Enigma Federico Chiesa

Twitter @JuventusHQ

Juventus gemar mencomot pemain Fiorentina. Banyak, tak cuma satu-dua. Ada yang sesuai harapan, banyak pula yang gagal. Ada di belahan mana Federico Chiesa berada?

2001, Florence, Italia. Federico Chiesa belum banyak mengerti dunia. Dia masih bocah berumur empat tahun. 

Chiesa kecil belum tahu pentingnya gol ayahnya ke gawang Venezia di Artemio Franchi. Itu gol penuh makna. Itu gol kelimanya dari lima laga awal Fiorentina di musim itu. Itu gol dari Enrico Chiesa.

Lima belas tahun setelah itu, Chiesa meneruskan legasi ayahnya sebagai pesepak bola. Tidak, tidak sama persis.

Area operasinya ada di sisi tepi, lain dengan sang ayah yang merupakan striker alami. Chiesa juga tak mengikuti jejak Enrico yang memulai karier profesional di Sampdoria. Dia memilih Fiorentina.

Sembilan tahun Chiesa menimba ilmu di tim junior sebelum akhirnya meraih debut di skuat utama. Thanks to Paulo Sousa, arsitek Fiorentina kala itu, yang menyuruh Chiesa masuk menggantikan Cristian Tello di babak kedua.

Juventus yang jadi lawan Fiorentina waktu itu. Mereka keok 1-2 dari Gianluigi Buffon dkk. Lantas, siapa yang menyangka Chiesa bergabung dengan 'Si Nyonya Tua' empat musim kemudian?


Debut Chiesa bersama Juventus bisa dibilang Nano-nano. Manis iya, asam juga iya. Chiesa berhasil jadi inisiator gol tunggal Alavaro Morata. Namun, situasinya berubah di babak kedua. Chiesa diusir wasit Ezio Scida gara-gara menginjak kaki Luca Cigarini.

Juventus pun merugi. Cuma satu angka yang berhasil mereka petik di kandang Crotone itu. Kepercayaan kepada Chiesa perlahan mengempis. Apalagi setelah dia melewati tujuh pertandingan tanpa gol.

Paceklik itu baru tandas saat Juventus menggebuk Dynamo Kiev 3-0. Chiesa menyumbang sebiji gol ke gawang wakil Ukraina itu. Namun, Juventus butuh lebih, tak terkecuali Andrea Pirlo.

"Saya meminta banyak dari Chiesa," kata Pirlo kepada Juventus TV

"Saya tahu dia telah berusaha dengan baik. Tidak mudah untuk berpindah dari Fiorentina ke Juventus. Namun, dia anak yang berbakat."

Pirlo melanjutkan: "Butuh waktu baginya untuk beradaptasi. Sekarang dia tumbuh setelah diterpa banyak kritik yang membebaninya."


Fiorentina memang punya sejarah panjang dengan Juventus, khususnya konflik transfer pemain. La Viola menganggap Juventus hobi mencomot pemain mereka. Banyak, tak cuma satu-dua meski tak semuanya berkontribusi sesuai harapan.

Paling sukses sekaligus fenomenal, ya, Roberto Baggio pada 1990. Transfernya bahkan menjadi yang termahal di dunia saat itu: 25 miliar lira atau setara 8 juta poundsterling.

Para suporter Fiorentina tak rela. Mereka memadati jalan-jalan Kota Florence dan mengepung markas klub. Pemilik Fiorentina, Flavio Pontello, sampai harus diungsikan akibat desakan para suporter.

Terlepas dari kontroversi itu, langkah yang diambil Juventus terbukti jitu. Baggio sukses membantu mereka merengkuh trofi Serie A, Coppa Italia, dan Piala UEFA.

Setelah Baggio ada sekitar tujuh pemain Fiorentina yang dicomot Juventus. Termasuk tiga penggawa mereka saat ini, Giorgio Chiellini, Juan Cuadrado, Federico Bernardeschi. 

Nama yang disebut belakangan nasibnya paling malang. Jenjang kariernya mandeg usai diboyong ke Turin. Cuma 3 gol yang dibuat Bernardeschi di sejak Serie A 2018/19. Padahal, dia berhasil mengemas 11 gol di musim terakhirnya bersama Fiorentina.


