Bukan Hanya Nama

Ilustrasi: Arif Utama

Di sini saya coba mengungkapkan rahasia dan target-target saya sebagai pesepak bola dan sebagai manusia; tentang mimpi-mimpi dan kerja keras yang selama ini saya tempuh.

Ketika berada pada situasi harus menentukan pilihan, apa yang akan Anda lakukan? Mendengar nasihat orang lain atau mengikuti insting diri sendiri?

Saya acap dihadapkan pada pilihan-pilihan genting: Memilih antara Utrecht atau Ajax, memilih antara tinggal di Utrecht atau ke Skotlandia, memilih berhenti atau tidak dari sepak bola, sampai memilih antara melanjutkan di karier di Eropa atau menerima tawaran untuk bermain di Indonesia.

Ketika saya dihadapkan pada pilihan terakhir itu, saya mencoba mengikuti insting. Dalam hari-hari penentuan, saya merasa harus mengikuti kata hati saya. Pada akhirnya, saya menerima tawaran itu. Saya yakin ini adalah rencana baik Tuhan buat saya.

Jujur saja, 10 atau 15 tahun lalu tak pernah terbayangkan bagi saya untuk bermain di Indonesia. Saya tidak tahu banyak soal negara ini, tidak tahu banyak soal sepak bolanya. Selama berkarier, saya lebih banyak tahu tentang sepak bola Eropa.

Namun, jika Anda bertanya apakah saya menyesal mengambil keputusan ini, tentu saja jawabannya tidak. Saya sangat bersyukur bisa dapat kesempatan dan ini adalah pilihan yang baik buat saya.

Foto: Dokumen Pribadi

Well, semuanya memang tak langsung berjalan mulus. Di awal-awal kedatangan saya ke Indonesia, saya mengalami kesulitan dalam hal bahasa dan cuaca. Saya juga terkejut dengan fasilitas sepak bola negeri ini yang jauh berbeda dengan apa yang pernah saya ketahui.

Akan tetapi, saya berusaha untuk bisa beradaptasi secepat mungkin. Saya berusaha bisa nyaman dengan segala kondisi yang ada. Saya tak ingin ada hal yang mengganggu saya untuk bisa menunjukkan performa terbaik di lapangan.

Ketika adaptasi mulai berjalan lancar, yang saya lakukan adalah berlatih, berlatih, dan berlatih dengan keras. Pengalaman di Inggris (Raya) dan Belanda membentuk saya untuk selalu memberikan hal lebih dalam setiap latihan. Itu terus saya terapkan hingga sekarang.

Anda bisa bertanya ke para pemain yang pernah jadi rekan satu tim saya tentang satu hal yang identik dari Marc Klok dan kemungkinan besar Anda akan mendapat jawaban: "Dia selalu latihan ekstra sendiri."

Bagi sebagian orang itu mungkin berlebihan, tetapi saya sungguh melakukannya untuk membuat diri saya lebih baik. Bahkan, dalam hal seperti mengeksekusi tendangan bebas yang notabene sudah biasa saya lakukan, saya selalu menyiapkan latihan ekstra.

Foto: Dokumen Pribadi

Jika ditanya kemampuan apa yang mau saya tingkatkan saat ini, saya pun akan menjawab kemampuan mengeksekusi bola mati. Orang-orang mungkin bilang saya sudah baik dalam hal itu, tetapi bagi saya belum cukup. Saya masih harus mengasahnya setiap hari karena saya ingin jadi yang terbaik.

Oh, iya, bicara soal mengeksekusi bola mati, saya ingin kasih satu rahasia mengapa saya bisa melakukannya dengan baik: David Beckham.

Anda ingat di cerita pertama saya bahwa ia adalah sosok yang saya idolai 'kan? Dari dialah saya belajar. Saya menonton videonya ratusan kali. Begitu juga dengan film Bend It Like Beckham. Saya terus memahami caranya mengeksekusi dan sampai terpikir, mungkin saya juga bisa punya versi saya sendiri: Bend It Like Klok.

