Can We Talk about Four, Baby?

Foto: LFC

Hasil imbang vs City membuat Liverpool masih punya peluang meraih empat gelar musim ini. Pertanyaannya: Apa bisa?

Banyak yang meragukan Liverpool di awal musim ini.

Pandit-pandit, bahkan para suporter, tak yakin bahwa Liverpool bisa berbuat banyak. Saya masih ingat bagaimana penulis-penulis The Athletic menjagokan Liverpool finis di posisi empat, di bawah Manchester United (WKWK!). Pun begitu dengan banyak pandit BBC yang menjagokan Liverpool finis di posisi tiga atau empat.

Juergen Klopp sendiri mengakui itu. "Musim ini, kami tidak jadi favorit di kompetisi manapun. Itu adalah fakta." Dalam wawancara dengan Peter Crouch untuk BT Sport itu, ia menambahkan, "Kami membutuhkan keberuntungan, kami membutuhkan momentum."

Asumsi itu memang tak salah. The Reds terkapar musim lalu. Mereka cuma bisa finis di urutan tiga Premier League dan tersingkir di babak perempat final Liga Champions. Di kompetisi domestik, mereka juga tak mampu berbuat banyak. Untuk bangkit dari musim yang buruk, dan kemudian keluar sebagai juara, memang berat.

Namun, yang dipinggirkan orang-orang adalah fakta bahwa musim lalu Liverpool tak dalam kekuatan 100%. Bahkan 80% pun tidak. Cederanya Virgil van Dijk, yang kemudian diikuti oleh Joel Matip dan Joe Gomez, membuat lini belakang hancur-hancuran. Penggantinya pun Nat Phillips dan Ozan Kabak yang minim pengalaman bermain di klub sebesar Liverpool.

Jordan Henderson dan Fabinho, tulang punggung lini tengah, jadi sering bermain di posisi belakang. Itu juga membuat lini tengah tak stabil. Belum lagi dengan acap absennya Thiago karena masalah kebugaran. Masalah di dua lini tersebut lantas menyebabkan masalah di lini lain dan akhirnya membuat anak-anak Liverpool limbung.

Dan musim ini, semua sudah kembali normal. Virgil van Dijk bugar, pun rekan-rekannya di lini belakang. Ia bahkan ketambahan partner baru dalam sosok Ibrahima Konate. Henderson dan Fabinho sudah kembali rutin bermain di tengah. Thiago memang masih sering absen, tapi kini ada Naby Keita yang lebih bugar daripada biasanya. Harvey Elliott amat menjanjikan sebelum cedera, dan Alex Oxlade-Chamberlain atau Curtis Jones sesekali bisa menjadi pelapis yang baik.

Bahwasanya Liverpool masih punya peluang meraih juara di seluruh kompetisi yang diikuti, dan sudah meraih piala di Piala Liga, itu jelas bukan sebuah kejutan. Itu hal wajar yang bisa didapat oleh tim sekaliber Liverpool. Tim yang sejak 2018/19 (tak menghitung musim lalu) cuma kalah enam kali di Premier League.

Ini adalah tim dengan strategi yang sudah matang. Tim yang punya skuad dan pengembangan skuad yang bagus. Tak sementereng Chelsea atau Manchester City memang, tapi jelas amat efisien. Kedatangan Luis Diaz untuk memperdalam amunisi lini depan jadi buktinya. Mantan pemain Porto itu terbukti efektif jadi senjata baru Liverpool.

Lantas kini, dengan situasi sekarang, orang-orang mulai membicarakan kemungkinan Liverpool meraih quadruple, menyapu bersih seluruh gelar tersisa. Pertanyaannya: Apa bisa?

Di atas kertas, peluang masih ada. Usai imbang 2-2 vs City di laga terakhir, Liverpool masih tertinggal satu poin saja dari City. Sepuluh kemenangan beruntun yang diraih sebelum laga vs City menunjukkan mereka berada di jalur yang benar. Namun, memang, lawan yang dihadapi adalah Manchester United, Everton, sampai Tottenham Hotspur.

United dan Everton memang lagi butut, eh maaf, tak konsisten. Namun, melawan rival kental selalu saja bisa menyulitkan Liverpool. Tottenham, sementara itu, sedang bagus-bagusnya di bawah arahan Conte. Dalam duel pertama pun mereka mampu menahan imbang Liverpool. Klopp perlu membuat anak asuhnya kembali panas dan mendapatkan momentum untuk menghadapi laga-laga itu.

