Ekspedisi Sepak Bola Zakaria

Foto: @deniszakaria.

Kontrak Zakaria, yang dikabarkan diincar Man United, bersama Gladbach akan berakhir akhir musim ini. Meski masa depannya berkabut, ekspedisi sepak bolanya akan tetap hidup.

Kisah tentang ibu akan selalu ada dalam ekspedisi sepak bola Denis Zakaria. Sang ibu tidak hanya mengajarkan tata krama dan sopan santun kepada Zakaria, tetapi juga bagaimana menyeimbangkan kegembiraan sepak bola dan sekolah.

Semasa bocah, Zakaria suka-suka menyulap pohon dan bangku taman bermain menjadi mistar gawang. Ketika bola menggelinding di antara dua benda itu, ia dan kawannya akan bersorak-sorai kegirangan. Setelahnya, ia pulang berlumur keringat.

Zakaria jarang sekali bermain sepak bola dengan sembunyi-sembunyi. Ibunya, Rina, tidak pernah menggugat kesenangannya. Rina menyudikan Zakaria melewatkan hari-hari dengan sepak bola. Hanya saja, Rina selalu mengingatkan: Sebesar apapun kamu mencintai sepak bola, sekolah adalah hal terpenting.

Mulut Rina akan mengoceh jika Zakaria acuh pada peringatannya itu. Sedangkan Zakaria paham betul apa yang harus ia lakukan: Belajar sungguh-sungguh sesudah bermain bola. Ia tahu bagaimana menyelaraskan hobi dengan titah sang ibu.

Kegilaan Zakaria kepada sepak bola terus menguat dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun. Rina tak ingin kegilaan itu jadi petaka seperti mangkir sekolah karena sepak bola. Akhirnya, Rina mendaftarkan Zakaria ke akademi Servette.

Ada banyak hal yang Zakaria lakukan di Servette untuk memuntahkan kegembiraan sekaligus mengembangkan diri. Mulai dari melatih kemampuan dribel, mengumpan, menekel, mengkreasikan peluang, dan menendang bola.

Di Servette, semua berlalu sangat cepat. Namun, bakat Zakaria belum juga terendus. Servette mengira Zakaria belum cukup siap untuk menjadi pemain profesional meski saat itu usianya sudah 18 tahun.

Pandangan Servette tidak berlaku bagi BSC Young Boys. Klub yang bermarkas di Ibu Kota Bern tersebut melihat ada yang spesial dari Zakaria. Young Boys pun rela mengeluarkan duit 375.000 euro untuk mendatangkan Zakaria.

Tak butuh waktu lama bagi Zakaria untuk mengintegrasikan diri dengan hal-hal baru. Di Young Boys, ia bertemu pelatih Adi Hutter yang mampu membentuknya menjadi gelandang tangguh. Kapasitas dan kapabilitas Zakaria perlahan meningkat.

Ada dua pemain yang menjadi rujukan Zakaria dalam mengasah kualitas, yakni Patrick Vieira dan Paul Pogba. Selain mengagumi kedua pemain tersebut, ia pun belajar banyak dari Vieira dan Pogba melalui tayangan-tayangan video.

Yang menarik dari perjalanan Zakaria di Young Boys adalah pesan-pesan Rina. Rina tentu tahu Young Boys adalah salah satu tim besar di Swiss, tempat mereka tinggal dan tumbuh. Namun, Rina tetap meminta anaknya fokus sekolah.

Rina juga belum sepenuhnya yakin bahwa anaknya sudah punya jalan mejejak kesuksesan di dunia sepak bola. Karena itu, ia rutin mengirim pesan bernada teror: "Bagaimana dengan sekolahmu?"

Saat awal-awal berada di Young Boys, Zakaria merupakan murid salah satu sekolah bisnis. Dua profesi itu ia lakoni dengan sungguh-sungguh. Ada banyak tantangan yang harus ia hadapi, terutama soal bagaimana membagi waktu untuk sepak bola dan sekolah.

"Itu rumit dan tidak mudah untuk fokus ke keduanya di saat bersamaan. Itulah mengapa saya tidak berhasil menyelesaikan sekolah. Namun, lama-lama, ibu melihat bahwa jalan saya lebih menuju sepak bola," kata Zakaria dalam video dokumenter yang tayang di YouTube Athlete's Stance.

Keputusan itu jitu. Karier Zakaria sebagai pesepakbola menanjak perlahan. Itu karena ia selalu menjadi pilihan utama Hutter di lini tengah Young Boys. Ia memang gagal menggamit trofi Liga Swiss, tetapi ia berkontribusi membawa Young Boys finis di peringkat dua pada musim 2015/16 dan 2016/17.

Dua musim di Young Boys, Zakaria dilirik banyak klub. Mulai dari Red Bull Leipzig, Bayern Leverkusen, Manchester City, sampai Southampton. Namun, Borussia Monchengladbach lah yang mendapatkan tanda tangannya dengan mahar 10 juta euro.

Sebelum megambil ketetapan tersebut, Zakaria berunding dengan banyak pihak. Salah satunya sang agen Mathieu Beda. Di Gladbach, Zakaria diharapkan mendapatkan menit bermain yang melimpah. Selayaknya pemain-pemain muda lainnya, menit bermain menjadi hal krusial untuk mengembangkan diri.

Selain itu, Gladbach dinilai tempat terbaik bagi pemain-pemain Swiss untuk menata karier. Contohnya adalah Granit Xhaka. Keberhasilan Xhaka berkarier di Premier League menjadi rujukan Zakaria. Ada harapan besar, suatu saat nanti, Zakaria dapat meng-copy-paste kesuksesan Xhaka.

