Edouard Mendy dan Tempat bagi Kiper-kiper Afrika di Premier League

Foto: Twitter @ChelseaFC

Mendy agaknya tidak hanya mengokohkan kembali lini pertahanan Chelsea, tetapi juga membuktikan bahwa kiper-kiper Afrika punya tempat di Premier League

"Banyak anak kecil yang memiliki mimpi mencetak gol yang indah," begitulah kira-kira yang diucapkan oleh Iker Casillas.

Ucapan Casillas itu menyiratkan tak banyak orang yang mau menjadi penjaga gawang. Dalam permainan antar-rekan SMA, kuliah, atau kerja, orang-orang lebih ingin maju dan membuat gol. Penjaga gawang jadi cara istirahat saja. Kalau sudah ngos-ngosan, biasanya mereka baru mau jadi penjaga gawang.

Ujung-ujungnya, yang jadi penjaga gawang saling tunjuk. Kalau tak ada rekan yang sukarela, tim tersebut akan mengganti penjaga gawangnya saat kebobolan. Biasanya, rekan yang berbadan paling besar disuruh menjaga gawang. Alasannya dua: Dicap tak bisa lari atau badan besarnya bisa menutupi gawang sehingga susah ditembus.

Wajar kalau memang banyak yang tak mau jadi penjaga gawang. Risiko muka terhantam sepakan keras lawan sangatlah besar. 

Belum lagi kalau kawan membuat gol, penjaga gawang cuma bisa mengepalkan tangan atau merayakannya sendiri. ‘Kan jauh kalau harus berlari untuk memeluk dan merayakan bersama rekan yang ada di gawang lawan.

Anda juga bisa membaca ulasan kami tentang kiper cadangan di Jalan Nasib Kiper-kiper Serep

Penjaga gawang juga lebih sering dijadikan kambing hitam ketimbang pahlawan. Lampu lebih banyak menyoroti si pencetak gol atau pemberi umpan, bukan kepada si pembuat penyelamatan.

Tengok saja daftar penerima penghargaan Ballon d'Or. Penjaga gawang yang pernah memenangi gelar tersebut hanya Lev Yashin, tepatnya pada 1963. Manuel Neuer hampir mendapatkannya pada 2014. Namun, penjaga gawang yang sukses membawa Jerman juara Piala Dunia di tahun yang sama itu kalah dari Cristiano Ronaldo.

Peribahasa 'gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak' cocok juga ditujukan kepada penjaga gawang. Usaha untuk menyelamatkan gawang terkadang tak ada artinya kalau kita membuat suatu kesalahan.

Kita bisa tanyakan itu kepada penjaga gawang Chelsea, Kepa Arrizabalaga. Awal musim 2018/19 The Blues mendatangkan Arrizabalaga dari Athletic Bilbao dengan harga 80 juta euro. Angka itu menjadikannya sebagai penjaga gawang termahal dunia hingga saat ini.

Pada musim perdananya, Arrizabalaga mampu tampil baik. Ada 14 clean sheet yang dibuatnya di Premier League. Catatan itu menempatkannya di posisi tiga clean sheet terbanyak di bawah Alisson Becker dan Ederson Moraes.

Arrizabalaga juga berhasil memberikan trofi Liga Europa di musim perdananya bersama Chelsea. Jangan lupa, Arrizabalaga yang membuat Chelsea bisa lolos ke final untuk berjumpa Arsenal.

Penjaga gawang yang pernah membela Real Valladolid itu membuat dua penyelamatan dalam babak adu penalti. Chelsea pun menang di babak tersebut dengan skor 4-3.

Namun, ketangguhan Arrizabalaga di musim tersebut tercoreng akibat ulahnya di laga final Carabao Cup melawan Manchester City. Saat itu, Arrizabalaga bersitegang dengan Maurizio Sarri karena menolak untuk diganti di babak perpanjangan waktu. Padahal, Sarri saat itu sudah menyiapkan Willy Caballero sebagai penjaga gawang pengganti.

Musim berikutnya, penampilan Arrizabalaga menurun. Kiper yang kini berusia 26 tahun itu lebih sering dirotasi oleh Frank Lampard. Jumlah clean sheet-nya di Premier League pun hanya 10.

Kiprah Arrizabalaga semakin anjlok saja pada 2020/21. Sudah ada tiga error berbuah gol yang dibuat Arrizabalaga. Jumlah itu jadi yang paling tinggi di antara pemain Premier League.

Yang masih lekat dalam ingatan tentu blunder-nya saat Chelsea melawan Liverpool pada pekan kedua Premier League. Passing Arrizabalaga berhasil direbut Sadio Mane. Dengan mudahnya Mane langsung membobol gawang Chelsea yang sudah kosong.

Tingginya intensitas blunder Arrizabalaga membuat Chelsea merekrut penjaga gawang di bursa transfer musim panas lalu. Edouard Mendy namanya. Didatangkan dari Rennes dengan mahar sekitar 20 juta pounds, Mendy merupakan rekomendasi dari Petr Cech.

****

Sudah lama sekali tak ada penjaga gawang asal Afrika yang bermain di Premier League. Sebelum Mendy, ada Bruce Grobbelaar asal Zimbabwe yang tampil dari 1981 hingga 1994, Richard Kingson asal Ghana yang main sejak 2007/08 hingga 2010/11, dan Carl Ikeme dari Nigeria yang memiliki catatan satu laga di Premier League bersama Wolverhampton Wanderers.

Mungkin kalian bertanya soal Charles Itandje. Kiper berdarah Kamerun ini memang pernah membela Liverpool, tetapi tak pernah turun arena di Premier League.

