Denmark Bukan Cuma Modal Semangat

Foto: Euro2020.

Orang-orang mungkin bilang bahwa semangat setelah insiden Eriksen adalah alasan Denmark melaju jauh di Piala Eropa 2020. Namun, kita tak boleh lupa bahwa tim ini memang berkualitas.

Masalah Denmark sudah hadir jauh sebelum insiden Christian Eriksen. Mulanya adalah saat UEFA memundurkan gelaran Piala Eropa 2020 dari yang tadinya musim panas tahun 2020 menjadi musim panas tahun ini.

Andai saja turnamen digelar tahun kemarin, maka Denmark akan dilatih oleh sosok Age Hareide. Ia adalah pelatih yang sudah menangani Denmark sejak 2016. Di bawah asuhan Hareide, 'Tim Dinamit' cuma kalah tiga kali. Mereka juga melewati 34 laga tanpa kekalahan.

Di bawah Hareide pula Denmark berhasil mencuri perhatian pada ajang Piala Dunia 2018. Kala itu mereka memang cuma sampai babak 16 besar. Namun, perlu dicatat bahwa mereka tersingkir dari ajang itu hanya setelah kalah adu penalti dari runner-up turnamen, Kroasia. Di ajang yang sama, Denmark juga berhasil menahan imbang sang juara, Prancis, pada babak fase grup.

Hareide diharapkan mampu membawa Denmark kembali tampil mengejutkan pada ajang Piala Dunia 2020 ini. Namun, nasib berkata lain. Kontrak pelatih berusia 67 tahun itu habis pada tahun 2020 dan Denmark sudah kepalang mengontrak pengganti dalam sosok Kasper Hjulmand. Mau tak mau, meski turnamen belum dilaksanakan, Denmark kudu mengganti pelatih.

Jadilah Denmark menatap Piala Eropa 2020 dengan pelatih baru. Nah, yang jadi masalah, publik meragukan sosok Hjulmand. Ia dianggap terlalu romantik karena ingin kembali membawa Denmark tampil dengan sepak bola menyerang yang asyik ditonton seperti di awal-awal 90-an. Padahal, selama dilatih Hareide, Denmark bermain lebih pragmatis dengan mengedepankan permainan bertahan. Dan itu terbukti sukses.

Tim menuju Piala Eropa 2020 dengan dukungan yang belum 100% dari publik. Beruntungnya, di atas lapangan, performa Denmark di bawah asuhan Hjulmand tak buruk-buruk amat. Ia mampu membawa Denmark menaklukkan Inggris di Wembley, kendati kalah dua kali dari Belgia.

Hjulmand juga menjawab keraguan publik soal pilihan strateginya. Memang Denmark bermain lebih ofensif, tapi mereka mampu tak kebobolan tujuh kali dari 11 pertandingan sebelum Piala Eropa 2020 bergulir. Denmark, di bawah tangan mantan pelatih Mainz itu, nyatanya tak buruk-buruk amat.

Dukungan publik kemudian makin besar saat Piala Eropa 2020 tiba. Apalagi Denmark menjalani tiga laga fase grup di kandang mereka, Parken Stadium di Kopenhagen. Ditambah kemudian ada insiden yang menimpa Eriksen, yang kemudian semakin mempersatukan suporter dengan Tim Nasional-nya.

***

Orang-orang bilang bahwa keberhasilan Denmark melaju sampai perempat final Piala Eropa 2020 adalah karena lecutan semangat pasca-insiden Eriksen. Kejadian itu dinilai meningkatkan mental dan api Simon Kjaer cs. pada ajang ini. Mereka ingin mempersembahkan kemenangan buat Eriksen.

Well, itu tak salah. Namun, kita juga tak boleh menafikan fakta bahwa Denmark, secara tim, memang punya kualitas. Ini yang sering dilupakan orang-orang. Mereka memang kalah di dua laga awal. Namun, kita ingat bahwa laga pertama adalah laga di mana Eriksen kolaps dan laga kedua mereka menghadapi Belgia yang memang sudah jadi momok mereka sebelum turnamen berlangsung.

Pada dua laga itu, Hjumland juga masih memilah mana strategi yang tepat untuk membuat timnya lebih seimbang. Pada laga pertama mereka bermain dengan pola 4-2-3-1 dan di laga kontra Belgia mereka bermain dengan 3-4-3, pola yang terus mereka pakai (meski ada improvisasi) di pertandingan-pertandingan berikutnya.

