Bukan Little Cholo

Foto: Instagram @hellasveronafc.

Hasrat terbesar Giovanni Simeone adalah Liga Champions. Turnamen itu adalah pintu yang bisa membawanya pada pembuktian bahwa ia lebih dari sekadar anak Diego Simeone.

Giovanni Simeone membuat tato pertamanya yang bergambar logo Liga Champions itu saat berusia 13 tahun.

"Sewajarnya tato pertama itu dibuat saat usiamu, setidaknya, 18 tahun. Namun, saya penggembar berat Liga Champions. Makanya saya membuat tato logo Liga Champions."

Ibunya bertanya "Mengapa?" ketika Simeone membuat tato pertamanya saat masih begitu muda. Ayahnya, Diego Simeone, juga tidak menginginkannya. Begitulah, memiliki ayah rock n roll seperti Diego Simeone juga tak menjamin bahwa kau akan selalu menerima lampu hijau setiap kali melakukan hal nyeleneh.

"Karena pada hari saya mencetak gol pertama di Liga Champions nanti, saya akan mencium tato ini." Jawaban itu membuat seluruh pertanyaan dan tentangan dari orang tuanya berhenti. Usianya 13 tahun, tetapi segala hal di benaknya bermuara pada Eropa, Eropa, dan hanya sepak bola Eropa. 

Rupanya sejak kanak Simeone terbiasa membuat orang-orang terdiam.

***

Suporter Lazio di Stadion Marcantonio Bentegodio terdiam. Pertandingan di kandang Hellas Verona pada 24 Oktober 2021 itu berakhir dengan kemenangan 4-1 untuk sang tuan rumah. Keempat gol Verona dicetak oleh Simeone. Ia menjadi bintang lapangan paling benderang di laga itu.

Di bawah asuhan Igor Tudor, Verona berubah menjadi tim yang sangat agresif. Setidaknya itu terlihat dari hasil pertandingan mereka di Serie A 2021/22. Sebagian besar laga berakhir dengan kemenangan lebih dari 2 gol. Dua yang paling mengejutkan adalah saat mereka memberi kekalahan pertama bagi AS Roma di Serie A dan kemenangan 4-1 atas Lazio. Dua tim ibu kota Italia bertekuk lutut di hadapan Verona.

Kunci agresivitas Verona terletak pada formasi 3-4-2-1. Formasi ini digunakan Tudor sejak melatih Hajduk Split di Liga Kroasia. Meski menggunakan skema tiga bek, mereka memiliki cara khusus untuk menyeimbangkan serangan dan pertahanan. 

Tudor memiliki dua cara untuk membangun serangan. Yang pertama menggunakan poros tunggal di belakang para penyerang. Yang kedua dan paling sering dilakukan adalah menggunakan poros ganda. Dalam hal ini, Ivan Ilic merupakan pemain vital. Di antara seluruh gelandang yang dapat ditugaskan sebagai poros ganda, Ilic tak pernah absen di Serie A 2021/22. Dia pun selalu menjadi pilihan pertama.

Karena banyak tim di liga menekan di awal garis serangan dengan dua orang pemain, penggunaan tiga bek memungkinkan Verona memiliki keunggulan jumlah di fase pertama serangan sehingga pemain poros, entah ganda atau tunggal, dapat ikut membantu untuk mempermudah kerja para bek melalui area tengah.

Verona cenderung melebarkan bola dan maju melalui sayap. Jika tekanan lawan tidak agresif, mereka dapat menggagas serangan melawan dua pemain depan dan mengutus bek tengah yang bermain melebar untuk menjangkau ruang terbuka. Itu berarti, bek tengah Verona dituntut untuk mampu berlari progresif. 

Jika berhadapan dengan tekanan yang agresif, pemain pivot akan turun untuk menjadi bek tengah ketiga, lalu bek sayap akan mendorong gelandang lebar lebih tinggi ke atas lapangan. Model permainan itulah yang menjadi hulu serangan ala Simeone. Sayangnya, Verona menutup pekan ke-10 Serie A 2021/22 dengan hasil imbang 1-1 melawan Udinese.

