Benzema sang Pemurah

Foto: @Benzema.

Carlo Ancelotti beralasan bahwa kekalahan Madrid di El Clasico bukan karena ketiadaan Benzema. Dalam perspektif lain, itu justru menunjukkan dengan jelas kalau Madrid sebegitu bergantungnya kepada penyerang Prancis tersebut.

Real Madrid bersilih dari pemenang menjadi pencundang hanya dalam 11 hari. Dari kemenangan heroik atas Paris Saint-Germain menjadi kekalahan memalukan dari Barcelona. Takluk 0-4 di Santiago Bernabeu jelas aib. Apalagi pada duel El Clasico.

Koordinasi pertahanan yang buruk, finishing amburadul, ditambah dengan beberapa eror individual penyebabnya. Madrid kecolongan 10 tembakan tepat sasaran dan cuma melepaskan 4. Pun dari segi xG: Cuma 0,63 yang mereka catatkan. Bandingkan dengan Barcelona yang mengumpulkan 4,26.

Carlo Ancelotti menjelaskan bahwa kekalahan ini disebabkan garis pertahanan Madrid yang kelewat tinggi. Ada betulnya, karena Barcelona benar-benar efektif dalam memanfaatkan celah yang ditinggalkan para pemain belakang Madrid. Namun, ketika Ancelotti berkilah bahwa hasil buruk ini bukan karena ketiadaan Karim Benzema. Hmm.. Sepertinya itu bisa diperdebatkan.

“Kami tidak boleh berpikir bahwa kami kalah karena Karim tidak bermain," begitu katanya dilansir situs resmi Madrid.

Well, Benzema bukan pemain sembarangan di Madrid. Kehadirannya amat vital, lebih-lebih di era Ancelotti sekarang. Pada La Liga musim ini saja Benzema memimpin daftar topskrorer plus assist sekaligus, 22 dan 11. Ya, sebegitu dermawannya dia memberikan gol dan assist---seperti namanya, Karim, yang berarti pemurah.

Belum pula dari segi morel. Kita lihat bagaimana determinasi Benzema ketika merebut bola Gianluigi Donnarumma 11 hari lalu. Dari situ gol balasan pertama Madrid tercipta. Jalannya pertandingan mulai bergeser. PSG mengendur sedangkan morel para personel Madrid mulai naik. Comeback pun sukses mereka wujudkan dan Benzema memborong 3 gol di laga tersebut.

Ketika didatangkan pada 2009, Benzema idealnya menjadi bomber andalan Madrid. Dia menjejak Santiago Bernabeu dengan gelar topskorer dan pemain terbaik Ligue 1 sebagai portfolionya. Bila ditotal ada 54 gol dia cetak selama dua musim ke belakang bersama Lyon.

Tapi gol bukan satu-satunya alasan yang membuat Benzema spesial. Nyatanya dia mampu bersilih peran dari goalagetter menjadi pelayan. Adalah Cristiano Ronaldo yang menjadi tuannya. Kalau bukan, bagaimana pula dia bisa menjadi topskorer sepanjang masa Madrid dengan 450 golnya?

Kami memang tidak akan membahas Ronaldo di sini. Tapi di satu sisi, superstar Portugal itu bisa menjadi tolok ukur eksistensi Benzema—sejak dia datang hingga hengkang. Ketika Ronaldo datang, peran Benzema bergeser dari penyerang tengah menjadi pemain depan dengan kemampuan playmaking mumpuni. Bukan lagi target-man murni. Benzema mampu mengemban status sebagai penghubung antara lini tengah dan depan.

Di musim 2017/18 misalnya, Benzema lebih intens beroperasi di tepi kiri ketimbang tengah. Ronaldo yang rutin mengisi garis terdepan. Itu kemudian membuat margin gol keduanya lebar minta ampun. Ketika Ronaldo mencetak 25 gol di La Liga musim itu, Benzema hanya mampu bikin seperlimanya. Tapi, perkara assist jangan ditanya. Benzema berhasil mencetak 10— terbanyak di Madrid. Ini jelas merepresentasikan betapa lengkapnya fitur striker berdarah Aljazair tersebut.

