Idola Baru Ajax

Foto: AFCAjax

Namanya Antony. Ia dari Brasil dan bersemi di Ajax. Kini dirinya jadi harapan baru publik Amsterdam.

Selalu ada yang bersemi di Ajax.

Mereka boleh saja terus kehilangan talenta-talenta terbaik ke klub Eropa lain, tapi akan selalu ada yang tumbuh dan mulai bersemi. Nama seperti Hakim Ziyech, Frenkie de Jong, