Hamburg dan Beberapa Babak Stadtderby

Foto: FC St. Pauli.

Empat babak dari derbi yang sangat panas, derbi yang gila. Tujuh gol, 57.000 suporter, adu taktik yang sengit, penuh drama.

IV

Itu pukul sepuluh malam. Satu setengah jam sebelumnya, Derbi Hamburg (atau yang lebih dikenal dengan Stadtderby) baru saja usai. Tuan rumah HSV menang 4-3 atas St. Pauli.

Saya beranjak pulang setelah mendengar konferensi pers dari Tim Walter, pelatih HSV, dan Fabian Huerzeler, pelatih St. Pauli. Saat sampai di lorong menuju ke Stasiun Stellingen (stasiun kereta paling dekat dari Volksparkstadionk), saya terjebak di antara kerumunan fans HSV.

Saya rasa mereka adalah pendukung garis keras, atau ultras, karena hampir seluruh dari mereka mengenakan pakaian hitam. Di lorong itu, mereka bernyanyi, meneriakkan “Derby Sieger, Derby Sieger, Derby Sieger!” sembari mengepalkan tangan ke udara. Polisi menunggu di ujung lorong, mengawasi.

Malam itu, pemenang derbi akan jadi pemilik kota. Mereka bebas bernyanyi, bersorak, merayakan kemenangan timnya. Di berbagai penjuru Hamburg malam itu, saya melihat fans HSV berbagi suka cita. Di dalam kereta saat perjalanan pulang, mereka tak berhenti bernyanyi dan berjingkrak. Bahkan pada keesokan hari, saya masih melihat banyak orang mengenakan atribut HSV. Akhir pekan jadi milik mereka.

III

Jackson Irvine tertatah saat masuk ke dalam lorong menuju ruang ganti selepas pertandingan. Saya menunggunya dengan sabar di area mixed zone. Namun, sebelum akhirnya Irvine tiba dan meladeni wawancara kami, para juru tulis atau jurnalis, ia harus lebih dulu meladeni tiga wawancara video—untuk para pemegang hak siar.

Selain tertatah, karena benturan di lapangan dengan rekan setim pada menit-menit akhir pertandingan, raut wajahnya menunjukkan kelelahan yang amat sangat. Malam itu, Irvine menjadi pemain dengan daya jelajah paling tinggi di lapangan. 11,9 kilometer ia tempuh di laga yang amat berat, intens, dan panas. 90+ menit yang sangat gila. Ia memang mencetak gol malam itu, tapi sialnya tim yang ia pimpin kalah.

Dalam wawancaranya kemudian, Irvine menyesali bagaimana St. Pauli tak mampu menyelesaikan momen-momen penting dalam laga dengan manis. Momen-momen krusial itu lepas dari genggaman dan pada akhirnya jadi salah satu alasan mengapa St. Pauli keok. “Ya, apa pun memang bisa terjadi dalam pertandingan sebesar ini. Namun, itu (soal kegagalan di momen penting), yang ada di benak saya setelah pertandingan,” ujarnya.

Jika melihat angka xG, St. Pauli memang bisa dibilang tak beruntung. Kualitas peluang mereka dalam laga itu, per Fotmob, ada di angka 1,88. Lebih banyak dari lawan yang hanya memiliki angka xG 1,33. St. Pauli juga berhasil melepaskan tujuh tembakan tepat sasaran, yang sialnya hanya berbuah tiga gol. Satu gol mereka dianulir karena pelanggaran dengan kontak minim.

Selain itu, St. Pauli juga kebobolan empat gol lewat proses-proses yang seharusnya mereka hindari. Satu gol yang masuk ke gawang mereka adalah gol bunuh diri. Dua diciptakan lawan dalam kurun empat menit dan itu tercipta akibat kesalahan lini belakang dalam mengantisipasi umpan silang. Satu gol lain tercipta dari tembakan spektakuler yang, mengutip Irvine, mungkin tembakan terbaik dalam hidup sang penendang (Jonas David, bek HSV).

II

Dalam pertandingan sepanas derbi, sepak bola acap tak berjalan sesuai akal sehat. Irvine benar, apa pun bisa terjadi. Dan itulah yang tergambar dari laga HSV vs St. Pauli di Volksparkstadion, Jumat (21/4) malam itu. Ini adalah suguhan luar biasa yang sangat menghibur para penggemar sepak bola—kecuali, untuk hasil akhir, para pendukung St. Pauli, tentu saja.

