Bernyali seperti Spalletti

Ilustrasi: Okky A.

Spalletti adalah pelatih yang punya nyali besar untuk melawan kemustahilan, merobohkan keraguan.

Keberhasilan Napoli meraih scudetto tidak hanya berkisah tentang siapa yang duduk di singgasana sepak bola Italia. Kejayaan mereka kali ini menjadi semacam bukti kalau orang-orang selatan Italia yang dicap beban negara, sumber pengangguran, dan dianggap berkawan dengan musakat, sesekali bisa bersukacita dan menumbangkan hegemoni orang-orang utara Italia.

Cerita tentang Italia terpecah jadi dua kutub, Utara dan Selatan, bukan barang baru. Kesenjangan yang cukup lebar menjadi sumber perpecahan. Italia Utara dianggap melambangkan kemakmuran, kemajuan, kekuasaan, produktivitas, dan modernisasi. Pembangunan mereka terdepan. Sedangkan Italia Selatan adalah antonim dari Italia Utara.

Perpecahan itu merambat sampai lapangan sepak bola. Dalam kolomnya di Italian Journal, John Foot berbicara soal identitas Italia Selatan dan Utara yang acap memicu rivalitas. Pesan-pesan bernada permusuhan bertebaran di tribune-tribune stadion ketika klub Italia Utara, seperti Juventus, AC Milan, dan Inter Milan, berlaga melawan klub Italia Selatan, seperti Napoli dan AS Roma.

Pada 1993, misalnya, suporter Milan memasang spanduk bertuliskan "(Giuseppe) Garibaldi adalah aib." Garibaldi sendiri merupakan salah satu pahlawan revolusi pemersatu Italia. Suporter klub Italia Utara, tulis Foot, selalu menggambarkan Italia Selatan tidak layak menjadi bagian Italia.

Sedangkan fan AS Roma sempat bernyanyi "Saya hanya punya satu mimpi agar Milan terbakar." Fan Milan membalas nyanyian itu dengan sindiran "Jika Milan terbakar, di mana kamu akan bekerja?"

Namun, suara-suara klub Italia Selatan yang berdentum keras acap dipandang sebelah mata, tong kosong nyaring sekali bunyinya. Itu karena klub Italia Utara mampu menguasai Serie A dan tampil sebagai perwujudan kesuksesan. Buktinya? Lebih dari 20 tahun, scudetto menjadi milik klub-klub yang bermarkas di Italia Utara: Juventus, Inter Milan, dan AC Milan. Sejak musim 2001/02, ketiga klub itu bergantian menjadi juara Serie A.

Hingga akhirnya, Napoli meruntuhkan semua kisah hegemoni klub dari Italia Utara setelah memastikan scudetto di Stadion Friulli, Jumat (5/5/23) dini hari WIB.

Scudetto tersebut, selain mengakhiri penantian 33 tahun Napoli, melucuti beban yang beratnya tanpa ampu di pundak Luciano Spalletti. "Saya merasa lebih santai sekarang karena telah memberikan mereka kegembiraan," ucap Spalletti kepada DAZN sebagaimana dilansir Football-Italia. 

Rekam Jejak

"Selamat datang, Luciano. Kita akan bekerja sama dengan baik."

Itu adalah pernyataan Presiden Napoli Aurelio De Laurentiis saat memperkenalkan Spalletti sebagai arsitek anyar klub untuk mengarungi musim 2021/22.

Ada target besar bagi Spalletti. Salah satunya membawa Napoli kembali berlaga di Liga Champions. Target tersebut tentu tidak lantas membuat Spalletti ciut. Ia adalah pelatih yang punya nyali besar untuk melawan kemustahilan, merobohkan keraguan.

Ambil contoh pada awal musim 2021/22, Napoli tidak banyak manuver dalam bursa transfer. Dari empat pemain yang didatangkan, hanya Matteo Politano yang dinilai bisa menambah daya ledak tim. Selentingan kabar Napoli tidak akan banyak berbicara mencuat. Namun, Spalletti mampu membawa Napoli kembali berlaga di Liga Champions setelah finis di posisi tiga.

Situasi awal musim 2022/23 lebih parah lagi. Napoli kehilangan sejumlah bintang, mulai dari Kalidou Koulibaly, Fabian Ruiz, Lorenzo Insigne, sampai Dries Mertens. Kepergiaan bintang-bintang tersebut digantikan oleh pemain yang tidak punya curriculum vitae oke macam Tanguy Ndombele, Kim Min-jae, Giacomo Raspadori, Giovanni Simeone, dan Khvicha Kvaratskhelia. Wajar, toh, kalau Napoli-nya Spalletti disesaki keraguan.

