Borussia Moenchengladbach Mestinya Bisa Lebih Baik dari Ini

Foto: @borussia_en.

Dengan apa yang mereka miliki, Borussia Moenchengladbach mestinya bisa menjadi pesaing serius di Bundesliga musim ini. Lantas, apa yang membuat mereka berantakan?

Borussia Moenchengladbach musim ini seperti sebuah film yang dari trailer-nya terlihat menjanjikan tetapi hasilnya malah berantakan.

Sebagai film, mereka nyaris punya semua: Ide cerita yang segar serta aktor-aktor berpengalaman hingga para pendatang baru yang lumayan. Sang sutradara bahkan termasuk salah satu yang progresif. Namanya Adi Huetter, yang kiprahnya di Eintracht Frankfurt mendapat banyak sekali pujian.

Huetter diumumkan sebagai pelatih anyar ketika musim 2020–21 belum rampung. Pemicunya adalah hengkangnya Marco Rose ke Borussia Dortmund. Untuk mendatangkannya, Gladbach rela mengeluarkan 7,5 juta euro atau lebih besar 2,5 juta euro dari hasil penjualan Rose.

Apakah ini perjudian? Tentu saja tidak. Pasalnya, Huetter tak ubahnya Rose itu sendiri. Keduanya punya pendekatan bermain yang mirip karena sama-sama memiliki ‘aroma’ Red Bull. Baik Rose maupun Huetter adalah pelatih yang menjunjung tinggi sepak bola agresif, cepat, dan vertikal.

Sepak bola seperti itulah yang membuat Huetter sukses besar di Young Boys. Tadinya cuma klub lelucon di Swiss, Huetter berhasil mengubahnya menjadi kekuatan yang menakutkan. Torehan juara Liga Swiss 2017–18 jadi hasilnya, yang juga merupakan gelar pertama Young Boys sejak 1986.

Foto: Bundesliga.com

Di Frankfurt, Huetter tak mampu meraih apa-apa, tetapi ia sanggup menyulap Frankfurt yang cenderung defensif saat bersama Niko Kovac menjadi salah satu tim dengan lini serang terbaik (69 gol). Frankfurt bahkan bisa saja finis di zona Liga Champions seandainya tak terpeleset di markas Schalke.

Dengan CV demikian, wajar kiranya publik Gladbach begitu antusias. Apalagi yang membawanya ke Gladbach adalah Max Eberl, salah satu direktur olahraga dengan visi terbaik di Jerman. Eberl sendiri turut optimistis dengan manuver yang ia dan timnya lakukan.

“Bagi kami, dia adalah pelatih terbaik untuk menjalankan misi-misi kami ke depan sejak musim panas nanti,” tutur Eberl.

Bahwa Gladbach ada di urutan ke-13, sudah mengalami enam kekalahan, dan memiliki selisih gol minus adalah bukti optimisme Eberl tak berbanding lurus dengan yang terjadi. Terkini, Jonas Hoffman dan kolega dihajar 0–6 ‘dalam satu babak’ saja oleh SC Freiburg di hadapan publik sendiri.

Namun, apakah ini salah Huetter sepenuhnya?

Masalah di Lini Depan

Salah satu masalah Gladbach musim ini adalah lini serang yang tumpul. Torehan gol mereka yang merupakan terendah kelima, yakni 18 gol, jadi cara termudah untuk mengidentifikasinya. Masalahnya, kualitas peluang mereka tak bisa dipandang buruk, intensitas menyerangnya apalagi.

Cara bermain Gladbach juga tampak menjanjikan. Lewat skema 3–4–2–1 yang bisa bertransformasi menjadi 4–2–3–1, Gladbach bisa tampil dominan dengan counter pressing intens, sebagaimana mereka selama ini. Persentase kesuksesan pressing mereka bahkan terbaik kelima di Bundesliga.

Kulminasi dari semuanya bisa kamu lihat dari catatan tembakan. Musim ini, Gladbach adalah tim dengan jumlah tembakan terbanyak kedua. Ada 226 tembakan yang mereka lepaskan, hanya tertinggal dari Bayern Muenchen yang punya catatan 269 tembakan.

