Dortmund, Bremen, dan Jamie Gittens

Foto: Riiana Izzietova

Ini tentang laga Dortmund vs Bremen, dan apakah Jamie Gittens memang begitu spesial?

Menonton pertandingan yang terlalu sering tersetop karena pelanggaran adalah hal yang menyebalkan. Saya menyaksikan itu selama 45 menit pertama laga Borussia Dortmund vs Werder Bremen di Westfalenstadion akhir pekan kemarin. Pada periode tersebut, wasit meniup peluit sebanyak 15 kali untuk pelanggaran, termasuk pelanggaran yang membuat Nico Schlotterbeck dikartu merah pada menit 21.

Situasi ini terlihat menguntungkan buat Dortmund yang kalah jumlah pemain, karena semakin sering pertandingan terhenti, itu berarti semakin sulit pula bagi Bremen untuk mengembangkan permainan. Terbukti sepanjang babak pertama, Bremen hanya melepaskan satu tembakan via tendangan bebas dengan total ekspektasi gol 0,03.

Hal yang sama terjadi di awal-awal babak kedua, dan Dortmund mampu menggandakan keunggulan mereka. Tebak via apa? Yap, bola mati yang diawali pelanggaran. Sebenarnya tendangan bebas Pascal Gross tak begitu berbahaya, tapi kesalahan kapten Bremen, Marco Friedl, dalam mengantisipasi justru membuat bola masuk ke gawangnya sendiri.

Foto: Riiana Izzietova

Unggul 2-0 saat laga sudah berjalan satu jam dan hanya dengan 10 pemain jelas sebuah nilai positif buat Dortmund. Akan tetapi, angin laga berubah setelah Bremen melakukan tiga pergantian pemain. Ole Werner memasukkan Leonardo Bittencourt, Justin Njinmah, dan Issa Kabore—rekrutan baru dari Benfica. Ketiganya dimasukkan untuk membuat serangan sayap Bremen lebih berbahaya, sekaligus untuk menambah opsi di depan maupun dalam kotak penalti.

Hasilnya tokcer, Bremen mampu menguasai laga, dominan atas penguasaan bola. Pelanggaran-pelanggaran berkurang, dan peluang demi peluang didapatkan Bremen. Dua gol kemudian mereka cetak pada menit 65 dan 72. Bittencourt menjadi pencetak gol pertama lewat sepakan spektakuler dari luar kotak, Marvin Ducksch menyusul dengan sontekan manis di kotak penalti.

Namun, tak ada gol lagi yang tercipta setelahnya. Bremen masih tetap dominan di sisa laga, tapi peluang demi peluang yang mereka ciptakan tak ada yang berbuah gol. Mungkin pergantian bisa lebih cepat dilakukan, mungkin Bremen harusnya bisa mengubah strategi saat mereka sudah unggul 10 orang—mengingat strategi awal mereka adalah untuk menyerang ruang di belakang pertahanan Dortmund, yang tertutup setelah kartu merah mengingat Dortmund bertahan di kedalaman.

Bagi Dortmund, hasil ini membuat tren buruk mereka masih belum juga terhenti. Mereka tak mampu menang dalam lima laga terakhir, dan hanya meraih satu kemenangan pada periode 10 laga sejak akhir November. Nuri Sahin selaku pelatih yang menangani klub sejak awal musim sudah diberhentikan, dan kini Dortmund terlihat kesulitan mencari pengganti.

Foto: Riiana Izzietova

***

Saya sendiri sengaja datang ke Dortmund untuk pertandingan ini demi menyaksikan langsung Jamie Gittens bermain. Namanya belakangan jadi perbincangan lantaran beberapa laporan menyebut ia tengah diincar banyak klub besar: Mulai dari Bayern München hingga Chelsea. Bila melihat dari performanya via layar kaca dan data yang ada, kabar-kabar ini terdengar masuk akal.

Sejauh musim berjalan, Gittens sudah membukukan tujuh gol dan tiga assist untuk Dortmund. Buat pemain berusia 20 tahun, catatan 0,30 expected goals + assisted goals (xG+xAG) per 90 menit juga merupakan angka yang produktif. Selain itu, tak ada pemain di Bundesliga musim ini yang mencatat angka take-ons (upaya melewati lawan dengan dribel) lebih banyak dari Gittens.

