musim lalu, Bayern sebetulnya sempat tertarik. Namun, Manchester City lebih serius. Meski begitu, Sane akhirnya tetap mendarat di Sabener Strasse tiga musim berselang. Bayern melakukannya sebab ini sesuai dengan ambisi mereka.

“Dia pemain luar biasa yang sudah membuktikan kualitasnya selama beberapa tahun. Tujuan kami adalah mengumpulkan para pemain terbaik Jerman di Bayern Muenchen. Kedatangan Leroy adalah bagian dari upaya mewujudkan tujuan ini,” ujar CEO Bayern, Karl-Heinz Rummenigge.

Dalam prosesnya, para pemain bintang non-Jerman yang berlaga di Bundesliga juga ikut dijangkau. Hal tersebut menjelaskan mengapa Lucio, Ze Roberto, Lewandowski, Vidal, Mandzukic, Upamecano, hingga banyak nama lain selalu dikait-kaitkan dengan Bayern.

Semua upaya itu juga termasuk cara Bayern untuk menjaga Bundesliga tetap jadi sorotan. Meski tak begitu tertarik mendatangkan Kai Havertz dan Timo Werner, Rummenigge sempat berharap keduanya tetap di Jerman untuk menjaga kualitas Bundesliga.

***

Jika mesti menyebut satu orang sebagai sosok penting di balik kebijakan ambisius ini, salah satunya adalah Uli Hoeness, legenda sekaligus bos Bayern sejak 2009. Dalam kepala Hoeness, Bayern mesti menjadi perwujudan terbaik dalam semua aspek sepak bola di Jerman.

Pada 2017, Bayern meresmikan FC Bayern Campuss, akademi yang dibangun dengan dana puluhan juta euro. Ini jawaban Hoeness atas kegilaan di bursa transfer sekaligus perwujudan lain dari ambisinya, yakni menjadi penghasil bakat sepak bola terbaik di Jerman.

Hoeness paham betul bahwa akademi Bayern masih tertinggal dari Leverkusen, VfB Stuttgart, SC Freiburg, bahkan Dortmund. Lewat Campuss, dia ingin menggeser kiblat itu ke Bayern. Bagaimanapun, dia ingin membuat Bayern dominan dalam semua aspek di Jerman.

Akademi juga merupakan pilar strategi perekrutan pemain Bayern. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pilar satu ini belum terlihat. Sejak David Alaba dan Thomas Mueller, Bayern sangat kesulitan mencari pemain akademi yang mampu menembus skuad inti. 

Itulah kenapa perekrutan pemain dari tim Bundesliga lebih dominan, bersamaan dengan perekrutan bintang-bintang dari klub luar. Salah satunya, ya, Upamecano.

Kamu bisa menyebutnya sebagai upaya menggembosi rival mengingat RB Leipzig, klub Upamecano saat ini, adalah lawan terberat Bayern dalam persaingan juara Bundesliga dalam dua musim terakhir dan mampu menembus semifinal Liga Champions musim lalu.

Terlepas dari fakta bahwa Bayern memang menaruh perhatian pada semua bintang Bundesliga, tim asuhan Hansi Flick tersebut memang sedang membutuhkan bek tengah seperti Upamecano.

David Alaba sudah pasti hengkang, sedangkan Jerome Boateng tak lagi seperti dahulu dan konon juga akan dilepas musim depan. Kedua pemain ini adalah tumpuan Bayern pada hampir sedekade terakhir, termasuk saat merengkuh treble winner musim lalu.

Ketika mereka akhirnya pergi dari Allianz Arena, penggantinya mesti punya kemampuan sama: Kuat bertahan serta bisa membangun serangan dari belakang. Semua atribut itu ada pada Upamecano, yang bahkan punya potensi untuk melampaui Alaba dan Boateng.

Di sisi lain, Upamecano punya release clause. Jika klub mana saja mengaktifkannya, Leipzig selaku klub pemilik tak bisa berbuat apa-apa. Bayern adalah klub tersebut. Dengan uang yang cukup, mereka memiliki posisi tawar yang kuat untuk mendatangkan Upamecano.

Alasan itu pula yang digunakan Bayern ketika merekrut pemain-pemain lain seperti Mandzukic, Lewandowski, Gnabry, Neuer, Klose, Podolski, Ballack, Lucio, dan sederet nama lain yang kamu baca pada paragraf awal. Pertanyaannya, salahkah?

Menurut Mathias Sammer, eks Direktur Olahraga Bayern, orang lain seharusnya memberi pujian alih-alih mengutuk dengan kencang.

“Mengapa yang kami lakukan tidak disukai orang-orang? Mereka seharusnya lebih menghormati kami dan bilang: ‘Mereka tidak melakukan transfer yang buruk’,” kata Sammer tak lama setelah Bayern mengumumkan kedatangan Lewandowski dari Dortmund.

“Tentu saja Anda bebas membahas semua ini, tetapi tidak dengan kami. Saya hanya tertarik dengan apa yang sudah kami lakukan dan betapa bagusnya kami dalam mendatangkan pemain selama ini. Seharusnya langkah kami patut dicontoh,” sambungnya.

Tentu jika kamu bertanya apakah perekrutan Bayern selama ini membuat rival-rival mereka di Bundesliga melemah, jawabannya adalah ya.

Namun, apakah itu yang jadi tujuan mereka? Jawabannya tidak. Lagi pula, tak semua pemain Bundesliga yang Bayern rekrut berasal dari tim rival. Coba lihat ada di mana Kimmich dan Pavard sebelum bergabung dengan Bayern.