Sekarang saya juga jadi punya ambisi untuk bisa mencetak lebih banyak gol via tendangan bebas dan tembakan jarak jauh seperti Beckham. Untuk mewujudkannya, ada serangkaian latihan tambahan yang saya siapkan.

Saya selalu percaya bahwa kerja keras bisa mengantarkanmu meraih sebuah tujuan. Karena saya punya banyak tujuan, otomatis saya juga harus bekerja lebih keras. Jika Anda mengira bahwa tujuan saya hanya mencetak banyak gol dan punya eksekusi sepak bola lebih baik lagi, Anda salah.

Setelah bertahun-tahun menjalani karier di Indonesia, ada hal lain yang belum bisa dan ingin saya wujudkan. Pertama, meraih gelar liga. Kedua, jadi pemain terbaik liga. Ketiga, memberikan trofi untuk Indonesia dan terakhir, bisa jadi role model bagi para pemain di negeri ini.

Soal nomor tiga, saya selalu memendam asa untuk bisa membela Timnas. Saya berharap bisa main di Piala AFF dan mengantarkan Indonesia jadi juara. Saya ingin memberikan yang terbaik buat negeri ini karena saya merasa sudah diberikan kesempatan terbaik juga.

Saya ingin mempersembahkan itu untuk orang-orang yang sudah mendukung saya. Sejauh ini, saya beruntung karena bermain di klub yang punya pendukung fantastis, yang selalu mendukung para pemain untuk bisa mendapatkan yang terbaik di lapangan. Mungkin saya tak akan merasakannya jika tetap berada di Eropa.

Karenanya, sebagai pesepak bola di negeri yang punya banyak sekali suporter, tak ada hal lain yang lebih membanggakan selain melihat mereka senang. Memang selama ini ada saja yang berkomentar negatif, tetapi bukan masalah. Saya selalu menjadikan itu motivasi untuk bisa lebih baik lagi.

Untuk soal terakhir, soal jadi role model, saya ingin menjadi contoh bagi pemain lain, terutama pemain muda, untuk lebih berani. Berani menggunakan suaranya untuk hal-hal baik. Untuk berani menciptakan hal baik di media sosial, berani berbicara di depan media, dan berani bertingkah laku baik di dalam dan luar lapangan.

Foto: Dokumen Pribadi

Saya sedang mencoba untuk jadi yang seperti itu. Oleh sebab itu, ketika punya waktu luang, saya tak akan menggunakannya untuk makan sembarangan, main kartu, atau nongkrong-nongkrong ke luar. Saya berusaha memanfaatkan waktu setelah latihan untuk mengerjakan apa yang saya sukai dan bermanfaat untuk orang lain.

Saya berusaha menyalurkan ide ke media sosial, bikin video, atau menulis. Saya juga fokus pada personal branding karena saya tahu bahwa sebagai pemain, usia karier saya tidak panjang; mungkin maksimal 15 tahun. Karena itu, saya harus punya keberanian untuk melakukan hal berbeda.

Lagi pula ini bukan hanya soal keuntungan finansial yang akan didapatkan, ini juga soal membangun legacy. Bagaimana Anda bisa mengambil spotlight, membuat orang-orang melihat era emas karier Anda, dan akan selalu mengingatnya.

Saya merasa pemain yang ada di Indonesia punya potensi untuk melakukan hal yang sama seperti saya. Banyak orang yang melihat kita bukan hanya sebatas di atas lapangan, tetapi juga di luar, di dalam keseharian kita. Kita punya privilese itu, jadi tak ada salahnya untuk all out di keduanya. Ini juga untuk masa depan 'kan?

Sebab, jika suatu saat nanti saya gantung sepatu, saya tak ingin hanya dikenang sebagai Marc Klok si pesepak bola yang punya banyak gelar, tapi saya juga ingin dikenang sebagai sosok yang menginspirasi serta bermanfaat di luar lapangan. Saya ingin Marc Klok bukan hanya nama.