Bukan Hanya Salah Messi

Foto: Twitter @PSG_English

Ada banyak alasan mengapa Messi belum tampil sesuai ekspektasi, mulai dari kecakapan lawan hingga aspek taktikal.

Kemenangan Paris Saint-Germain atas Olympique Lyon, akhir pekan lalu, kalah viral ketimbang potret Lionel Messi yang menolak menjabat tangan Mauricio Pochettino.

Lyon jadi korban teranyar PSG di Ligue 1 musim ini. Sempat unggul melalui Lucas Paqueta pada menit ke-54, Lyon harus pulang dengan tangan kosong setelah PSG mampu membalas dua gol melalui penalti Neymar pada menit ke-66 dan sundulan Mauro Icardi di pengujung laga.

Sejak resmi bergabung PSG, 10 Agustus lalu, Messi baru tampil dalam tiga pertandingan, yakni saat menghadapi Reims, Club Brugge, dan Lyon. Apabila tiga pertandingan tersebut dijadikan tolok ukur, bisa dibilang bahwa penampilan Messi belum seistimewa sebelumnya.

Mengapa demikian? Mari kita bedah dari setiap pertandingan.

Vs Reims


PSG memulai laga melawan Reims dengan pola 4-3-3. Angel Di Maria, Kylian Mbappe, dan Neymar turun sejak menit pertama. Neymar bersama Marco Verratti mendapatkan tugas untuk menjadi kreator serangan PSG.

Messi baru masuk pada menit ke-66 saat menggantikan Neymar. Masuknya Messi membuat peran Verratti untuk menciptakan serangan berkurang. Saat memasuki daerah permainan Reims, pemain-pemain PSG nyaris selalu mengarahkan bola ke Messi.

Kondisi tersebut membuat Messi jadi sosok dominan terhadap serangan. Ia menerima bola 17 kali di daerah permainan Reims selama 24 menit lebih berada di atas lapangan. Tidak ada pemain PSG yang menerima bola lebih banyak saat itu.

Dari aksi yang dilakukan Messi, tidak ada yang berujung gol atau bahkan percobaan. Sejak ia diturunkan, PSG hanya mampu membuat satu peluang, yakni melalui Mbappe setelah menerima operan Julian Draxler.

Satu masalah yang menyebabkan Messi gagal tampil mengesankan di laga tersebut adalah permainan yang diperagakan oleh Reims. Sejak awal Reims memang bermain agresif. Beberapa kali Neymar dan Verratti dilanggar untuk mematikan serangan PSG.

Messi tak lepas dari aksi bertahan yang dilakukan oleh pemain Reims. Dua kali Messi kehilangan bola karena dilanggar. Saat tak dilanggar, ia diharuskan berhadapan dua pemain lawan. Kondisi jadi semakin sulit karena Draxler dan Mbappe berada di area yang sulit dijangkau.

Messi bisa jadi bakal bersinar di laga ini apabila Di Maria, yang turun sebagai winger kanan, bermain lebih menekan. Kenyataannya, saat Messi membawa bola di daerah permainan Reims, Di Maria justru lebih sering terlambat naik.

Vs Club Brugge


Messi turun sejak menit pertama ketika PSG menghadapi Club Brugge di Champions League. Lagi-lagi pola 4-3-3 dipilih oleh Pochettino. Messi di sebelah kanan, Neymar di kiri, dan Mbappe di tengah.

Messi dan Neymar ditunjuk sebagai kreator serangan PSG di laga ini. Keduanya rajin menjemput bola dan saat menyerang selalu berada di area half space lawan, Dengan bermain lebih ke tengah, mereka membuka ruang untuk dua bek sayap, yang diisi oleh Achraf Hakimi dan Abdou Diallo.

Empat shot-creating actions diciptakan oleh Messi dari daerah half space lawan. Angka tersebut terhitung lumayan apabila melihat penampilan bek kiri Club Brugge, Eduard Sobol, dalam menutup setiap aksi Messi. Ia juga berhasil menciptakan satu percobaan yang mengenai tiang.

Jika melihat secara keseluruhan, baik dalam menyerang atau bertahan, penampilan Messi di laga ini barangkali termasuk dalam kategori mengecewakan. Alasannya satu: Minimnya aksi yang ia lakukan saat bertahan.

Pochettino menjadikan Neymar, Messi, dan Mbappe sebagai pemain pertama yang menekan lawan. Kondisi ini dimaksudkan agar lawan tidak nyaman menahan bola dan secepat mungkin melepaskan umpan jauh ke depan.

Dari tiga nama pemain depan, hanya Mbappe yang cukup rajin melakukan pressing dan tekel. Messi hanya sekali melepaskan tekel dan itu gagal. Sementara itu, dari 15 pressing yang ia lakukan hanya lima yang sukses membuat lawan membuang bola.

Masalah Messi juga terlihat dari seringnya ia telat membantu pertahanan. Gol Brugge dimulai dari sisi kanan pertahanan PSG. Saat itu mereka berhasil menciptakan kondisi 2v1 di sisi kanan pertahanan PSG yang berujung umpan silang dari Sobol.

Vs Olympique Lyon


Pochettino mengubah pola dari 4-3-3 menjadi 4-2-3-1 saat bersua Lyon. Tiga posisi di belakang penyerang diisi oleh Messi, Neymar, dan Di Maria. Mbappe mengisi satu posisi di depan.

Saat PSG memegang bola, posisi empat pemain ini amat cair. Mereka bisa saja berada di posisi yang sejajar atau kembali ke semula, tergantung pada pendekatan saat melihat posisi bek lawan maupun siapa yang membawa bola.

Sama seperti laga melawan Club Brugge, tak ada masalah berarti dari kecakapan Messi dalam membangun serangan. Satu yang membuat PSG hanya dapat mencetak gol melalui penalti hingga ujungnya Messi diganti adalah sisi kanan PSG.

Messi dan Di Maria menjadi pemain yang area kerjanya adalah sisi kiri pertahanan Lyon. Mereka kebalikan dari Neymar dan Mbappe. Yang jadi masalah, mereka amat sering memulai serangan di area yang berdekatan, yakni half space kiri Lyon.

Penempatan posisi Messi dan Di Maria tidak secair Neymar dan Mbappe. Misalnya, saat Neymar coba masuk ke kotak penalti Lyon, Mbappe akan mencari posisi lain untuk memudahkan Neymar melakukan penetrasi. Entah itu berada di depan gawang atau berada di luar kotak penalti.

Masalah makin rumit setelah Thilo Kehrer tak seeksplosif Hakimi saat PSG membawa bola. Ia lebih sering berada di sekitar Marquinhos yang menjadi bek tengah sebelah kanan. Saat naik, ia juga kerap berdiri di samping Ander Herrera.

Keputusan Pochettino mengganti Messi dengan Hakimi dimaksudkan untuk membuat PSG punya pemain aktif mengisi sisi kiri pertahanan Lyon. Entah apa alasan Pochettino lebih memilih Messi yang diganti ketimbang Di Maria.

***

Messi belum berkontribusi lewat gol dan assist, meski Messi sebenarnya cukup punya andil untuk PSG sejauh ini. Namun, jika dibandingkan dengan Barcelona, andil Messi sejauh ini memang lebih sedikit.

Dari tiga pertandingan, ada banyak alasan yang rasional mengapa Messi belum mampu tampil mengesankan, mulai dari penampilan apik lawan hingga keputusan taktikal pelatih. Selain itu, Messi juga tak bisa diandalkan sendirian, ia butuh rekan-rekan yang mampu menopang dan melayani agar perannya bisa semakin optimal.