Suguhan taktik dari Walter dan Fabian amat menarik. Walter membuat HSV bermain dengan formasi favorit mereka, 4-3-3. Sisi tepi dan kelebaran akan jadi kunci. Fabian, sementara itu, sedikit mengubah susunan pemainnya. Ia tak menurunkan dua pemain sayap untuk mengapit penyerang tengah, melainkan memasang 3 gelandang untuk mendukung dua pemain depannya.

Di atas kertas, St. Pauli bermain dengan 3-5-2 atau 5-3-2 saat bertahan. Namun, pola ini bisa berubah menjadi 3-4-3 saat mereka menyerang dengan Marcel Hartel, gelandang kiri, naik ke depan menjadi sayap kiri. Bahkan saat berada dalam situasi menyerang, shape St. Pauli bisa berubah menjadi 2-3-5, di mana satu wing-back akan naik ke depan, dan Irvine merangsek naik ke depan jadi opsi umpan di tengah.

FCSP - Football tactics and formations

Dua sistem yang berbeda itu kemudian menghadirkan duel yang sangat sengit di sisi sayap. Dan ini yang menarik. HSV sangat berani untuk terus mengarahkan serangan mereka ke tepi, meski St. Pauli tak berhenti menjebak mereka dengan overload ataupun pressing. Umpan silang atau cut-back jadi favorit tuan rumah dalam mencari peluang.

Ini kemudian bisa dikatakan berhasil karena seluruh gol yang diciptakan HSV dimulai dari umpan silang. Dan St. Pauli, sementara itu, terlihat begitu ceroboh dalam mengantisipasinya. Entah bagaimana pemosisian pemain buruk, ketidaksigapan dalam menyapu umpan, kesalahan dalam menjebak lawan, sampai ketidakberhasilan mengamankan bola kedua. Semua terjadi.

St. Pauli, sementara itu, pintar bermain di half-space. Menghadapi lawan yang bermain dengan pola empat bek, mereka tau bahwa celah antarpemain (terutama antara bek tengah dan bek tepi) bisa jadi sasaran empuk. Dan dua gol, plus satu yang dianulir, tercipta berkat kejelian memanfaatkan celah itu. Ditambah HSV juga acap ceroboh dengan garis pertahanan tingginya.

Secara keseluruhan, laga berlangsung amat menarik. Jual beli serangan terjadi. St. Pauli memang bermain lebih baik, dua perubahan sistem yang saya tangkap dilakukan Fabian membuat permainan mereka berkembang. Namun, HSV bermain lebih cerdik dan efektif. Mereka bisa memanfaatkan kualitas peluang mereka yang rendah plus kesalahan-kesalahan lawan untuk menciptakan gol. Keklinisan itu yang tak dimiliki St. Pauli.

I

Satu tahun lebih saya tinggal di Hamburg dan saya menjumpai orang-orang yang memiliki preferensi terhadap klub yang mereka bela. Bos saya, member St. Pauli, selalu ogah menyebut HSV dengan kata HSV. Ia acap mengajari saya nama-nama apa saja yang layak digunakan jika ingin menyebut HSV.

Teman baik saya di kampus, sementara itu, berharap HSV yang jadi pemenang derbi saat kami bertemu di kelas pada awal pekan sebelum pertandingan. Ia bukan fan HSV, tapi jika disuruh memilih antara dua klub yang ada di Hamburg ini, ia tidak akan memilih satu dengan seragan cokelat dan putih. “St. Pauli, sebenarnya, sama saja dengan klub-klub sepak bola lain,” katanya ketika kami berbincang soal dua klub ini.

Dari orang-orang seperti mereka, juga dari fans lain yang saya kenal atau saya temui, saya jadi tahu mengapa laga Stadtderby begitu besar, begitu panas. Ini bukan saja soal kamu dukung tim mana, ini juga berarti tentang sikap, tentang apa yang akan terjadi di akhir pekanmu.

57.000 orang memenuhi Volksparkstadion pada Jumat lalu. Sementara, pada pertemuan pertama, lebih dari 29.000 orang memenuhi Millerntor. Dan pihak mana yang menjadi pemenang, mereka pantas jadi pemilik Hamburg akhir pekan itu. Beruntung, dua pertemuan musim ini memiliki dua pemenang yang berbeda.