Bukan Winger Biasa

Foto: @sterling7.

Raheem Sterling dan Riyad Mahrez impresif bukan main. Mereka menjadi pemasok utama gol Manchester City di Premier League dengan 10 gol.

Manchester City bukan tim yang menggantungkan gol kepada satu-dua pemain secara rutin. Ada enam personel mereka yang sudah mengemas minimal lima gol di Premier League. Raheem Sterling dan Riyad Mahrez ada di garis terdepan. Keduanya sama-sama mengumpulkan 10 gol sampai sekarang. 

Ini sedikit berbeda dengan Liverpool, misalnya, yang menggenjot Mohamed Salah untuk bisa mencetak gol di setiap pekannya—kendati masih memiliki Diogo Jota dan Sadio Mane sebagai alternatifnya. Bukan pula seperti Tottenham Hotspur yang torehan golnya bergantung kepada Son Heung-Min dan Harry Kane. Dominasi Cristiano Ronaldo dan Bruno Fernandes di Manchester United juga bisa dikelompokan ke dalamnya.

Masuk akal kalau kemudian penampilan City stabil. Pep Guardiola yang membentuk mereka sebagai tim yang kaya alternatif. Para pemainnya dituntut memahami peran, bukan sekadar posisi. Dengan begitu, mereka bisa menelan konsep juego de posicion Guardiola lebih dalam. Penguasaan bola tidak akan terealisasi tanpa kemampuan olah bola dan kesadaran untuk mengisi ruang-ruang strategis.

***

Sebelum berbicara soal Sterling dan Mahrez, ada baiknya memahami cara kerja lini depan City. Begini, di atas kertas Guardiola memang mengadopsi format dasar 4-3-3. Namun, pada praktiknya dia mengandalkan 3-2-5 dalam fase menyerang.

Kylie Walker ditugaskan untuk membantu duo bek sentral dan membentuk shape tiga bek. Sementara di lini tengah, Rodri bertandem dengan Joao Cancelo yang berperan sebagai inverted full-back. Dua gelandang tengah sisanya didorong sehingga City memiliki lima pemain di garis terdepan. Nah, Sterling serta Mahrez ini berada di masing-masing ujung. Sterling di kiri dan Mahrez di kanan. Phil Foden, yang biasanya memainkan false-nine, diapit oleh Bernardo Silva dan Kevin De Bruyne.

Keberadaan lima pemain depan ini memperkaya opsi City dalam menyerang. Terlebih personel mereka memang jago untuk urusan 1 vs 1. Ini penting, karena memenangi duel berarti memenangi ruang. Tak jadi perkara setelah pemain lawan lainnya melakukan back-up, toh akan muncul ruang-ruang lain yang bisa dieksploitasi.

Lagipula City bisa dengan mudah memindah jalur serangan sehingga tak terpaku kepada satu insiator dan algojo peluang. Itulah alasan mengapa mereka punya enam pemain yang sudah mengemas lima gol lebih di Premier League. Begitu juga dengan assist. Kevin De Bruyne bukan satu-satunya tumpuan penyuplai peluang. Gabriel Jesus, Ilkay Guendogan, Cancelo, dan Mahrez bahkan mengukir assist lebih banyak ketimbang genius asal Belgia itu.

Fluiditas serta SDM yang mumpuni menjadi rahasia kekuatan City-nya Guardiola. Hampir semua pemain bisa mencetak gol sekaligus menginisiasi peluang. Ini yang kemudian membuat kuantitas gol mereka menjadi tinggi. Sejauh ini City mengumpulkan 68 gol di Premier League—hanya kalah dari Liverpool yang mengoleksi 3 gol lebih banyak.

Sekarang kita kembali Sterling dan Mahrez. Secara garis besar, Guardiola menggunakan mereka seperti duo legendaris Bayern Muenchen, Franck Ribery dan Arjen Robben. Sterling dan Mahrez menjadi inverted winger serta dilegalkan untuk melakukan cutting-inside.

Salah satu ampelnya ada di lesakan pertama Sterling ke gawang Norwich. Setelah menerima umpan Walker, pemain berdarah Jamaika itu membelokkan bola ke kanan lalu melepaskan placing shot. Di pertandingan itu, Sterling telah membukukan dua tembakan dengan skema yang sama dari situasi open-play. Sebelas dua-belas dengan Mahrez yang juga melepaskan sepasang tendangan dari sisi kiri.

Duel melawan Sporting CP di Liga Champions dini hari tadi juga bisa menjadi penguat lainnya. Sterling dan Mahrez melepaskan 6 tembakan bila ditotal. Mayoritas diawali dari gerakan cutting-inside.

Tembakan Mahrez dan Sterling di laga versus Sporting CP. Sumber: Whoscored

Kendati begitu, Guardiola tidak benar-benar persis memfungsikan Sterling dan Mahrez seperti Ribery-Robben. Cutting-insinde hanya menjadi salah satu opsi buat mereka, bukan sebagai signature move andalan.

Sewindu lalu mungkin sulit bagi bek lawan untuk mengantisipasi pergerakan semacam ini. Mereka bergerak melebar sedikit saja, ruang itu bakal jadi sasaran empuk buat para inverted winger. Tapi sekarang tak lagi sama. Setidaknya akan lebih sulit bagi inverted winger melakukan manuver dari tepi. Guardiola paham akan itu. Makanya Sterling dan Mahrez difungsikan untuk hal lainnya. Menarik posisi bek lawan salah satunya. Dengan begitu, pemain City lainnya bisa merangsek ke half space. Inilah tujuan Guardiola menaruh lima pemainnya di depan. Ada De Bruyne, Silva, Foden, atau Cancelo yang bisa memanfaatkan situasi semacam itu.

Senjata City dalam mengeksploitasi half space terpapar saat melibas Manchester United pekan lalu. Dalam skema gol kedua, Foden bergerak ke kotak penalti usai menerima umpan dari Jack Grealish. Kemudian Silva dan De Bruyne menyusulnya dari belakang. Tambahan pemain ini kemudian membuat mereka memenangi bola rebound.

Metode seperti bukan hanya terjadi sekali-dua kali. Dua gelandang tengah City memang ditugaskan untuk sering-sering masuk ke jantung pertahanan lawan. Buktinya, Silva-lah pemain The Citizens dengan sentuhan terbanyak di kotak penalti musuh, 173 kali.

Sumber: Youtube Manchester City

Ball possession yang diusung Guardiola bukan sekadar seberapa lama memegang bola, tetapi juga menguasai hampir tiap jengkal lapangan. Sebagaimana data yang pernah dirilis The Athletic, hanya area penalti lawan yang tak diokupansi oleh City. Sisanya mereka gunakan sebagai “taman bermain”.

Kembali lagi, ini berkaitan dengan siasat Guardiola menaruh lima pemain di lini depan. Semakin banyak personel di sana, semakin besar pula kemungkinan mereka untuk merebut bola dan mengakuisisi wilayah lawan. Dengan begitu City bisa leluasa dalam memilih jalur serangan.

Fbref mencatat City menjadi tim dengan umpan sukses tertinggi di kotak penalti lawan. Jumlahnya 411, jauh meninggalkan Liverpool (375) dan Chelsea (290). Khusus Sterling dan Mahrez, mereka menorehkan 40 dan 32. Ini merepresentasikan bahwa keduanya punya kecenderungan untuk melepaskan umpan di kotak penalti—bukan sekadar winger belok-tembak doang.