Di antara nama-nama itu, Grobbelaar menjadi yang paling sukses dengan tampil bersama Liverpool. Grobbelaar meraih enam gelar First Division (sebelum berganti Premier League) tiga gelar FA Cup, dan satu gelar European Cup.

"Ada banyak pemain Afrika di Premier League. Ini adalah kompetisi terbaik di dunia. Hal yang sangat positif, tetapi hanya ada sedikit penjaga gawang Afrika," ucap Mendy beberapa waktu lalu dilansir Independent.

"Apa saya merasa tertekan? Tidak juga, menjadi penjaga gawang Afrika di Premier League adalah suatu kebanggaan," lanjutnya lagi.

Selain itu, kehadiran Mendy seakan memunculkan kembali penjaga gawang berkulit hitam di Premier League. Memutar memori ke belakang, ada David James dan Shaka Hislop yang pernah tercatat sebagai penjaga gawang kulit hitam di kompetisi terelit Inggris itu. Ada juga Tim Howard yang gemilang bersama Manchester United dan Everton.

****

Perjalanan Mendy untuk bisa sampai seperti sekarang jauh dari kata mudah. Degradasi berturut-turut, cedera, hingga menganggur jadi kisah yang bisa diceritakan oleh Mendy kelak.

Pada usia 22 tahun, Mendy menganggur usai kontrak dengan Cherbourg--tim asal Prancis--habis. Mendy sempat dijanjikan untuk bermain di Inggris oleh seorang agen. Apes, Mendy yang sudah menolak beberapa tawaran dari klub Prancis malah kena tipu. Panggilan dari klub Inggris itu tak pernah sampai kepadanya.

View this post on Instagram

Mendy view! 🧤👀 @edou_mendy #CFC #Chelsea

A post shared by Chelsea FC (@chelseafc) on


Mendy yang tak memiliki pemasukan terpaksa mendaftar ke bursa kerja di Prancis bernama Pole Emploi. Di titik itu, Mendy merasa sudah tak punya lagi masa depan di sepak bola.

"Saya benar-benar ragu apakah saya harus melanjutkan karier saya di sepak bola atau tidak. Namun, sekarang saya melihat dan bisa mengatakan momen tersebut yang membuat saya bisa seperti sekarang. Keluarga saya bisa mendapatkan keuntungan dari apa yang saya dapatkan di sepak bola," ujar Mendy dilansir The Guardian.

Setelah satu tahun tanpa klub, Mendy akhirnya mendapat harapan. Plot hidupnya berubah sekitar tahun 2015. Mendy mendapat tawaran menjadi penjaga gawang keempat di Olympique Marseille. Penjaga gawang kelahiran 1 Maret 1992 itu berlatih dengan tim utama tetapi tampil dengan tim B.

Sekitar satu musim bermain di Marseille B, Mendy pindah ke klub Prancis lainnya, Stade Reims. Bersama Reims, Mendy memperlihatkan kemampuannya. Di musim 2017/18,

Mendy membuat 19 clean sheet dalam 38 pertandingan. Reims juga berhasil dibawanya promosi ke Ligue 1 pada musim tersebut.

Baru di musim 2019/20 Mendy hijrah ke Rennes. Dana sebesar 3,5 juta pounds diberikan Rennes kepada Reims untuk menebus Mendy.

Kiper yang memiliki 7 caps bersama Timnas Senegal itu membuktikan kemampuannya di Rennes. Dalam 31 pertandingan di semua kompetisi, Mendy cuma kebobolan 33 gol. Rennes juga dibawanya lolos ke Liga Champions untuk pertama kali dalam sejarah klub.

Catatan apik itu membuat Chelsea kepincut. Apalagi, penjaga gawang senior mereka, Petr Cech, memberikan rekomendasi kepada manajemen untuk merekrut Mendy.

"Mendy adalah penjaga gawang yang tenang. Dia tahu bagaimana bermain dengan sederhana dan efisien sehingga sanggup menenangkan rekan-rekannya," tutur Cech kala itu.

Mendy memang bukan tipe penjaga gawang modern. Maju untuk menyapu bola atau melakukan passing yang berisiko bukan keahliannya. Akurasi passing-nya musim lalu hanya mencapai 70,06 persen. Angka itu lebih sedikit ketimbang Arrizabalaga yang akurasi umpannya mencapai 79,74 persen.

Namun, benar kata Cech, Mendy sangat tenang di bawah mistar. Mendy adalah penjaga gawang bertipe shot-stopper. Aksi Mendy lebih banyak melompat dan terbang untuk menyelamatkan gawangnya.

Bersama Rennes musim lalu di Ligue 1, persentase penyelamatan Mendy mencapai 76,25 persen. Angka itu lebih baik dari kiper Paris Saint-Germain Keylor Navas (73,13 persen) dan penjaga gawang milik Olympique Lyon, Anthony Lopes (72,22 persen)

Lini belakang Chelsea tenang bersama Mendy. Dalam tujuh pertandingan yang Mendy mainkan bersama Chelsea di semua kompetisi, ia hanya baru kebobolan satu gol. Rata-rata saves yang dilakukan Mendy ialah 1,7.

Oh, ya, dilansir Squawka, Mendy menjadi penjaga gawang pertama Chelsea yang mencatatkan tiga clean sheet di tiga pertamanya di Premier League. Catatan itu serupa dengan yang pernah ditorehkan Cech yang tak kebobolan di tiga laga awal Premier League saat berseragam The Blues.