Di dalam Italia yang Berdamai dengan Kegagalan, Verratti Menemukan Dirinya Kembali

Instagram: @marco_verratti92

Mirip dengan Italia yang datang ke Piala Eropa sambil melawan bayang-bayang kegagalan menembus Piala Dunia di Rusia, Verratti bertanding sambil melawan ketakutan akan cedera.

Marco Verratti mendapatkan tempat di Italia karena menguasai dasar permainan sepak bola: Umpan-mengumpan.

Ketika Verratti masih bertungkus-lumus melepaskan diri dari cedera, Roberto Mancini menanti dengan sabar walau tak ada yang tahu seberapa banyak ia mengecek progres pemulihan Verratti. Kata Mancini dan para stafnya, Verratti itu pemain langka di era modern. Karena itulah, Timnas Italia mesti mendapatkannya.

Mendapatkan Verratti sama dengan berpacu dengan waktu, melawan yang tak pasti. Siapa pula yang dapat memastikan Verratti dapat bermain di laga ini pada hari ini? Mau tidak mau semua harus menunggu hasil pemeriksaan karena yang menjadi musuh kali itu adalah cedera lutut.

Cedera adalah musuh bebuyutan Verratti. Ia gagal membela Italia di Piala Eropa 2016 karena cedera pangkal paha. Operasi menjadi jalan baginya untuk keluar dari rasa sakit tersebut. Masalahnya, operasi selesai pun, ia harus menjalani pemulihan. Kata Verratti, kenyataan jadi bertambah pahit karena ia tidak dapat membela negaranya di Prancis, tempat yang ia sebut rumah, tempat yang membaptisnya menjadi gelandang kelas dunia.

Maka ketika cedera lutut itu menghantamnya jelang Piala Eropa 2020 yang diundur setahun, Verratti merasakan kengerian serupa. Jangan-jangan ia tak bisa turun arena lagi. Jangan-jangan ia hanya bisa menonton Italia bertanding dari siaran televisi, persis seperti yang dilakukannya ketika menonton laga Pescara dari Paris.

Untunglah Mancini percaya bahwa Verratti akan sembuh sebelum Piala Eropa 2020 tuntas. Satu tempat di lini tengah dipersiapkannya untuk Verratti. Kepercayaan tersebut tidak bertepuk sebelah tangan. Verratti dinyatakan fit dan dapat turun arena di laga ketiga babak grup melawan Wales. Italia sudah dipastikan lolos ke fase gugur sebelum duel tersebut dimulai. Namun, yang terpenting bagi Verratti sekarang adalah ruang untuk membuktikan bahwa ia tidak kandas dihajar cedera.

Memainkan sepak bola sederhana itu sulit karena sepak bola adalah permainan rumit. "Kamu harus menembak. Kalau tidak menembak, kamu tidak bisa mencetak gol," suatu kali Johan Cryuff berbicara begini. Masalahnya, tembakan dalam sepak bola pun lahir dari proses yang panjang.

Kerangka dasar yang digunakan untuk mengamati sepak bola adalah formasi. Dari 3-4-3, 4-3-3-, 4-3-1-2, 3-5-2, 3-4-3, dan sebagainya, penonton sepak bola dapat mengidentifikasi mana penyerang, gelandang, dan pemain bertahan.

Meski demikian, angka-angka dalam formasi tidak hanya berbicara tentang ketiga posisi itu. Di dalamnya bakal ditemukan peran dan arketipe. Gelandang yang secara sederhana disebut sebagai pemain tengah karena memang ditempatkan di area tersebut layak untuk dinobatkan sebagai posisi terumit, setidaknya, oleh kita yang bukan pelatih atau pesepak bola profesional.

Area operasi para gelandang yang luas barangkali menjadi pangkal mengapa posisi ini begitu kompleks. Playmaker, deep lying midfielder, trequarista adalah beberapa contoh dari sekian banyak istilah yang merupakan turunan gelandang. Itu belum ditambah dengan pemain nomor 6, 8, dan 10 yang juga merujuk pada gelandang.

