Harapan untuk Naby Keita

Foto: @LFC.

Naby Keita tampil baik di pramusim. Seolah-olah ia ingin membayar segala harapan yang selama ini digantungkan padanya. Masalahnya, ada banyak hal yang perlu ia perbaiki untuk bisa jadi andalan Liverpool.

Kedatangan Naby Keita ke Liverpool membawa ekspektasi yang begitu besar.

Pertama karena ia didatangkan dengan harga mahal: 52 juta poundsterling—angka itu membuat Keita jadi pemain termahal ketiga sepanjang sejarah Liverpool. Kedua, karena ia memilih mengenakan nomor punggung 8, bekas nomor Steven Gerrard.

Terakhir, tentu saja, karena ia didatangkan setelah menunjukkan penampilan yang begitu memukau bersama RB Leipzig. Dalam dua musim penampilan bersama Leipzig di Bundesliga, Keita mampu mencatatkan 14 gol dan 12 assist. Catatan yang apik untuk pemuda yang saat itu belum genap 24 tahun.

Dengan segala hal itu, wajar saja kemudian ekspektasi publik terhadapnya jadi begitu tinggi. Ia diharapkan mampu menjadi bintang dan andalan lini tengah Liverpool.

Namun, harapan tinggal harapan. Tiga musim membela Liverpool, Keita sama sekali belum menjadi apa yang orang-orang harapkan. Alih-alih menjadi andalan, dalam tiga musim terakhir ia justru lebih banyak menghabiskan waktu di ruang perawatan.

Sejak berseragam Liverpool, ia absen lebih dari 250 hari karena cedera. Pada ajang Premier League, Keita cuma bisa main 32 kali sebagai starter selama tiga musim terakhir. Dari catatan itu, ia cuma bisa mencetak empat gol dan empat assist. Jelas bukan hasil yang diharapkan keluar dari pemain berusia 26 tahun ini.

Di luar cedera pun, penampilan Keita masih terbilang biasa saja. Selama tiga musim, ia terlihat belum bisa nyetel dengan pemainan Liverpool. Memang terkadang ia mampu mengeluarkan aksi-aksi memukau, tapi secara keseluruhan ia masih jauh dari kata memuaskan. Dan tentu saja masih inkonsisten.

Atas penampilan yang tak sesuai ekspektasi itu, sempat muncul kabar bahwa Keita akan masuk dalam daftar jual Liverpool pada musim panas ini. Namun, Juergen Klopp selaku manajer menyatakan bahwa ia masih akan memberi kesempatan untuk pemain berpaspor Guinea itu.

Pada laga-laga uji tanding di pramusim 2021/22 ini, Keita acap diberi kesempatan oleh Klopp. Kebetulan sang pemain memang tengah berada dalam kondisi yang bugar. Menariknya, Keita menjawab kepercayaan itu dengan baik. Pada pramusim ini, ia jadi salah satu pemain Liverpool yang paling menonjol.

Oke, pramusim memang tak bisa dijadikan acuan penuh untuk menilai seorang pemain. Ada saja kasus di mana pemain yang tampil mengesankan selama pramusim tiba-tiba jadi melempem saat kompetisi yang sesungguhnya tiba.

Namun, kita juga bisa mengambil kesimpulan bahwa Keita sebenarnya tengah berusaha menunjukkan diri. Menunjukkan bahwa ia masih layak berseragam The Reds. Bahwa ia masih ingin berjuang mempertahankan tempatnya. Sebab, kendati Klopp menyatakan keinginan untuk mempertahankannya, ada saja peluang bagi Keita untuk dilego.

Upaya itu jelas perlu diapresiasi, meski kita tahu itu tampil baik di pramusim saja belum cukup. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diperbaiki Keita—jika melihat catatan musim-musim sebelumnya—untuk bisa benar-benar jadi andalan Liverpool.

Supaya ia bisa membayar kepercayaan Klopp dengan baik, sehingga manajemen pun mengurungkan niat untuk menjualnya. Juga agar ia bisa membayar segala ekspektasi yang selama ini menggantung di pundaknya. Lantas, sebenarnya, apa saja yang harus Keita perbaiki?

Jadi Gelandang Liverpool Seutuhnya

Salah satu atribut paling menonjol yang Keita miliki sebagai gelandang adalah kemampuan dribelnya. Pada musim terakhir berseragam Leipzig, ia mampu mencatatkan rerata 5,1 dribel per 90 menit. Tinggi sekali. Ia bisa mendribel bola ke sana kemari, melewati lawan sesuka hatinya.

Namun, di Liverpool situasinya berbeda. Di Leipzig, dalam pola 4-2-2-2, Keita diberi kebebasan. Ia menjadi gelandang tengah yang punya ruang gerak amat luas. Di Liverpool, dalam pola 4-3-3, ia dituntut menjadi gelandang yang lebih disiplin. Ruang gerak terbatas, dan dribel-dribelnya pun harus dibatasi.