Jumlah tembakan yang tinggi itu juga sejalan dengan kualitas peluang yang mereka miliki. Menyitat Fbref, xG Gladbach berada pada angka 25,1. Itu artinya ada defisit 7,1 dari ekspektasi gol yang seharusnya. Tak ada tim Bundesliga yang catatannya lebih buruk dari angka tersebut musim ini.

Lantas, jika intensitas menyerang dan kualitas peluang bukan masalahnya, berarti penyelesaian akhir merekalah yang medioker. Soal ini, Lars Stindl jadi salah satu yang bertanggung jawab. Baru dua gol yang dia bikin, padahal memiliki ekspektasi gol mencapai angka 4,6.

Ini jadi masalah karena Stindl adalah tumpuan utama gol Gladbach musim lalu. Perannya sebagai penyerang lubang sanggup menutupi performa angin-anginan duet Marcus Thuram dan Alessane Plea. Total 14 gol yang Stindl cetak, jauh melampaui xG-nya yang hanya 9,21.

Musim ini, Thuram dan Plea belum menunjukkan perbaikan. Kondisinya jadi kian masalah karena nama pertama sempat absen lebih dari dua bulan akibat cedera. Di sisi lain, salah satu sumber gol lainnya, yakni Florian Neuhaus yang musim lalu bikin enam gol, lebih sering jadi pengganti.

Beruntung Gladbach masih punya Jonas Hoffman. Efektivitasnya dari sisi kanan beberapa kali menyelamatkan Gladbach. Sudah tujuh gol yang Hoffman cetak, tertinggi di timnya musim ini.

Torehan pemain berusia 29 tahun itu makin spesial karena sekarang juga tercatat sebagai pemain dengan keypass tertinggi di Bundesliga (41). Sayangnya, para pemain Gladbach tak mampu mengoptimalkannya sehingga tak satu pun assist yang Hoffman bikin musim ini.

Antisipasi Crossing dan Set Piece Bermasalah

Dari 24 gol yang bersarang ke gawang mereka, 10 di antaranya terjadi dalam dua laga terakhir. Empat gol mereka terima kala takluk dari FC Koeln, sedangkan enam lainnya dari Freiburg. Selain jumlahnya yang banyak, garis besar lain yang bisa kamu ambil: Antisipasi crossing dan set piece yang buruk.

Menghadapi Koeln, ada tiga gol yang berasal dari pendekatan tersebut. Pertandingan kontra Freiburg lebih parah lagi karena semuanya bermula dari sana. Kesalahan membaca arah bola, clearance yang kerap nanggung, serta cenderung pasif saat lawan melepaskan crossing jadi pemicu utama.

Baik Huetter maupun Eberl sama-sama sepakat.

Gladbach Mestinya Bisa Lebih Baik

Semua orang menganga sekaligus terkesima melihat yang terjadi di Borussia Park akhir Oktober lalu. Menjamu Bayern Muenchen pada ajang DFB-Pokal, pasukan Adi Huetter menang 5–0. Tiga gol di antaranya bahkan mereka ciptakan pada babak pertama.

Huetter lantas menggambarkan laga itu sebagai “Performa terbaik timnya musim ini.”

Juru taktik asal Austria itu tak berlebihan karena memang begitulah adanya. Gladbach tampil klinis di lini depan dengan serangan-serangan cepat dan vertikal. Kala tak menguasai bola, mereka terlihat agresif sekaligus bersih. Bayern tak diberi kesempatan sama sekali untuk bernafas.

Laga tersebut kian membuktikan bahwa Gladbach bersama Huetter bukanlah tim yang buruk--Eberl bahkan masih percaya kepada sang pelatih. Itu juga seolah jadi gambaran bahwa seperti inilah Gladbach jika masalah-masalah yang mereka alami musim ini teratasi.

Seperti yang kamu baca pada bagian awal, Gladbach ibarat sebuah film yang memiliki hampir semuanya. Eksekusi dan detail-detail kecil yang membuat mereka berantakan.