Pemain nomor 6 sering diasosiasikan dengan holding midfielder yang punya tanggung jawab bertahan, sedangkan pemain nomor 10 identik dengan playmaker yang bertugas sebagai otak serangan. Lantas, pemain nomor 8 berada di tengah-tengah sehingga sering dinamakan dengan gelandang box-to-box.

Ketika membicarakan gelandang yang punya tanggung jawab bertahan, apalagi Italia, tidak sedikit orang yang menyebut Gennaro Gattuso. Legenda AC Milan ini merupakan salah satu gelandang paling masyhur di eranya. Dia tidak perlu bermain dengan stylish. Yang penting ngotot, kejam, dan kalau perlu, menjadi tukang jagal.

Akan tetapi, holding midfielder bisa dikupas menjadi beberapa peran. Lapisan-lapisan tersebut akan menjadi gelandang perusak (destroyer atau defensive midfielder, Gattuso ada di sini), gelandang jangkar (deep-lying midfielder/playmaker), dan gelandang pengendali. 

Verratti masuk ke dalam deep-lying midfielder atau gelandang yang bertahan di posisi lebih dalam. Modal terbesar peran ini adalah kecerdasan membaca permainan. Ia mesti memiliki kemampuan menahan permainan lawan atau memotong permainan lawan untuk membuka permainan timnya sendiri.

Seratus sepuluh umpan dengan 103 di antaranya sukses, 5 umpan kunci, 1 assist, 2 dribel sukses (100%), dan 4 tekel sukses (100%) adalah catatan yang ditorehkan Verratti pada laga perdananya bersama Italia di Piala Eropa 2020. Catatan itu pula yang membuat para tifosi percaya bahwa Verratti layak mengemban peran sebagai gelandang jangkar Italia.

Statistik pertandingan itu menjelaskan cara Verratti memanifestasikan perannya sebagai deep-lying midfielder dengan arketipe gelandang penetratif. Tanggung jawabnya dalam sektor pertahanan dilakukan dengan merebut bola dari lawan. Keberhasilan Verratti menjalankan tugas ini dapat dilihat dari jumlah tekel suksesnya di laga melawan Wales. Di antara seluruh pemain yang turun arena hari itu, termasuk penggawa Wales, catatan tekel Verratti yang terbanyak.

Jumlah umpan dan umpan kuncinya menegaskan bahwa Verratti mendikte permainan di pertandingan tersebut. 

Pada dasarnya, umpan adalah perkara penting dalam sepak bola. Barangkali karena jumlahnya yang jauh lebih banyak daripada gol, ia dianggap biasa. Barangkali karena tidak sekeren pencetak gol, para pengumpan justru dicap sebagai biang kerok mengapa pertandingan jadi membosankan. Masalahnya, selain dari bola mati langsung atau keajaiban penjaga gawang yang menambah angka dari tendangan gawang, kelahiran gol mesti dibidani oleh umpan.

Kengototan Mancini untuk memanggil Verratti dapat dimengerti saat menyaksikan laga Italia melawan Wales. Verratti adalah gelandang yang cerdik. Ia bisa meloloskan diri dari tekanan dengan baik serta tetap mengalirkan bola di ruang sempit dan situasi terjepit. Tak hanya ahli mengalirkan bola, Verratti juga paham kapan harus menahannya. Dengan kemampuan itu ia mendikte permainan lawan. 

Mereka yang menguasai seni mengumpan adalah pemain yang tahu benar tentang pemosisian diri. Setelah mengumpan, Verratti tidak akan merasa bahwa tugasnya sudah selesai. Ia akan kembali berlari mencari posisi yang tepat untuk menerima bola demi memastikan aliran bola untuk Italia tidak putus di tengah jalan.