Ia memang begitu potensial. Sudah menunjukkan bahwa dirinya adalah tukang dribel ulung bahkan di usia yang masih begitu muda. StatsBomb memberinya ponten yang sangat tinggi untuk aspek dribel dan giringan bola. Gittens memang bisa membuat banyak hal dari dribelnya itu: Entah tendangan yang bisa berbuah gol, ruang buat rekan-rekannya, atau umpan ke mulut gawang lawan.

Saya memang cuma menyaksikannya selama 61 menit akhir pekan kemarin, mengingat ia kemudian ditarik keluar. Namun, dari apa yang saya saksikan, Gittens sudah cukup membuktikan bahwa ia adalah seorang dribbler yang ulet. Pada laga vs Bremen itu, ia mencatatkan tiga dribel sukses dari empat percobaan. Ia berani berlari menghadapi pemain-pemain belakang, terutama mengarah ke ruang di belakang pertahanan Bremen.

Foto: Riiana Izzietova


Ia juga berkontribusi pada gol perdana Dortmund, dengan ia mampu menjadi magnet untuk menarik lawan dan kemudian menciptakan ruang buat Julian Ryerson untuk mengirim umpan silang manis ke kotak penalti Bremen. Memiliki pemain sayap seperti Gittens yang bisa menarik perhatian lawan memang menguntungkan.

Pemain berpaspor Inggris ini juga merupakan winger yang sangat hobi melakukan cut inside. Well, terkadang ini membuat pergerakannya agak ketebak: Saat mendekati kotak penalti, ia akan menekukkan badan dari tepi ke arah gawang, dan kemudian mencari ruang tembak. Satu hal yang membuat pergerakan ini agak termaafkan untuk dilakukan berulang kali adalah fakta bahwa ia punya kecepatan dan olah bola untuk unggul lari atau melewati lawan dalam situasi 1 vs 1.

Lantas, jika ada yang bertanya apakah Gittens memiliki gaya bermain yang mirip dengan Jadon Sancho—pemain sayap asal Inggris yang sebelumnya juga bersinar di Dortmund—jawabannya: Tidak. Cara kerja mereka berbeda. Gittens lebih senang berlari ke belakang pertahanan lawan alih-alih sering turun untuk melakukan kombinasi umpan seperti Sancho, misalnya.

Gittens lebih direct. Saat menerima bola, mudah menebak bahwa ujungnya ia akan melakukan aksi mengumpan seperti crossing atau cut-back, atau langsung menembak, setelah melakukan dribel. Ia juga sigap dalam menerima umpan-umpan direct dari rekan-rekannya, baik di kelebaran maupun di half-space. Gittens bisa dikatakan adalah pemain sayap yang akan sangat berguna bagi tim yang juga bermain direct atau acap mengandalkan counter attack/transisi.

Foto: Riiana Izzietova


Satu hal yang juga bisa dimengerti dari melihat Gittens bermain: Ia belum ada di level pemain yang siap ditebus dengan harga lebih dari €50 juta. Oke, ia memang potensial dan sudah terbukti mampu memberikan kontribusi positif untuk klub di level kompetisi top Eropa. Gittens juga punya dribel yang amat valuable. Rasanya, satu musim tambahan penuh konsistensi dan menit bermain akan bisa mematangkan permainan dan menambah valuasinya.

Namun, pasar transfer memang gila. Jika Manchester United saja dikabarkan menginginkan angka lebih dari €70 juta buat Alejandro Garnacho, Dortmund juga bisa memagari Gittens dengan harga yang sama atau bahkan lebih. Dan kemudian ini kembali ke pembeli: Apakah mereka siap untuk bertaruh dengan mengeluarkan uang sangat banyak untuk membeli pemain potensial?

Chelsea memang membutuhkan pemain sayap kanan setelah Mykhailo Mudryk terganjal kasus doping dan pemain-pemain sayap mereka yang lain tak benar-benar konsisten soal produktivitas. Mengejar Gittens yang punya profil berbeda dengan Sancho akan terdengar masuk akal. Ia bisa menambah directness Chelsea di bawah Enzo Maresca. Bila ke Bayern, Gittens pun bisa menambah kedalaman kalau nama seperti Leroy Sane atau Kingsley Coman pergi. Mari kita lihat nanti.