Future Captain, Future Leader

Foto: Twitter @Arsenal.

Martin Odegaard menjadi salah satu nominasi yang akan menjabat kapten Arsenal. Pantaskah dia menggantikan Pierre-Emerick Aubameyang?

Ketika Pelatih Arsenal, Mikel Arteta, mencopot ban kapten dari lengan Pierre-Emerick Aubameyang ada dua pertanyaan yang melintas: Apakah ini mengejutkan? Apakah keputusan ini tinggal menunggu waktu saja? Pasalnya, Aubameyang kehilangan jabatan kapten karena tindakan indisipliner, sesuatu yang bukan pertama kali ia lakukan.

Ada beban tak kasatmata ketika kamu mengenakan ban kapten di lengan. Benda yang melingkar itu bukan pertanda kamu memiliki sebuah keistimewaan, melainkan pengingat bahwa kamu memiliki sebuah tanggung jawab yang lebih besar. Maka, ketika kamu menjadi kapten tim, mereka akan melihatmu bukan hanya dari permainanmu di atas lapangan, tetapi juga apa-apa yang kamu lakukan di luar lapangan. 

Pada suatu hari, Aubameyang meminta izin untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit di Prancis. Arteta, memahami bahwa ini adalah urusan keluarga, mengizinkan permintaan Aubameyang dengan catatan tebal: Ia langsung kembali hari itu juga. Sayangnya, Aubameyang tak menepati janji tersebut.

Pemain asal Gabon itu datang terlambat. Bahkan, ia tak ikut latihan tim jelang pertandingan melawan Southampton. Hal tersebut juga yang membuat Aubameyang diparkir ketika Arsenal melawan Southampton, Sabtu (11/12/2021).

Ini bukan kali pertama Aubameyang bertindak tak disiplin sebagai pemain senior. Jelang laga melawan Tottenham Hotspur pada musim 2020/21, Aubameyang juga datang terlambat. Alhasil, Arteta mengambil tindakan tegas: Aubameyang tak jadi starter, ia hanya duduk di bangku cadangan.

Arsenal bukanlah tim yang disesaki pemain senior. Mereka tak lagi memiliki backbone sekokoh era Patrick Vieira dan Thierry Henry. Oleh karena itu, kehadiran satu atau dua pemain yang "dituakan" semestinya bisa menjadi sedikit antidot.

Aubameyang sudah berusia 32 tahun. Dalam skuad Arsenal yang pada awal musim 2021/22 memiliki rata-rata usia 25,01 tahun (menurut The National merupakan rata-rata skuad termuda di Premier League), semestinya ia bersikap layaknya kakak. Ia tidak hanya dituntut untuk tampil konsisten, tetapi juga bersikap selayaknya pemain yang "dituakan".

Ketika ia cukup sering melakukan tindakan indisipliner, seharusnya keputusan Arteta bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Pada akhirnya, sang pelatih mesti menunjukkan bahwa di dalam sebuah skuad, siapa pun bisa kena hukuman manakala melakukan tindakan indisipliner.

Kini, Arsenal belum memiliki kapten tim secara permanen. Pada dua laga yang sudah dilalui tanpa Aubameyang, Arteta menunjuk Alexandre Lacazette yang memang menjabat sebagai vice captain. Namun, Arteta mengaku tak mau terburu-buru menentukan kapten selanjutnya untuk The Gunners.

"Ini adalah situasi yang sangat tidak menyenangkan dan ini bukan saatnya untuk mengambil keputusan yang terburu-buru," ucap Arteta di situs resmi Arsenal.

Kendati, Arteta berkata tak mau terburu-buru menentukan kapten selanjutnya, beberapa nama sudah muncul ke permukaan. Lacazette dan Granit Xhaka memang berpeluang besar. Akan tetapi, Lacazette akan habis kontraknya pada musim panas mendatang. Lalu, Xhaka, yang juga pernah ditunjuk sebagai kapten sebelum Aubameyang, mengaku tak mau lagi mengambil tanggung jawab itu.

Selain dua nama tersebut, ada satu nama yang juga memiliki kans besar menjabat kapten Arsenal. Dia adalah Martin Odegaard. Meski masih muda, Odegaard sudah bertindak sebagai kapten Timnas Norwegia per Maret 2021. Eks pemain Real Madrid ditunjuk oleh Pelatih Norwegia, Stale Solbakken, menggantikan Stefan Johansen di usia yang baru 22 tahun.

***

Di atas lapangan, Odegaard merupakan pemain yang cukup vokal dan komunikatif. Ia tak jarang mengingatkan teman-temannya untuk melakukan pressing atau memindahkan area permainan saat menyerang.

Hal tersebut terekam dalam pertandingan Arsenal melawan West Ham United di London Park musim lalu. Odegaard kerap mengingatkan Lacazette dan Bukayo Saka untuk melakukan pressing. Tak hanya itu, ia juga aktif dalam meminta bola kepada rekan-rekannya.