Harapan-harapan itu pada akhirnya terwujud. Zakaria mampu tampil impresif. Ia juga berhasil menembus skuad Swiss untuk Piala Dunia 2018. Kapasitas dan kapabilitasnya pun mulai diminati klub-klub besar dunia. Sudah pasti, namanya bertalu-talu.

***

"Don't go to Liverpool! Stay here. Stay right here."

Itu adalah kata-kata yang keluar dari mulut suporter Gladbach. Zakaria yang sedang sibuk menandatangani jersi suporter selepas latihan hanya tersenyum. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Pernyataan itu membangun satu pertanyaan: Kok, bisa, ya, klub sekaliber Liverpool dikabarkan minat kepada Zakaria? Terus, kenapa juga suporter ngebet agar Zakaria bertahan? Jawabannya: Ia berkualitas.

Cara paling gampang menilai kapasitas dan kapabilitas gelandang bertahan yang hebat adalah menengok atribut defensif dan ofensifnya. Seberapa pengaruh ia dalam fase bertahan dan menyerang. Jika dua indikator itu terpenuh, kita boleh menyebut ia gelandang berkualitas. Dan Zakaria mengantongi itu semua.

Untuk fase bertahan, Zakaria menjadi tumpuan untuk mengeliminasi first press lawan di Gladbach. Meski berpostur 191 centimeter, ia punya kecepatan dan stamina yang oke. Itu juga yang membuatnya mampu menjalankan tugasnya sebagai palang pintu pertahanan pertama dengan baik.

Kecepatan itu juga berdampak pada kualitas recovery. Kualitas itu diperlukan untuk menghadapi serangan balik lawan sekaligus vital untuk mengoreksi kesalahan rekannya yang bisa saja membahayakan gawang sendiri.

Kemampuan Zakaria dalam membaca permain lawan juga cukup bagus. Itu bisa dilihat dari jumlah intersep. Musim 2019/20, mengacu FBref, ia mencatatkan 25 intersep. Jika diakumulasikan dengan jumlah tekel, ia mencatatkan aksi bertahan sebanyak 96 kali. Terbanyak di Gladbach.

Atribut bertahan Zakaria dilengkapi dengan kemampuan menekan lawan. Hebatnya, kualitas pressures-nya terus meningkat. FBref mencatat, persentase pressures suksesnya meningkat. Pada musim lalu, misalnya, persentase pressures suksesnya 32,5 persen. Sedangkan musim ini mencapai 34,3 persen.

Itu baru atribut bertahan. Sementara atribut ofensif Zakaria tidak boleh disepelekan. Ada dua hal yang menonjol dari seorang Zakaria soal aspek ini. Pertama, kemampuannya melepas umpan-umpan akurat. Kedua, kebiasaannya melakukan aksi progresif (ke depan) dengan menggiring bola.

Berdasarkan data FBref, akurasi umpan Zakaria intens menanjak sejak musim 2018/19. Pada musim itu, akurasi umpannya 82,6 persen. Sedangkan tiga musim berikutnya yakni 86,7 persen, 88,5 persen, dan 90 persen. Pun demikian soal giring-menggiring bola. Musim lalu dribbles success Zakaria sebesar 72,2 persen, sedangkan musim ini 78,6 persen.

Lewat atribut yang disebut terakhir itu, Zakaria mampu melenyapkan tekanan-tekanan lawan. Zakaria bisa melepaskan diri dari kawalan ketat dengan meliuk-liukkan badan. Itu juga yang membuatnya kerap diberi tugas sebagai gelandang box-to-box.

Oh, ya, kualitas dribel Zakaria tidak lepas dari pengalamannya. Sebelum berposisi sebagai gelandang bertahan, ia sempat menjadi penyerang.

Ada banyak penilaian positif soal sosok Zakaria. Legenda Jerman, Lothar Matthaeus bahkan menyebut Zakaria sebagai mutiara. "Ia mengingatkan saya pada Toni Kroos pada usia itu," ucap Matthaeus dilansir situs resmi Bundesliga.

Sedangkan rekannya di Gladbach, Yann Sommer, menilai kualitas Zakaria seperti gabungan antara Michel Platini dan Zindine Zidane. "Tidak mudah membandingkannya dengan pemain hebat di masa lalu, tetapi ia menggabungkan banyak kualitas Platini dan Zidane."

Meski begitu, Zakaria masih punya sisi minus. Ia kerap masuk ruang perawatan karena cedera. Transfermarkt mencatat, Zakaria melewatkan 284 hari dan 26 laga di ruang perawatan. Teraktual, Zakaria mengalami cedera pada 14 Januari 2022.

"Penting bagi saya untuk memiliki fisio yang dapat merawat tubuh saya. Ketika segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik, dan juga ketika berjalan dengan baik, dia akan merawat tubuh saya," ucap Zakaria.

Kontrak Zakaria bersama Gladbach akan berakhir pada akhir musim ini. Belum ada ketok palu ke mana ia akan berlabuh. Meski masa depannya masih berkabut, ia akan terus bekerja keras meningkatkan kualitasnya sampai puncak. Tentu saja, ia bukan hal mudah.

"Masih banyak yang harus saya tingkatkan. Saya tahu bahwa saya bisa melangkah jauh. Dan tujuan saya adalah menjadi yang terbaik, yang saya bisa."