Bertahan seperti Xabi Alonso

Foto: Twitter @xabialonso

Cara pandang, pikiran, dan kegigihan gelandang bertahan bukan tak mungkin memampukan Xabi Alonso tahan untuk tetap berdiri di pinggir lapangan sebagai pelatih yang mengantar timnya dari satu kemenangan kepada kemenangan lain.

Membayangkan berdiri di pinggir lapangan pada setiap pertandingan Borussia Moenchengladbach, Xabi Alonso kembali kepada kesimpulan bahwa bagi gelandang bertahan, lapangan sepak bola adalah sarang penyamun. 

Mata mereka harus awas mengamati siapa pun yang ada di sekelilingnya. Kesalahan seorang gelandang bertahan tidak akan membuatnya dituding sebagai pemain buruk, tetapi membuat tim diganjar cap bermain butut.

Itulah sebabnya gelandang bertahan brilian mendapat tempat spesial di kepala Johan Cruyff. Merevolusi sepak bola dengan total football-nya, Cruyff melihat gelandang bertahan sebagai komponen tak tergantikan dalam sebuah tim. 

Naif jika mengira tugas gelandang bertahan adalah tekel dan tabrak sana tabrak sini melulu. Seorang double-six tidak boleh kehilangan kontrol atas pemain-pemain di sekelilingnya. 

Kesadaran yang sangat tinggi akan ruang dan kemampuan untuk membuat keputusan tepat dengan cepat adalah dua kualitas yang mutlak dimiliki oleh siapa pun yang mengemban peran itu. Lantas jika bicara soal gelandang bertahan didikan Cruyff, Pep Guardiola merupakan salah satu karya terbaiknya.

Puji Tuhan Guardiola bukan satu-satunya gelandang bertahan yang hebat. Xabi Alonso merupakan salah satu pemain yang membuat penghormatan Cruyff pada gelandang bertahan tak mati dimakan zaman.

***

Jauh sebelum berlaga di bawah kepemimpinan Guardiola di Bayern Muenchen, Alonso sudah turun arena sebagai gelandang bertahan. Ketika bermain di Liverpool, Rafa Benitez menugaskannya sebagai left double six dalam formasi 4-2-3-1.

Tanggung jawab Alonso berubah-ubah, tergantung siapa yang menjadi mitranya di sisi kanan. Ketika berdampingan dengan Steven Gerrard, ia harus bermain dengan lebih positional. Dalam pola yang demikian, Gerrard yang akan menjalankan offensive run kepada penyerang lubang dalam tim.

Dalam musim-musim terakhirnya di Liverpool, Alonso ditandemkan dengan Javier Mascherano. Pemain asal Argentina ini adalah kebalikan Gerrard. Ia tangguh dan kompetitif, tetapi bukan pemain yang bermain ofensif. 

Dibandingkan dengan Gerrard, Mascherano lebih positional. Alonso merespons situasi itu dengan bermain lebih jauh, bahkan sampai mengambil jarak yang cukup rapat dengan Gerrard dan Fernando Torres. Pasalnya, Liverpool membutuhkan seorang pemain yang menjadi penghubung kepada keduanya.

Foto: Wikipedia

Alonso tidak lagi bisa bermain dengan mengandalkan umpan-umpan pendek melulu. Ia juga harus bekerja sama dengan dua pemain sayap untuk memastikan aliran bola tidak mandek di tengah jalan. Selain Torres dan Gerrard, Liverpool di masa itu ditopang oleh Jamie Carragher dan Daniel Agger sebagai duet bek tengah serta Alvaro Arbeloa dan Fabio Aurelio sebagai full back.

Bermain sebagai gelandang bertahan berarti siap untuk melepas kebebasan. Saat menyerang, Gerrard akan berlari untuk memberi bola terakhir kepada Torres. Rasanya tidak ada lawan yang kelewat peduli setan jika melihat Gerrard berlari. Kebanyakan dari mereka akan langsung menginjak pedal gas untuk menghantam sang kapten.

Mengembalikan Gerrard menjadi freeman hanya bisa dilakukan dengan memecah tekanan lawan. Dari situ, harus ada pemain lain yang menjadi umpan untuk mengalihkan pertahanan. Maka, majulah Alonso untuk menjalankan tanggung jawab yang ngeri-ngeri sedap itu.