Selepas ditinggal pergi Ronaldo, Benzema kembali ke tugasnya sebagai produsen gol. Betul bahwa kuantitas gol El Real mengalami penurunan hingga musim lalu. Di sisi lain, Benzema-lah yang paling bisa diandalkan Madrid untuk mencetak gol.

Sejak tiga musim ke belakang, Benzema rutin menjadi topskorer Madrid. Total 87 gol dibuatnya di semua kompetisi. Bukan jumlah yang sedikit karena Benzema mengukir hampir 30 gol di tiap musimnya.

Tapi, bukannya Madrid masih punya Vinicius Junior?

Begini, Vinicius memang berhasil mempertebal eksistensinya di musim ini. Lesakannya sudah menyentuh 14 atau terbanyak kedua di La Liga. Catatan xG-nya juga tak buruk karena masih surplus 1,95. Tapi tetap saja, Vinicius belum bisa memainkan peran kompleks seperti Benzema. Lebih dari sekadar mencetak gol, tetapi juga insting mencari ruang serta kemampuan mengakomodasi peluang. Wong, 5 dari 14 gol Vinicius di pentas liga berasal dari assist Benzema. Tak ada pemain La Liga lain yang melebihi itu. Dari sini tampak bahwa Vinicius juga cukup bergantung kepada Benzema.

Bila dibalik, Vinicius baru bisa memberikan 3 assist untuk Benzema. Masuk akal karena winger Brasil itu sebenarnya juga tak jago-jago amat untuk urusan assist. Rerata umpan kuncinya memang menyentuh 2,1 per laga. Tapi untuk xA, catatannya minus 0,08 dari total 6 assist. Jauh di bawah Benzema yang nilai xA-nya mencapai 6,61 dari total 11 assist. Artinya, dia berhasil mengemas 4 assist lebih banyak dari ekspektasi.

Benzema memainkan peranan sentral dalam format dasar 4-3-3 Ancelotti. Pendekatan serangan balik yang diusung Don Carlo membutuhkan striker dengan postur kekar, tajam, dan juga mahir mendistribusikan bola. Determinasi juga menjadi nilai plus Benzema. Tak jarang dia turun ke tengah untuk menjemput bola.

Menyitat Fbref, Benzema mencatatkan 432 touches di middle third atau nyaris sepertiga dari total sentuhannya. Selain itu, Benzema juga menjadi pemain Madrid yang paling sering melepaskan umpan dalam kotak penalti di angka 72. Jumlah itu jauh meninggalkan Vinicius di peringkat kedua dengan 55 umpan.

Salah satu sampelnya ketika Madrid menang atas Mallorca pekan lalu. Dalam mode serangan balik, Benzema membawa bola dari sisi tepi kemudian melepaskannya ke arah Vinicius yang sudah berada di tengah. Skema seperti mirip saat dia menjadi ‘pelayan’ Ronaldo beberapa musim silam.

Foto: Youtube La Liga

Ketika Benzema absen di El Clasico, Ancelotti sampai harus mengubah pakem dasarnya. Dari format 4-3-3 ke 4-2-4 dengan mendorong Luka Modric dan Federico Valverde guna membantu Vinicius serta Rodrygo.

Dari kebutuhan pressing, mungkin ini terpenuhi karena lini tengah menjadi lebih fluid untuk melakukan tekanan. Tetapi lain cerita untuk build-up serangan. Mereka tidak punya pemain yang bisa memaksimalkan umpan lambung untuk mengakomodasi serangan balik. Ini yang kemudian memengaruhi struktur permainan Madrid.

Selama Ancelotti masih mengandalkan skema counter attack, Benzema akan tetap menjadi komponen vital. Lagipula Madrid tak memiiliki striker lain yang selengkap Benzema sekarang. Bahkan untuk sekelas Vinicius yang jumlah golnya paling mendekati dirinya.

So, masih berpikir bahwa Madrid bisa baik-baik saja tanpa Benzema?