Ide, Tuan Arteta, Juga Butuh Penyempurnaan

Foto: anonymous_640

Mikel Arteta datang ke Arsenal tidak dengan kepala kosong; ia datang dengan ide yang jelas. Kendati begitu, ide Arteta masih butuh penyempurnaan.

Sulit untuk tidak memberikan pujian kepada Mikel Arteta. Meski masa jabatannya di Arsenal belum sampai satu tahun, dan masih ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki, setidaknya ia sudah membawa ide yang jelas untuk tim asal London Utara itu.

Anda boleh menggarisbawahi frasa “ide yang jelas” di atas. Ide adalah pangkal. Tanpa ide, apalagi ide yang jelas, boleh jadi eksekusi bakal berantakan.

“Beneath this mask there is an idea, Mr Creedy, and ideas are bulletproof,” kata V, dengan nada suara yang cukup bikin bergidik, pada sebuah adegan di ‘V for Vendetta’.

Namun, V dan Arteta adalah karakter yang berbeda —selain fakta bahwa yang satu adalah tokoh fiksi, sementara yang lainnya adalah pria parlente yang selera fashion-nya rasa-rasanya cuma bisa dikalahkan Pep Guardiola. Sementara V adalah anarko yang berusaha merobohkan tatanan, Arteta justru memberikan tatanan dan struktur baru dalam permainan Arsenal.

***

Arteta datang ke Arsenal dengan pengalamannya sebagai asisten Pep Guardiola di Manchester City. Kedua orang ini mirip, meski tidak sama. Kebetulan, keduanya juga berasal dari akar yang satu: Akademi Barcelona.

Namun, Arteta bukan sekadar orang suruhan Guardiola. Di City, Guardiola menangani hal-hal makro seperti taktik dan strategi, Arteta menangani hal-hal mikro seperti end product, pergerakan, dan penempatan posisi para pemain.

Kendati statusnya adalah sekondan, Arteta mendapatkan pujian dari beberapa pemain karena mengajarkan hal-hal teknis kepada mereka. Tifo Football menggambarkan hal ini dengan jitu: Guardiola dan Arteta sama-sama pemikir, tetapi Arteta banyak bertindak sebagai problem solver.

Penggambaran tersebut menunjukkan bagaimana Arteta tidak datang ke Arsenal dengan kepala kosong. Ia sedari awal sudah tahu akan melakukan apa dan bagaimana melakukanya.

Foto: Twitter @m8arteta

Pada konferensi pers teranyarnya, Arteta mengakui bahwa salah satu tugasnya di Arsenal adalah melatih para pemain dan membuat mereka jadi versi terbaik dari diri masing-masing —inilah mengapa, ia mengaku menyesal tidak bisa mengeluarkan yang terbaik dari Mesut Oezil. Ucapan Arteta klop dengan kabar-kabar soal apa yang ia lakukan di Manchester City, yakni mengasah kemampuan individu para pemain.

Namun, tentu saja, Arteta tidak melupakan pembenahan taktikal dalam skuat Arsenal.

***

Setelah ditunjuk menjadi Pelatih Arsenal pada 22 Desember 2019, perubahan yang Arteta bawa langsung terlihat. Pada setengah musim pertamanya menangani Arsenal, pria asal Spanyol itu langsung mempersembahkan gelar Piala FA. Tak cuma itu, Arteta membuat The Gunners tak lagi inferior tim-tim big six Premier League. Bersama Arteta, Arsenal bisa mengalahkan Liverpool, Man City, Manchester United, dan Chelsea.

Salah satu hal yang ia benahi adalah cara bertahan tim. Bersama Unai Emery, Arsenal hanya bisa membuat lima clean sheet dalam 20 laga di lintas ajang. Setelah Arteta masuk pada pertengahan musim lalu, Arsenal bisa membuat 11 clean sheet di semua kompetisi.

Arteta lebih sering menggunakan pakem 3-4-3. Pola ini cukup untuk menumpuk pemain di dalam kotak dan meminimalisir space kosong di area sayap.

Musim ini, kekuatan Arsenal di sektor belakang bertambah setelah mendatangkan Gabriel Magalhaes dari LOSC Lille. Gabriel relatif nyetel dengan gaya main The Gunners, meski masih dalam masa adaptasi.

Pemain asal Brasil itu sudah membuat rata-rata 1,3 blok untuk Arsenal dalam empat laganya di semua ajang. Catatan itu merupakan yang paling tinggi di Arsenal.

Kedatangan Gabriel menunjukkan bahwa Arteta, meski tumbuh dalam kultur sepak bola Eropa daratan dan gaya main ala Barcelona, cukup peka dengan gaya bermain ala Britania.

Toh, Arteta juga menjadi besar di Britania —di Skotlandia dan Inggris, tepatnya. Oleh karena itu, ia paham bagaimana sepak bola Britania (dan Inggris) bekerja; ia tidak melupakan aspek fisik di dalam permainan.

Gabriel, selain gemar melakukan blok, juga cukup kuat dalam melakukan tekel (per catatan WhoScored). Selain melakukan 1,3 blok per laga, bek asal Brasil ini juga melakukan 0,8 tekel per laga.

Di Premier League sejauh ini, gawang Arsenal juga baru kemasukan enam gol. Jumlah tersebut merupakan salah satu yang paling sedikit --hanya Aston Villa, yang baru dua kali kebobolan, yang bisa mengungguli Arsenal.

Untuk urusan build-up serangan, Arteta juga masih mengandalkan possession-based football. Emery, sebetulnya, juga menggunakan possession. Namun, yang membedakan adalah bagaimana Arteta menggunakan possession tersebut.