Lalu, bagaimana dengan teknis di dalam pertandingan?

Odegaard merupakan (salah satu) kepingan yang hilang dari Arsenal. The Gunners tak punya pemain kreatif yang beroperasi dari second line, membuat mereka acap terlihat monoton ketika melakukan serangan.

Dahulu, Arsenal memang memiliki Mesut Oezil. Namun, karena Arteta memilih untuk menepikannya, Oezil akhirnya memutuskan untuk pindah ke Fenerbahce pada Januari 2021. Begitu Oezil pergi, Arsenal lekas mencari pengganti. Sosok yang sudah diinginkan Arteta ialah Odegaard yang memang terbengkalai di Real Madrid.

Pada bulan yang sama dengan kepergian Oezil, Odegaard datang ke Arsenal dengan status pinjaman. Kiprahnya selama setengah musim di London Utara cukup mengagumkan. Catatan dua assist dan 1,4 umpan kunci per 90 menit ia bukukan. Tak cuma itu, Odegaard juga rajin melakukan progressive passes dengan rata-rata 5 per 90 menitnya.

Penampilan yang ciamik itu membuat pendukung Arsenal kesemsem. Saat Odegaard pulang ke Madrid, banyak fan yang menginginkan dia kembali.

Pada bursa transfer musim panas 2021/22, Arsenal sempat mencari opsi lain. Nama James Maddison masuk radar. Akan tetapi, harganya yang cukup tinggi membuat Arsenal memilih untuk mundur teratur.

Arsenal akhirnya memutuskan untuk kembali pada Odegaard. Mereka Odegaard dengan status permanen. Sebagai gantinya, mahar sebesar 30 juta poundsterling mereka berikan kepada Madrid.

Skuad Arsenal yang tak terlalu berubah banyak membuat Odegaard tak kesulitan beradaptasi. Terbukti, pemain yang pernah merumput di Real Sociedad itu menjadi bagian penting dalam skema permainan Arteta.

Awalnya, Odegaard memang kerap berada di bangku cadangan. Hal ini tak terlepas dari kondisinya yang belum 100 persen fit. Namun, ketika Odegaard pulih, satu tempat di susunan 11 pemain Arsenal menjadi miliknya.

Secara formasi, Odegaard akan berdiri di belakang penyerang. Namun, dalam praktik permainan, Odegaard lebih sering bergerak ke sisi kanan untuk membantu Bukayo Saka.

Ketika tim melakukan proses build-up serangan, Odegaard akan turun untuk menjadi opsi operan bagi para pemain belakang. Setelahnya, dia akan menginisiasi serangan. Lihat saja gol cantik Arsenal ke gawang Southampton, Sabtu (11/12). Odegaard berandil menjadi opsi serangan dan dengan kilat melepaskan operan ke Takehiro Tomiyasu yang sudah bergerak maju ke area penalti lawan.

Odegaard tak sekadar menjadi opsi umpan saja. Ia juga kerap menarik bek lawan untuk menciptakan ruang yang kosong. Ini tak terlepas dari posisinya yang berdiri di antarlini atau halfspace pertahanan lawan. Berdiri di belakang penyerang dengan bebas membuat Odegaard kerap memiliki ruang yang kosong dan mendapatkan cut back dari bek tepi Arsenal.

Tak cuma posisi yang menguntungkan, Odegaard juga memiliki kemampuan menyelesaikan peluang yang baik. Sudah empat gol yang dibuat Odegaard dengan expected goals (xG) yang hanya 1,2. Odegaard juga menjadi pemain tersubur kedua Arsenal di Premier League setelah Emile Smith-Rowe.

***

Ada banyak tipe kapten yang bisa kamu temui di lapangan. Mulai dari kapten yang senang betul berteriak memberi perintah dan memiliki karakter keras (seperti Roy Keane) sampai kapten yang tenang, kalem, elegan, tetapi membuatmu segan kepadanya (contohnya adalah Paolo Maldini).

Namun, satu yang pasti, kapten tim adalah seseorang yang bisa diandalkan oleh sebuah tim. Ketika sebuah tim gamang, lumrah apabila mereka berpaling ke sang kapten untuk mencari jawaban. Oleh karena itu, bakal menyenangkan bila sebuah tim memiliki seorang kapten yang emoh betul menunduk, entah seberapa buruk pun situasi di lapangan.

Odegaard masih muda, tetapi ia telah memiliki pengalaman memimpin tim di lapangan ketika memperkuat Timnas Norwegia. Sejauh ini, karakter seperti apa dia ketika menjadi kapten memang belum segamblang Keane, Maldini, atau bahkan Vieira dan Henry. Namun, setidaknya, Odegaard sudah mengantongi poin penting: Ia adalah pemain penting dalam starting XI Arsenal.