Kendati begitu, Spalletti lagi dan lagi mampu menyihir Napoli menjadi kesebelasan yang menjanjikan. Formula yang ia terapkan pun membuat Napoli tajam dan kokoh. Cara bertanding mereka juga mengasyikkan: agresif, menekan dengan intens. 

Pelatih Eintracht Frankfurt, Oliver Glasner, bahkan sempat mengatakan bahwa Napoli-nya Spalletti memainkan sepak bola anti-Italia. Maksudnya, gaya bermain Napoli berbeda dengan gaya bermain klub Italia pada umumnya yang menekankan seni bertahan.

“Mereka selalu memiliki intensitas yang hebat. Tanpa bola, mereka bermain agresif, menekan sangat tinggi dengan counter-pressing yang sangat intens. Mereka sangat berbeda dari tim Italia lainnya," ucap Glasner dilansir The Athletic.

Sebenarnya, gaya main Napoli musim ini nyaris serupa dengan musim lalu dalam format 4-3-3. Umpan-umpan pendek dengan pergerakan dinamis sampai memasuki sepertiga akhir pertahanan lawan tetap menjadi andalan dalam membangun serangan.

Salah satu yang membedakan Napoli versi Spalletti musim lalu dan musim ini adalah tugas bek sayap. Musim lalu, bek sayap diberi kebebasan, mulai dari bergerak lebih dalam sampai menembak bola, saat mendekati kotak penalti lawan. Sedangkan musim ini, pergerakan dua bek sayap mereka lebih melebar dan rajin melepas umpan silang.

Skill Mario Rui dan Giovanni Di Lorenzo dalam mengirim umpan silang terbilang ciamik. Dua pemain itu sudah merangkum 10 assist sejauh ini di Serie A. Berdasarkan catatan SofaScore, akurasi umpan silang Napoli meningkat. Musim lalu, persentase umpan silang sukses dalam satu laga hanya 23 persen. Sedangkan musim ini mencapai 26,4 persen per 90 menit.

Kvaratskhelia tentu menjadi sorotan. Pemain Georgia ini punya daya ledak yang besar. Kemampuan menahan bola di kakinya plus penyelesaian akhir yang oke menjadi ancaman bagi lawan-lawannya. Total, ia sudah merangkum 12 gol dan 10 assist di Serie A.

Bagaimana dengan Victor Osimhen? Tentu saja, ia adalah ujung tombak Napoli. Rangkuman 22 gol jadi bukti sahih ketajaman Osimhen musim ini. Berkat torehan itu, ia berpotensi menyandang status pencetak gol terbanyak Serie A.

Tangan dingin Spalletti tentu berkontribusi besar atas capaian Kvaratskhelia dan Osimhen musim ini. Jika melihat rekam jejak, Spalletti memang pelatih yang memiliki sihir. Ia bisa mengorbitkan pemain potensial menjadi bintang. Saat mengarsiteki Udinese, misalnya, ia mampu memaksimalkan Di Natale, David Di Michele, Vincenzo Iaquinta, Sulley Muntari, David Pizzaro, Marek Jankulovski, dan Stefano Mauri.

Ketika menjadi pelatih AS Roma pada musim 05/06, Spalletti menghidupkan kembali peran false nine manakala memainkan Francesco Totti sebagai penyerang dalam format 4-1-4-1. Sebelas tahun kemudian atau pada musim 2016/17, Spalletti memoles Edin Dzeko menjadi pencetak gol terbanyak Serie A dengan rangkuman 29 gol.

Saat pertama kali mendarat di Kota Naples, markas Napoli, Spalletti berkata: "Ini adalah kota tempat sepak bola dan keajaiban adalah hal yang sama."

Jika melihat keberhasilan Napoli dan rekam jejaknya sebagai pelatih, keajaiban Naples sebenarnya berada di tangan Spalletti sendiri.

Jadi, sudah sepantasnya, Spalletti mendapatkan puja-puji dan tepuk tangan sekeras-kerasnya untuk saat ini. Ingat, ya, saat ini. Karena, esok hari, bulan depan, musim depan, siapa yang tahu 'kan?