Dua Sisi Jan Oblak

Foto: Instagram @oblakjan

Di balik sempurnanya dan gemilangnya catatan Oblak, ada bayang-bayang Real Madrid yang selalu menghantui.

Atletico Madrid sempat meyakini bahwa meminjam Thibaut Courtois dari Chelsea jadi keputusan terbaik yang pernah mereka lakukan.

Atletico mendatangkan Courtois tanpa mengeluarkan sepeser pun biaya peminjaman. Tiga tahun berada di Madrid, pemain asal Belgia tersebut mencatat 111 penampilan dan memberikan empat gelar. Atletico untung, baik secara biaya maupun performa.

Saat kontrak pinjaman Courtois habis, Atletico memutuskan untuk membeli Jan Oblak dari Benfica dengan biaya sekitar 16 juta euro. Beberapa orang sepakat bahwa angka ini terlalu besar untuk ukuran pemain medioker yang mayoritas kariernya dihabiskan di klub pinjaman.

Waktu membenarkan kenyataan bahwa Oblak tak sesuai dengan level Atletico. Jangankan rutin dimainkan sebagai kiper utama, ia bahkan tak cukup mampu untuk bersaing dengan Miguel Angel Moya, yang saat itu sudah kepala tiga.

Oblak memulai karier di Atletico dengan catatan buruk. Menghadapi Olympiakos pada fase grup Liga Champions 2014/15, ia kebobolan tiga gol dari tiga tembakan tepat sasaran yang dilakukan oleh lawan.

Penampilan buruk tersebut membuat Oblak rutin berada di bangku cadangan. Benfica bahkan sempat memberikan tawaran kepada Atletico untuk membeli kembali Oblak. Tawaran tersebut ditolak Los Rojiblancos, dengan dalih tenaga Oblak masih dibutuhkan oleh Diego Simeone.

Pertandingan melawan Bayer Leverkusen pada babak 16 besar menjadi titik balik karier Oblak. Menggantikan Moya yang mengalami cedera di babak pertama, ia menciptakan satu penyelamatan di babak adu penalti yang membuat Atletico melaju ke babak berikutnya.

Lima tahun sejak peristiwa tersebut, Oblak dilihat sebagai sosok yang berbeda. Ia bukan lagi kiper muda yang dianggap sebelah mata. Kini, semua sepakat untuk menilai Oblak sebagai salah satu kiper terbaik yang ada di dunia.

Oblak mendapatkan gelar Zamora atau kiper terbaik di La Liga empat kali beruntun sejak musim 2015/16. Ia juga berhasil menciptakan 100 clean sheets di pertandingan ke-178, lebih baik ketimbang Manuel Neuer, yang membutuhkan 188 laga.

Torehan di atas didapatkan Oblak lewat refleks dan timing-nya yang di atas rata-rata. Apiknya refleks kiper asal Slovenia tersebut didukung postur tubuh yang memudahkannya bergerak dan melompat ke mana saja.

Ada banyak bukti bagaimana refleks membuatnya menjadi batu sandungan lawan. Salah satunya adalah pertandingan melawan Leverkusen pada Liga Champions 2016/17. Pada laga tersebut, ia menggagalkan enam peluang emas yang dibuat lawan.

Pertandingan melawan Liverpool di Liga Champions musim lalu juga dapat menjadi contoh. Kala itu, ia mampu menghalau sembilan peluang lawan, termasuk dua tendangan jarak jauh yang dilepaskan oleh Trent Alexander-Arnold.

Kemenangan 0-1 saat bersua Valencia, November lalu, membawa Oblak sebuah catatan baru: Clean sheet ke-112 hanya dalam 200 pertandingan.

***

Orang boleh meyakini bahwa Oblak adalah salah satu kiper terbaik saat ini. Namun, sepertinya pendapat tersebut tidak berlaku untuk Real Madrid.

Enam tahun berkarier di Spanyol, Oblak telah menghadapi Madrid 20 kali. Rekor pertemuannya cenderung mengecewakan. Empat kali menang, delapan kali imbang, delapan kali kalah, dan kebobolan 22 gol.

Pertemuan Oblak dengan Madrid dimulai saat ia dimainkan pada Copa del Rey 2014/15. Debutnya di El Derbi cukup memuaskan. Ia menciptakan tiga penyelamatan, tak kebobolan, dan membuat Atletico menang.

Penampilan apik di laga tersebut rupanya tak berlanjut di Liga Champions pada musim yang sama. Ia gagal menjaga clean sheet di Santiago Bernabeu dan berakibat pada tereliminasinya Atletico di Liga Champions.

Tak cukup sampai di pertandingan tersebut. Oblak juga gagal membawa Atletico menang dan lolos saat bersua Madrid di dua edisi Liga Champions berikutnya. Musim 15/16, Atletico gagal jadi juara setelah kalah adu penalti dan kembali gagal pada musim 16/17 lewat agregat 2-4.

Catatan mengecewakan Oblak saat bersua Madrid juga terjadi di La Liga. Dari 11 pertemuan, ia hanya membukukan satu kemenangan, empat clean sheet. Sebaliknya, ia menelan empat kekalahan dan 12 kebobolan.

Laga melawan Madrid, akhir pekan lalu, kembali membawa Oblak ke hasil buruk. Dalam pertandingan tersebut, ia tak hanya gagal membawa Atletico menang dan mencatat clean sheet, tapi juga membuat gol bunuh diri --meski jatuhnya, sih, ini apes belaka: Bola sepakan dari luar kotak penalti mengenai tiang, sebelum akhirnya membentur punggung Oblak dan masuk ke gawang.

Menilik riwayat Oblak yang tak mengesankan saat bersua Madrid seakan membuktikan bahwa di balik kemampuan dan nama besarnya, ada lawan yang sulit ia taklukkan. Dan seringkali, hal inilah yang menggagalkan Atletico meraih kemenangan.