Di Liga Champions, satu kaki sudah ada di semifinal seiring dengan kemenangan 3-1 atas Benfica di leg pertama perempat final. Jika kemudian lolos, mereka akan menghadapi Villarreal atau Bayern Muenchen. Memang akan berat, tapi peluang untuk melangkah ke partai puncak jelas tak kecil.

Di Piala FA, mereka akan menghadapi Manchester City (lagi) di babak semifinal. Jika menang, mereka akan menghadapi Chelsea atau Crystal Palace di partai final. Perjalanan di Piala FA juga akan jadi ujian besar, tapi mental ketika menjadi kampiun Piala Liga bisa mereka gunakan kembali di Wembley.

Sepak bola memang tidak dimainkan di atas kertas, tapi di atas lapangan. Kemungkinan untuk jatuh selalu ada. Klopp sendiri mengakui bahwa target meraih empat trofi musim ini adalah sesuatu yang tidak realistis. Menurut pria berpaspor Jerman itu, tak ada satu pun tim yang akan memikirkan kemungkinan meraih quadruple.

Jadwal yang sulit jadi salah satu dasar ketidakyakinan Klopp itu. Namun, sebagaimana katanya di awal, Liverpool butuh momentum untuk menjadi juara dan saat ini mereka punya momentum itu. Laju mereka mulus, performa mereka meyakinkan.

Sejak awal tahun, Liverpool hanya sekali kebobolan lebih dari dua gol dalam satu laga. Dan itu laga vs City, lawan yang praktis sama kuat. Di luar itu, dari 13 laga di Premier League dan Liga Champions, mereka maksimal kebobolan satu dan hanya dua kali angka harapan kebobolan (xGA) mereka lebih dari 1.

Artinya, hampir di semua laga Liverpool berpeluang tak kebobolan. Mengingat adagium menyebut "attack wins you games, defence wins you titles", Liverpool punya bekal positif untuk mendapatkan gelar lainnya. Kalau ada yang perlu diperbaiki pada divisi ini, itu hanyalah awareness terhadap ruang di belakang saat menerapkan garis pertahanan tinggi.

Liverpool memang pandai dalam menjebak lawan ke posisi offside, tapi laga vs City juga menunjukkan bahwa itu bisa diantisipasi ketika lawan punya pengumpan dan penerima umpan yang cerdik. Gol Gabriel Jesus dan beberapa peluang yang dihasilkan City menjadi bukti sahihnya.

Di lini depan, Mohamed Salah memang tengah buntu. Namun, Sadio Mane dan Diogo Jota bisa terus mencetak gol. Jikapun tidak, masih ada Roberto Firmino atau Luis Diaz yang bisa jadi pembeda. Soal kreativitas pun tak usah khawatir, Trent Alexander-Arnold serta Andrew Robertson masih konsisten menciptakan peluang.

Fluiditas yang ditunjukkan pemain-pemain depan pun makin baik. Pergerakan dengan atau tanpa bola makin berbahaya dan sulit ditebak lawan. Dan ketika mendapatkan ruang kosong, Salah cs. akan sulit dihentikan. Kalaupun situasi open play buntu, mereka juga masih punya bola mati sebagai alternatif. Lima belas gol sudah dicetak dari situasi itu di Premier League.

Karenanya tak perlu heran kalau sejauh ini Liverpool adalah tim dengan nilai kualitas peluang terbaik di Premier League. Angka expected goals (xG) mereka hingga laga ke-31 menyentuh angka 75,2. Dari situ mereka sudah berhasil mencetak 79 gol. Konsistensi ini perlu dipertahankan.

Jika konsistensi di departemen pertahanan dan penyerangan bisa dipertahankan, dan bahkan diperbaiki, serta momentum kemenangan dikembalikan lagi, Liverpool benar-benar boleh bermimpi. Satu bulan ini akan menjadi perwujudan mimpi itu, apakah mereka terpeleset sendiri atau mampu melalui semuanya dengan baik.

Kalaupun ternyata semua tak sesuai dengan mimpi, ingat-ingat lagi kalau musim ini sudah melebihi ekspektasi.