Hasilnya, setelah menemukan formula yang pas, Denmark menghajar Rusia 4-1 dan menghantam Wales 4-0. Delapan gol dicetak hanya dalam dua pertandingan saja. Penampilan kampiun Piala Eropa 1992 di dua laga itu begitu mengesankan.

Jika kemudian kita melirik statistik pun kita akan tahu bahwa Denmark memang punya kualitas. Mereka adalah tim dengan konversi peluang terbaik kedua di Piala Eropa 2020. Dari non-penalti expected goal (nPxG) yang ada di angka 7,1 mereka mampu menciptakan sembilan gol. Kualitas konversi peluang mereka ada di angka +1,9. Angka yang lebih baik dibanding Italia, Spanyol, atau Inggris.

Tak cuma itu, dari angka expected assist (xA) yang cuma 4,2, Denmark berhasil mencatat enam assist. Jumlah itu adalah yang terbaik di antara tim yang tersisa di Piala Eropa 2020. Catatan itu membuktikan bahwa Denmark efektif. Kendati penciptaan peluang mereka tak terlalu bagus kualitasnya, tapi itu tetap bisa dimaksimalkan menjadi gol.

Denmark juga merupakan tim ketiga terbaik dalam soal jumlah sentuhan di kotak penalti lawan. Sejauh ini mereka menyentuh bola 159 kali di kotak penalti lawan, hanya kalah dari Spanyol (219) dan Italia (168) yang, saat statistik ini kami himpun, sudah main satu kali lebih banyak.

Selain efektif, Denmark di bawah Hjulmand juga adalah tim yang cepat dan lumayan direct. Berdasarkan data dari The Analyst, kecepatan progresif mereka ada di angka 1,7 meter per detik. Itu artinya setiap detik permainan Denmark mampu maju ke depan sejauh 1,7 meter. Dalam tiap rangkaian serangan, mereka rata-rata juga cuma membutuhkan 3,9 umpan.

Hjulmand terbukti berhasil membawa Denmark lebih buas. Dan soal bertahan, ia membuat Denmark menjadi tim yang jago pressing. Denmark memiliki rasio pressing sukses sebesar 35,2% di turnamen ini. Angka itu adalah yang terbaik ketiga. Selain itu, para pemain Denmark juga cuma 24 kali dilewati lawan (via dribel). Catatan itu juga jadi yang terbaik ketiga sepanjang turnamen.

Keberhasilan pressing itu membuat Denmark jarang diuji oleh lawan-lawannya. Memang sejauh ini mereka sudah kebobolan empat gol dari lima pertandingan terakhir. Namun, per 90 menit, Denmark hanya mendapat 5,75 tembakan dari lawan-lawannya. Angka itu adalah yang tersedikit kedua di turnamen setelah Spanyol.

Cepat, direct, dan efektif dalam menyerang yang dipadukan dengan efektivitas pressing dalam bertahan, akan membuat Denmark sulit ditaklukkan. Dan itu membuktikan bahwa mereka adalah tim yang berkualitas, tak cuma modal semangat saja. Bahwa sang pelatih punya plan yang jelas akan permainan timnya, dan plan itu sejauh ini berjalan dengan baik.

Denmark secara kualitas skuad pun memang dihuni oleh pemain-pemain yang bagus. Joakim Maehle, Andreas Christensen, Mikkel Damsgaard, Kasper Dolberg, sampai Pierre-Emile Hojbjerg mampu tampil gemilang sepanjang turnamen. Belum lagi masih ada Simon Kjaer, Kasper Schmeichel, sampai Yussuf Poulsen yang pengalamannya begitu berpengaruh buat tim.

***

Denmark mungkin punya masalah yang kompleks sebelum dan saat Piala Eropa 2020 dimulai. Mereka juga sempat diselimuti keraguan dari para pendukung sendiri. Namun, kini mereka tak cuma berhasil mencuri hati publik sendiri, tapi juga banyak penonton dari seantero dunia.

Saat Hjulmand yang minim prestasi sebagai pemain dan pelatih itu mengusulkan untuk mengembalikan sepak bola menyerang ala Denmark, orang-orang mungkin menilainya berlebihan. Akan tetapi, kini ia membuktikan bahwa Denmark bisa cemerlang dengan cara itu.

Ketika orang-orang mengira bahwa alasan Denmark melangkah jauh hanyalah semangat yang membara, permainan di lapangan membuktikan bahwa Tim Dinamit memang punya kualitas dan kapabilitas untuk tak jadi sekadar penghibur di Piala Eropa 2020.