Meski demikian, Verratti bukan maestro atau konduktor yang mengendalikan laga sendirian. Barangkali itulah alasan pertama yang membuatnya berbeda dengan Andrea Pirlo. 

Alasan kedua adalah arketipe Pirlo sebagai static playmaker atau distributive regista. Serupa dengan holding midfielder lain, Pirlo juga menjemput bola dari lini pertahanan dan mengalirkannya ke depan. Serangan pun sering dimulai dari kakinya. Pembedanya, para pemain seperti Pirlo diberi kebebasan yang tinggi. Tidak jarang ia merangsek ke sepertiga lapangan lawan untuk membantu mengacak-acak pertahanan lawan.

Verratti tidak memiliki kebebasan atau daya jelajah seluas Pirlo. Selain itu, ia membutuhkan pemain lain untuk mengovernya. Di pertandingan melawan Wales tersebut, Jorginho yang juga beroperasi di lini tengah menjadi tandemnya. Barangkali kombinasi itu mengingatkan sebagian penonton akan permainan Xavi dan Sergio Busquets. Ketika Xavi bertanding sebagai gelandang penetratif, ada Busquets yang mengovernya.

Padu-padan di lini tengah menjadikan Italia bermain lebih kolektif, bukan mengandalkan satu atau dua pemain saja. Jika kami menyebut Italia sedang tidak butuh superstar, itu bukan berarti Italia tidak butuh pemain bintang. Bagaimanapun, tidak mungkin seorang pelatih menarik pemain semenjana ke tim nasional. Tidak butuh superstar artinya Italia ala Mancini bukan tim yang bertumpu pada satu atau dua pemain bintang saja, tetapi kolektivitas.

Dalam wawancara setelah pertandingan, Verratti menyebut Jorginho membuat apa pun yang sulit menjadi lebih sederhana. Sebenarnya Verratti melakukan hal serupa. Dengan kerja keras dan umpan-umpan akuratnya di sepanjang laga, ia sedang meringankan pekerjaan rekan-rekannya. 

Permainan Verratti seperti membuat para pemain lain tidak perlu kelewat fokus mengontrol bola. Hampir tidak ada titik yang tidak dapat dijangkau oleh umpan Verratti. Para pemain hanya perlu memikirkan cara mengonversi umpan tersebut menjadi assist atau gol.

Permainan kolektif Verratti penting bagi Italia karena sistem penyerangan yang digunakan Mancini bergantung pada lima pemain terdepan. Meski menggunakan formasi dasar 4-3-3, Italia akan berubah menjadi 3-2-5 saat menyerang. Itu artinya, satu orang gelandang dan full-back harus bergerak lebih maju. Dalam laga melawan Wales, gelandang tersebut adalah Matteo Pessina, sedangkan sebelumnya adalah Nicolo Barella.

Untuk memastikan Pessina atau Barella leluasa menguasai ruang di belakang bek, harus ada pemain yang dapat memecah tekanan lawan. Di situasi inilah Verratti dan Jorginho juga berperan. Keduanya menjadi magnet yang bertugas menarik pemain lawan sehingga Lorenzo Insigne dan Ciro Immobile dapat membantu seandainya Barella mendapat tekanan dari lawan. 

Kemampuan melepas umpan akurat dalam ruang sempit dan situasi terjepit yang dimiliki Verratti atau Jorginho diperlukan untuk memastikan taktik ini tidak menjadi senjata makan tuan bagi pasukan Mancini.

***

Barangkali ini menjadi waktu yang tepat bagi Italia untuk kembali menyulut sorak setelah dicecar cerca. Italia yang sampai ke fase grup Piala Eropa 2020 adalah Italia yang bermain stabil, Italia yang tak kehilangan kreativitas dan kewarasan. Bersama Mancini yang menikmati perjalanannya sebagai pelatih karena berhak marah-marah, Italia menyembuhkan luka dan Verratti menemukan dirinya kembali.