Giovanni adalah penyerang yang suka masuk ke dalam kotak daripada tinggal di belakang dan mengatur lini tengah timnya. Bakat terbesarnya adalah menempatkan diri pada posisi dan waktu yang tepat untuk mencetak gol. Warisan terbesar sang ayah yang terlihat dari sepak bolanya adalah tekad dan etos kerja dalam setiap pertandingan. 

Meski bertugas sebagai penyerang, Simeone memiliki work rate defensif yang mumpuni. Ini terlihat dari pressure yang dilepasnya. Mengutip statistik FBRef, Simeone bukan penyerang yang paling sering melakukan pressure. Adalah Antonin Barak, yang juga bisa berlaga di posisi gelandang serang, yang paling sering melakukannya. Jika percobaan pressure Simeone 89, Barak 138. Catatan Barak itu pulalah yang tertinggi di antara seluruh pemain Verona di Serie A 2021/22. 

Pembedanya, dibandingkan Barak, persentase pressure sukses Simeone lebih tinggi. Jika Barak 25,4%, Simeone 30,3%. Statistik ini menunjukkan bahwa Simeone tahu persis bagaimana memberikan pressure yang tepat guna tanpa meninggalkan tanggung jawab utamanya sebagai pencetak gol

Dalam sepak bola modern, para pemain depan juga dituntut untuk mampu melepas pressure dengan efektif. Upaya ini berguna untuk meminimalkan serangan lawan, terutama untuk mencegah agar lawan tak masuk ke sepertiga akhir area mereka. Terlebih, 24 dari 89 pressure itu dilakukan Simeone di sepertiga akhir area tengah. Jumlah ini hampir setara dengan 30 pressure yang dilakukannya di sepertiga akhir area serangan. 

Selain itu, pressure diperlukan untuk menginisiasi serangan balik. Lihatlah bagaimana Simone Inzaghi membentuk Inter Milan sebagai tim yang sangat efektif melancarkan serangan balik di Serie A, pun dengan racikan taktik Carlo Ancelotti yang membuat Real Madrid sanggup menumbangkan Barcelona di El Clasico La Liga teranyar.

Simeone juga berhasil meningkatkan ketajamannya. Mengacu FBRef, goal per shot Simeone pada Serie A 2020/21--ketika masih di Cagliari--ada di angka 0,14, sedangkan pada musim 2021/22 di Verona, angkanya mencapai 0,55. Pada musim 2021/22, ia mencatatkan xG 0,14 dengan jumlah gol 6 dalam 10 pertandingan. Yang artinya, surplus 4,6 gol.

***

Sepak bola bukan perkara asing bagi anak-anak Argentina. Negeri ini adalah tanah terjanji, melahirkan para maestro; mulai dari Mario Kempes, Diego Maradona, Angel di Maria, Lionel Messi, hingga Diego Simeone. Itulah sebabnya, Simeone telah berteman dekat dengan sepak bola sejak kanak. Bahkan tanggal gigi pertamanya terjadi karena sepak bola. Dalam wawancaranya bersama Sam Lewis untuk The Guardian, Simeone bercerita bahwa giginya tanggal karena dihantam bola. 

Argentina memang tanah terjanji bagi sepak bola. Namun, bukan tanah ini yang menjadi tolok ukur kesuksesan seorang pesepak bola. Bagi para pesepak bola profesional, puncak gunung prestasi itu ada di Eropa, terlebih jika mereka berhasil merengkuh gelar juara Liga Champions.

Bagi para pesepak bola luar Eropa seperti Simeone, berlaga di Eropa dan melakoni kompetisi level Eropa adalah bukti bahwa sepak bola mereka bertumbuh. Itulah sebabnya, Simeone rela-rela saja memulai perjalanannya dengan berlaga bersama klub-klub non-top seperti Genoa, Fiorentina, Cagliari, maupun Verona. 

Perjalanan yang demikian tidak lantas mendefinisikan kualitas Simeone sebagai pesepak bola, bahwa jika belum dapat bermain di klub raksasa, dia adalah pemain buruk. Siapa tahu, memang seperti itulah jalan yang harus ditempuhnya untuk sampai ke puncak gunung prestasi. Di sana, Simeone bukan hanya dapat mengangkat trofi Liga Champions, tetapi juga membuktikan bahwa ia bukan Little Cholo.