Bersama Arteta, struktur serangan Arsenal lebih tertata. Penempatan posisi pemain juga lebih jelas. Possession tersebut, oleh Arteta, digunakan untuk melakukan serangan yang lebih direct —dan seringkali bermula dari sisi sayap.

Cara tersebut acap kali membuat lawan keluar dari posisinya dan menciptakan ruang di daerah lain. Biasanya, kalau sudah begini, Arsenal akan mengalihkan bola ke daerah yang kosong itu. Pada beberapa kesempatan, bola juga dialirkan ke sisi sayap seberang yang sudah kosong.

Arteta pun layak mendapatkan pujian karena bisa mengaplikasikan idenya dengan tepat. Namun, Tuan Arteta, ide juga butuh penyempurnaan.

Dari beberapa perubahan yang dibuat Arteta masih ada masalah yang mesti diperbaikinya. Salah satu masalah Arsenal adalah minimnya mereka menciptakan peluang dan membuat gol.

Sejauh ini, 'Meriam London' baru membuat delapan gol di Premier League. Catatan itu merupakan yang paling rendah di antara lima tim teratas di klasemen sementara.

Tak cuma itu, Understat mencatat rata-rata xG (expected goals) Arsenal hanya menyentuh angka 6,18. Angka itu sangat jauh dibandingkan Everton yang memiliki rata-rata xG 11,40. Rata-rata xG Arsenal itu lebih buruk dari West Ham 9,51 dan Chelsea 9,06 yang posisinya berada di bawah Arsenal.

Mandeknya penampilan striker sekaligus kapten Arsenal, Pierre-Emerick Aubameyang, menjadi salah satu faktor tumpulnya lini depan Arsenal. Penyerang asal Gabon itu baru mengemas satu gol dari lima laga Premier League. Padahal, Aubameyang musim lalu bisa membikin lima gol dari lima laga awal Premier League.

Selain menurunnya penampilan Aubameyang, Arsenal juga kehilangan sosok gelandang kreatif. Tak adanya gelandang kreatif ini terlihat saat The Gunners kalah 0-1 dari Man City pada gameweek lima Premier League, Sabtu (17/10/2020) malam WIB.

Pada laga tersebut, Guardiola sukses mematikan sisi tepi yang menjadi kekuatan Arsenal. Mantan pelatih Barcelona itu menumpuk pemainnya di sayap kiri maupun kanan. Arsenal pun buntu. Variasi serangan lewat tengah tak bisa ditawarkan oleh klub dari London Utara itu.

Alhasil, Arsenal tak bisa menghasilkan peluang untuk membuat gol. Pada babak kedua, tak ada skema open play yang mengancam gawang City.

Arteta dan Arsenal bukannya tidak sadar dengan problem ini. Pasalnya, pada bursa transfer musim panas, mereka berusaha mendatangkan gelandang serang Olympique Lyon, Houssem Aouar. Namun, kesepakatan urung tercipta karena Arsenal tak mampu membayar harga yang dipatok Lyon.

Lihat postingan ini di Instagram

First training completed 💪🏾

Sebuah kiriman dibagikan oleh Thomas Teye Partey (@thomaspartey5) pada

Arsenal pada akhirnya “cuma” mendatangkan Thomas Partey dari Atletico Madrid. Pembelian Thomas memang tidak salah. Namun, dia belum melengkapi kepingan puzzle lini tengah Arsenal. Pasalnya, Arsenal kini lebih banyak diisi gelandang yang agresif ketimbang kreatif.

Sedikit catatan, kedatangan Thomas yang agresif juga memperlihatkan bagaimana Arteta dan Guardiola berbeda dalam mencari gelandang tengah. Sementara Guardiola cenderung membutuhkan gelandang yang lihai dengan bola (dan biasanya tidak mempan di-press lawan), Arteta justru mencari gelandang yang agresif. Boleh jadi, ini adalah pengaruh dari gaya sepak bola Britania, tempat Arteta menjadi besar.

Memang, Arsenal masih memiliki Willian Borges yang bisa dimainkan sebagai kreator. Apalagi, Willian sudah memberikan dua assist dan rata-rata 1,4 key passes untuk Arsenal sejauh ini. Akan tetapi, Arteta lebih senang memainkan eks pemain Chelsea itu di sisi tepi.

Satu lagi pemain yang bisa diharapkan sebagai gelandang kreatif adalah Dani Ceballos. Kemampuan passing dan dribel yang dimilikinya bisa menyajikan variasi baru dalam serangan Arsenal. Ceballos juga kerap dipasang sebagai playmaker atau gelandang nomor 10 saat membela Timnas Spanyol U-21 dan Real Betis.

Peran Ceballos yang lebih ke depan terlihat moncer saat Arsenal mengalahkan West Ham United pada pekan kedua Premier League. Pada babak kedua, Ceballos didorong lebih ke depan untuk menambah daya dobrak Arsenal, yang waktu itu sedang bermain imbang 1-1.

Hasilnya terbukti lewat assist-nya kepada Eddie Nketiah. Ceballos yang bergerak masuk ke kotak penalti mendapat bola sodoran dari Bukayo Saka. Tanpa berlama-lama Ceballos langsung memberikan umpan ke Nketiah yang kemudian menceploskan bola ke gawang yang kosong.

Sekarang tinggal bagaimana Arteta lebih sering menempatkan Ceballos untuk lebih ke depan. Mantan kapten Arsenal itu sebenarnya tak usah ragu, pasalnya Granit Xhaka dan Thomas masih bisa melindungi lini pertahanan The Gunners.