Beranjak ala Jorginho

Foto: Instagram @jorginhofrello

Jorginho beranjak dari pemain yang dipinggirkan menjadi seorang tumpuan.

Katanya, favela adalah tempat terbaik untuk melatih bakat pesepak bola. Jalanan yang sempit melatih mereka untuk bergerak dengan gesit. Kerumunan menjadikan mereka gemar berdansa melewati lawan.

Kondisi tersebut membentuk stereotip bagi pesepak bola yang besar di favela. Ronaldo, Ronaldinho, dan Gabriel Jesus contohnya. Gerakan mereka amat lincah dan lentur seakan tidak ada tulang yang menopang.

Jorginho barangkali salah satu pengecualian dari cap di atas. Gerakannya lambat. Ia juga amat jarang menunjukkan goyangan mengelabui lawan. Mantan rekan satu timnya di Chelsea, Fikayo Tomori, bahkan berkata bahwa gerakannya lebih lambat dari wasit.

Barangkali jika Tomori berkata puluhan tahun lalu, ibu Jorginho, Maria Tereza, akan setuju. Sejak tahu anaknya bercita-cita menjadi pesepak bola, Maria melihat bahwa kemampuan anaknya berbeda dengan pemain Brasil kebanyakan.

“Saat teman-temannya berlarian mengejar bola, ia justru bergerak di satu area saja,” kata Maria.

Di balik itu semua, Maria tahu betul bahwa anaknya punya mimpi yang teramat besar di sepak bola. Oleh karena itu, ia rela melepas Jorginho yang mendapatkan kesempatan untuk berlatih sepak bola meski harus meninggalkan kampung halaman di usia muda.

Pada usia 14 tahun, Jorginho berangkat ke Brusque demi bergabung di sebuah akademi sepak bola yang dibuat oleh federasi sepak bola Brasil. Brusque jaraknya hampir 200 km dari rumah Jorginho di Imbituba.

“Saya berada di sana selama hampir dua tahun dan itu adalah momen saya menempa diri. Ada 50 anak-anak dan kami selalu makan dengan menu yang sama. Tempatnya amat kotor dan menyedihkan,” kata Jorginho.

Maria, yang saat itu berprofesi sebagai pesepak bola amatir, tidak punya cukup uang untuk menjenguk Jorginho. Pertama dan terakhir kalinya ia menjenguk adalah saat-saat terakhir Jorginho berada di sana.

Jorginho berusia 16 tahun saat berangkat ke Italia dan bergabung akademi Hellas Verona. Meski berada di akademi milik klub terkenal Italia, kondisi tidak jauh berbeda dan hal ini ternyata mengagetkan Jorginho.

“Di sana, saya tinggal di sebuah biara tua dan kami dibayar 20 euro per pekan. Satu kamar kecil di biara tersebut diisi enam orang. Sementara kamar yang lebih besar ditempati oleh para biarawan tua,” kata Jorginho.

***

Tekad Jorginho sudah amat bulat. Setelah menjalani empat musim bersama Napoli, ia merasa bahwa sudah waktunya mencari pelabuhan baru. Ia pun berbicara kepada agennya, Joao Santos, tentang harapan itu.

Santos tidak kerepotan memenuhi keinginan Jorginho. Pasalnya, sebelum diminta, ia pernah bertemu perwakilan Manchester City. Pertemuan tersebut dilakukan atas keinginan Pep Guardiola yang meminta City sesegera mungkin membeli gelandang bertahan baru.

Juli 2018, Jorginho, Santos, dan Napoli sepakat atas nilai transfer yang diajukan City. Proposal bahkan hanya tinggal ditandatangani demi mengesahkan proses kepindahan Jorginho ke City.

Saat semuanya terlihat akan selesai, Chelsea datang dengan uang yang lebih besar. Di saat yang bersamaan, Chelsea juga tengah melakukan negosiasi demi mendapatkan Maurizio Sarri dari Napoli. Tanpa pikir panjang, Presiden Napoli, Aurelio De Laurentiis menolak proposal City dan menyuruh mereka datang kembali dengan nominal yang lebih besar.

City enggan menerima permintaan Napoli dan akhirnya memutuskan untuk mundur dari perburuan. Kekacauan ini membuat banyak pihak berkomentar, termasuk Guardiola yang merasa dikecewakan oleh Jorginho dan Napoli.

Jurnalis Goal, Sam Lee, mengatakan bahwa memindahkan Jorginho ke Chelsea adalah cara De Laurentiis, demi mendapatkan lebih banyak uang. Lee mendapatkan laporan bahwa Napoli menerima uang tambahan dalam kontrak Sarri apabila Chelsea kedatangan Jorginho.

Lee menambahkan bahwa De Laurentiis menggunakan segala cara agar Jorginho menerima proposal Chelsea. Jika menolak, ia tidak akan dilepas oleh Napoli sampai kontraknya habis pada akhir musim 2019/20.

De Laurentiis enggan menjawab tuduhan tersebut. Ia malah berkata, “Jorginho dibayar lebih tinggi oleh Chelsea dan saya hanya dapat menerima tawaran yang mereka ajukan.”

***

Semula, musim ketiga Jorginho di Chelsea tidak berjalan sempurna. Namun, sejak Thomas Tuchel datang, Jorginho adalah salah satu pemain yang mencuri perhatian.

Jorginho menjalani masalah sengit di putaran pertama musim 2020/21. Penampilan yang tidak memuaskan membuatnya dipinggirkan Frank Lampard. Ia bahkan sempat diparkir Lampard dalam lima pertandingan beruntun.

Di bawah Tuchel, pergerakan Jorginho lebih dinamis. Ia tidak lagi dituntut untuk selalu berada di depan pemain belakang, tapi juga menutup kreator serangan lawan jika dibutuhkan. Hal ini amat jarang terlihat, bahkan sejak memperkuat Napoli.

Di laga melawan Real Madrid, 5 Mei lalu, Jorginho tidak jarang naik ke daerah permainan lawan, untuk menutup pergerakan Eden Hazard. Hasilnya manjur, Hazard hanya dua kali sukses membawa bola di pertahanan Chelsea.

Bagaimana cara Jorginho menutup pergerakan Hazard adalah salah satu dari sekian perkembangan. Secara keseluruhan, Jorginho memang berkembang untuk urusan yang berkaitan dengan mematikan serangan lawan.

Menurut fbref, rasio keberhasilan tekel Jorginho sebelum ditangani oleh Tuchel adalah 1,4 tekel per 90 menit. Kini, angka tersebut meningkat menjadi 1,6 tekel per 90 menit. Perkembangan juga tampak dari area yang ia kover, dari yang sebelumnya hanya tengah lapangan, kini mencapai pertahanan sendiri hingga pertahanan lawan.

Jorginho juga tampil brilian saat melakukan pressure kepada lawan. Kini total pressure yang ia lakukan mencapai 9,7 pressure per 90 menit. Lebih tinggi dibandingkan rasio yang dicatatkan oleh Rodri (9) dan Fred (9,3).

***

Semua berubah saat Tuchel datang. Dari 27 pertandingan yang sudah dilakoni oleh Tuchel, Jorginho hanya disimpan lima kali, dua di antaranya adalah partai FA Cup dan satu kali absen karena akumulasi kartu. Jorginho memang tidak bisa berlari, tapi ia bisa membantu Chelsea mewujudkan mimpi.