Jika tekanan berpindah kepada Alonso, Gerrard akan kembali menjadi seorang freeman yang leluasa mengalirkan bola kepada penyelesai akhir. Itu artinya, Alonso mesti mengubur dalam-dalam ambisi untuk mencetak dan merayakan gol sejak peluit tanda laga dimulai.

Kepindahan ke Real Madrid membuat Alonso menghabiskan sebagian besar kariernya di bawah kepelatihan Jose Mourinho. Pelatih asal Portugal itu hampir selalu menggunakan sistem dua gelandang. Ia memasangkan Alonso dengan Sami Khedira di sisi kanan dan menempatkan Mesut Oezil yang menghubungkan lini tengah dan serang. 

Oezil menjalankan tugas yang sulit karena lawan sering memberikan tekanan intens di area itu. Namun, Mourinho beruntung karena Oezil bukan pemain yang gampang kehilangan kontrol saat ditekan lawan. Dalam keadaan terjepit, ia kerap menemukan celah untuk mengalirkan bola kepada Cristiano Ronaldo di kiri atau Angel di Maria di kanan.

Masalahnya, rencana tersebut mustahil tergenapi jika tidak ada yang menyuplai bola kepada Oezil. Untuk tugas itulah Alonso dimainkan, terlebih Madrid ala Mourinho sangat mengandalkan transisi cepat dan tidak membutuhkan banyak kolaborasi antar-pemain ketika menyerang.

Ketika lawan sedang menguasai pertandingan, Alonso harus menyesuaikan diri. Ambil contoh saat Madrid berhadapan dengan Barcelona yang diperkuat oleh Lionel Messi plus gelandang-gelandang cerdik.

Salah satu pemain yang sering menjadi hulu serangan adalah Xavi Hernandez yang turun untuk mengambil bola. Alonso akan merespons dengan menekan Xavi. Dalam situasi ini, Messi biasanya akan turun membantu Xavi hingga ke paruh lapangan alias bersiaga di belakang Alonso.

Yang tampak pada titik itu adalah dua pemain Barcelona mengepung Alonso yang berdiri sendirian. Namun, apa yang terlihat tidak selalu menggambarkan keadaan sebenarnya. 

Situasi demikian adalah waktu yang tepat untuk menganggu ritme Barcelona dengan mengadang Messi. Ketika tertekan, Messi biasanya bakal mencari celah untuk melepaskan bola, entah itu ke David Villa atau Pedro yang bermain melebar. 

Dengan bantuan Sergio Ramos dan Pepe, Alonso membentuk barikade yang menghalangi Messi untuk melanjutkan aliran bola. Kalaupun bola belum beranjak dari kaki Messi, setidaknya keleluasaan La Pulga terkikis oleh kepungan tiga pentolan lini pertahanan Madrid tersebut.

***

Hengkang ke Bayern Muenchen, Alonso mendapat kesempatan yang entah diidamkan oleh banyak pesepak bola di dunia: Dilatih Pep Guardiola.

Guardiola adalah pelatih yang ‘tega’ menggunakan cara apa pun untuk merengkuh kemenangan. Baginya tak ada peran atau posisi yang benar-benar mutlak. Semua bergantung pada situasi yang sedang dihadapi oleh tim.

Prinsip itu mengharuskan anak-anak asuhnya rela bermain di posisi yang tidak semestinya tanpa mengurangi kualitas. Entah apes entah beruntung, gelandang bertahan Bayern didapuk untuk menjalankan tanggung jawab tersebut. 

Kebanyakan tim akan bermain dengan mengandalkan serangan balik ketika berhadapan dengan Bayern. Sebaliknya, transisi cepat merupakan salah satu trik paling jitu untuk mengandaskan serangan balik lawan. 

Akan tetapi, Guardiola tidak mau membuat Bayern asuhannya menjadi serupa tim lain. Ketimbang meredam serangan balik dengan transisi, Guardiola membuat lawan tidak sanggup memulai counter attack.

Ketika menguasai bola dan lawan mengira mereka memainkan bola dari sisi sayap, Bayern justru menciptakan serangan cepat dan direct yang membuat lawan mati kutu. Bahkan sebelum serangan balik muncul, Guardiola sudah meniadakan serangan balik.

Foto: katatonia82-Shutterstock

Berlaga di pos bek tengah yang tentu saja bukan posisi aslinya, Alonso menjadi pemain kunci. Ia tidak tampil seperti orang kesetanan, tidak pula bermain dengan trik-trik heboh dan umpan-umpan memesona. Permainannya saat memulai serangan dari posisi terdalam tampak sederhana, bahkan terkesan biasa-biasa saja.