Fiorentina dan Juventus jelas berbeda. Gelar serta skuat bertabur bintang yang paling kentara. Makanya tak mudah bagi eks Fiorentina buat bersinar di Juventus Stadium.

Di Fiorentina, Chiesa adalah tulang punggung. Meski berposisi natural sebagai winger, dia berperan sebagai goalgetter. Itu terjawab lewat eksistensinya sebagai topskorer tim selama dua musim terakhir.

Ini selaras dengan tingginya kuantitas tembakan Chiesa di bawah kepemimpinan Vincenzo Montella dan Giuseppe Iachini. Mengacu Whoscored, rerata tembakannya di Serie A musim lalu menyentuh angka 3,3. Jumlah itu bahkan jauh melebihi striker Fiorentina, Dusan Vlahovic, yang cuma mengemas 2,2.

Itu Fiorentina. Lha, Juventus? Apa-apa harus Cristiano Ronaldo. Superstar 35 tahun itu jadi penembak primer 'Si Nyonya Tua'. Itu sulit dimungkiri. Bila dirata-rata, Ronaldo melepaskan 5 tembakan per laga--tertinggi di Serie A. Porsi semacam ini membuat tuntutan kepada Chiesa buat bikin gol jadi tak relevan. Wong rerata tembakannya cuma 0,8 di tiap pertandingan.

Chiesa bukan satu-satunya yang kena imbas dari eksistensi Ronaldo. Dybala pernah mengalaminya, sejak dua musim lalu malah. Total 22 gol dibuatnya di Serie A 2017/18. Waktu Ronaldo datang semusim kemudian, koleksi gol Dybala menyusut drastis menjadi 5.

Di lain sisi, konversi peluang Chiesa juga tak buruk. Dia berhasil mencetak satu gol dari xG yang cuma 0,63. Rasio itu bahkan lebih baik dari Morata dan Paulo Dybala.


Adaptasi taktik juga jadi faktor mengapa Chiesa kesulitan di Juventus. FYI, Chiesa bermain sebagai striker dalam wadah 3-5-2 di Fiorentina musim lalu.

Soal kreasi peluang, Iachini menyerahkannya kepada Erick Pulgar dan Frank Ribery. Belum lagi dengan Pol Lirola dan Dalbert yang mengisi pos wing-back. Chiesa memang tak banyak dilibatkan dalam build-up serangan.

Sementara Juventus sendiri mengalami perubahan pakem di musim ini seiring dengan kedatangan Pirlo. Arsitek 41 tahun itu rada berbeda. Dia lebih percaya role (peran) ketimbang posisi. Itulah mengapa skema yang digunakan di setiap pertandingan dari pekan ke pekan hampir selalu berubah.

Itu bukan berarti buruk. Skema Juventus yang fleksibel membuat permainan mereka menjadi cair. Kadang Aaron Ramsey jadi playmaker. Arthur Melo juga tak jarang memainkan peran tersebut. Pun dengan Juan Cuadrado yang lumayan intens menginisiasi permainan Juventus dari sisi sayap.

Formula Pirlo tak langsung mujarab. Juventus sempat terganjal oleh tim-tim gurem macam Crotone, Verona, dan Benevento. 

Masuk akal karena Leonardo Bonucci cs. butuh waktu buat menyerap keinginan Pirlo dan menuangkannya di lapangan, termasuk Chiesa. Perannya berubah, dari goalgetter di Fiorentina menjadi winger komplet di Juventus. Dia berperan sebagai penyaji peluang sekaligus pencetak gol.


Kabar baiknya, performa Juventus sekarang mulai stabil. Lima kemenangan dan sekali imbang dari enam duel terakhir. Klimaksnya, ya, saat melibas Barcelona tiga gol tanpa balas di fase grup Liga Champions lalu.

Menilik progres formula Pirlo di Juventus, mestinya tingggal tunggu waktu saja Chiesa buat ranum. Toh, usianya baru 23 tahun dan masih punya waktu panjang buat berkembang.

Bukan tak mungkin Chiesa jadi Baggio selanjutnya. Yah, asal jangan jadi Bernadeschi jilid II saja, sih.