Klopp menginginkan para gelandangnya untuk mengontrol penguasaan bola dan menjadi jembatan antara lini belakang dan lini depan. Karena itu, dribel jadi urusan nomor sekian. Gelandang-gelandang Liverpool harus bisa meminimalisir risiko kehilangan penguasaan bola.

Sejak berseragam Liverpool, angka dribel Keita memang menurun. Musim lalu, misalnya, ia mencatatkan 2,9 dribel per 90 menit. Namun, ketimbang gelandang-gelandang Liverpool lainnya, angka dribel Keita tetap jadi yang paling tinggi. Jika dibandingkan dengan para gelandang inti musim lalu, angka Keita berada cukup jauh.

Thiago Alcantara hanya mencatatkan 2,04 dribel per 90 menit. Wijnaldum mencatatkan 1,56 dan Henderson mencatatkan 0,69. Benar saja, dibanding tiga nama yang dribelnya lebih rendah ini, angka kehilangan penguasaan bola per 90 menit milik Keita jadi jauh lebih besar.

Pada musim lalu, per 90 menit, Keita rata-rata kehilangan penguasaan bola 2,07 kali. Sementara catatan Henderson, Thiago, dan Wijnaldum semuanya di bawah 1. Mereka berhasil menjadi gelandang Liverpool seutuhnya: Bisa mengontrol penguasaan bola dengan baik.

Selain itu, Keita ternyata juga jadi yang paling buruk dalam hal akurasi umpan pendek (4,5-14 meter) sukses. Ia cuma bisa mencatatkan persentase umpan pendek sukses sebesar 86,1%. Sementara tiga nama di atas, bahkan termasuk juga Curtis Jones dan James Milner, punya catatan di atas 90%.

Padahal, untuk bisa mengontrol penguasaan bola, seorang gelandang diharapkan mampu menyelesaikan umpan-umpan pendeknya dengan sempurna. Apalagi permainan Liverpool memang dibangun dari umpan-umpan pendek. Keita tak boleh ceroboh dalam soal ini.

Catatan per 90 menit

Catatan-catatan ini kemudian menunjukkan bahwa Keita sejauh ini memang belum bisa jadi gelandang yang dibutuhkan Liverpool. Karena itu, agar bisa mengubah diri jadi andalan, Keita harus bisa memperbaiki catatan-catatannya tadi. Untuk bisa meminimalisir dribel tak perlu dan lebih presisi dalam melepaskan umpan pendek.

Meningkatkan Kreativitas

Musim lalu, dari 669 menit bermain di Premier League dan Liga Champions, tak ada satu pun assist yang diciptakan Keita. Padahal, Keita punya catatan 1,03 umpan kunci per 90 menit. Lebih tinggi dibandingkan Curtis Jones (0,99/90 min) yang mencetak dua assist dan Henderson (0,68/90 min) yang punya sebiji assist.

Angka harapan penciptaan peluangnya—yang diukur lewat expected assist (xA)—pun cukup tinggi. Keita memiliki xA 0,14 musim lalu. Lagi-lagi lebih tinggi dari Jones dan Henderson. Pun dalam hal shot creating actions (dua aksi ofensfif yang menghasilkan tembakan), Keita mampu mencatatkan 2,60 per 90 menit. Angka yang cukup tinggi.

Artinya, Keita sebenarnya cukup kreatif. Ia mampu menciptakan peluang. Hanya saja, peluang yang ia ciptakan tak menghasilkan apa-apa. Well, memang ada peran si penyelesai peluang di sini. Namun, Keita juga perlu meningkatkan kreativitasnya. Terutama soal efektivitas.

Dengan semakin banyak kans yang ia ciptakan, diharapkan peluang agar kans itu mampu menjadi gol juga semakin meningkat. Dan pada akhirnya, value Keita di lapangan pun semakin meningkat. Pasalnya, gelandang yang mampu mencetak assist adalah nilai plus di Liverpool.

Keita bisa mencoba apa yang dilakukan Xherdan Shaqiri musim lalu: Meningkatkan kreativitas dengan memperbanyak kans untuk menciptakan assist. Shaqiri unggul dalam hal xA dan shot creating actions dibanding gelandang Liverpool lainnya dan ia bisa mencetak dua assist. Ia juga punya catatan kehilangan bola yang lebih kecil dari Keita.

***

Sejauh ini, di pramusim, ia sudah punya modal baik: Dapat kepercayaan dari Klopp, tampil mengesankan, dan bisa mencuri perhatian para penggemar. Kondisinya juga 100%. Sekarang tinggal bagaimana Keita mampu memperbaiki kekurangannya untuk menjalani musim 2021/22 nanti.

Jika sudah berhasil jadi gelandang yang tak mudah kehilangan bola, mampu mengontrol permainan dengan baik, dan ekfektif dalam kreativitas, Keita akan bisa jadi andalan lini tengah Liverpool. Kontraknya yang akan habis pada 2023 nanti akan punya peluang besar untuk diperpanjang, toh usianya juga masih ideal.