Namun, jangan lupa Cruyff pernah berkata bahwa memainkan sepak bola dengan cara sederhana adalah perkara paling sulit. Dengan permainannya, Alonso seperti menguasai pikiran lawan, lalu mempermainkan dan mengacaukannya. Saat lawan mengira ia akan melepas umpan pendek, bola malah sudah sampai di kaki penyerang Bayern yang mendapatkan posisi di depan gawang.

***

Guardiola menyebut Alonso akan menjadi pelatih yang hebat di mana pun ia bekerja. Guardiola tahu persis bahwa anak asuhnya itu begitu penasaran dengan taktik. 

Kesimpulan demikian diambil bukan hanya dari rekam jejak Alonso yang mau melakukan apa pun, bahkan menanggalkan filosofi, ideologi, ambisi--atau apa pun namanya--untuk membawa tim pada kemenangan; tetapi juga kegigihannya untuk mempelajari taktik.

Agustus 2018 ketika tim-tim melakoni persiapan pramusim, Alonso mendatangi tempat latihan Manchester City untuk belajar. Ia ingin mengamati sendiri dari sisi lapangan bagaimana Guardiola membangun tim. 

Lagi pula, kawan baik Alonso, Mikel Arteta, merupakan bagian dari tim kepelatihan City saat itu. Melihat teman masa kecilnya itu, Alonso tahu bahwa memeram impian menjadi pelatih bukan perkara konyol bagi pesepak bola yang telah gantung sepatu.

Alonso memulai karier kepelatihannya dengan meyakinkan. Ia membawa Real Madrid U-14 menutup musim 2018/19 sebagai juara liga tanpa kekalahan. Dalam 23 pertandingan, mereka mengantongi 22 kemenangan dan 1 hasil imbang. 

Alonso melatih Real Sociedad B pada 2019/20. Tim yang dipimpinnya itu menjadi pemuncak sementara Subgrup A Segunda Division B 2020/21 dengan 11 kemenangan serta masing-masing 4 kekalahan dan imbang. 

Sepak bola tak memiliki ruang untuk kisah Cinderella yang nasibnya berubah dalam sekejap hanya karena menjadi anak baik. Di atas lapangan bola, mereka yang paling giat dan berbakat pun bisa babak-belur dan menutup kisah sebagai pecundang. 

Tak ada yang menjamin pengalaman dan catatan di awal karier kepelatihan itu akan membuat seorang peri mengayunkan tongkat ajaibnya untuk menyulap Alonso menjadi juru taktik hebat beberapa jam sebelum tengah malam tiba.

Namun, Alonso mengawali titimangsa baru sebagai pelatih bukan dengan tangan kosong. Terlepas benar atau tidaknya laporan tentang kesepakatan dengan Moenchengladblach, Alonso punya kesempatan untuk mendapat tempat spesial di pinggir lapangan.

Ia memiliki inteligensi taktik, pengalaman, kepemimpinan, kesediaan melihat orang lain dari sudut pandang berbeda, kemampuan bicara dalam tiga bahasa, serta didikan pelatih-pelatih kelas dunia. Selain Benitez, Mourinho, dan Guardiola, Alonso pernah dilatih oleh John Toshack, Carlo Ancelotti, Manuel Pellegrini, Vicente del Bosque, Luis Aragones, dan Jupp Heynckes.

Menjadi pemain antisipatif adalah keharusan bagi seorang gelandang bertahan. Sebelum serangan timnya gagal, ia mesti paham betul di mana lawan bakal memulai serangan. Sesaat sebelum menggagalkan serangan lawan, gelandang bertahan harus tahu persis bagaimana lawan memulai serangan balik.

Sebagai gelandang bertahan, Alonso terbiasa bertanding dengan area pandang yang luas. Ia dipaksa dan dilatih untuk terus-menerus menjelajah sampai ke titik terjauh dari batas kemampuan berpikir pesepak bola.

Jika cara pandang, pikiran, dan kegigihan sebagai gelandang bertahan memampukan Alonso bertahan sebagai gelandang terhormat, bukan tak mungkin cara pandang, pikiran, dan kegigihan yang sama membuat Alonso tahan untuk tetap berdiri di pinggir lapangan sebagai pelatih yang mengantar timnya dari satu kemenangan kepada kemenangan lain.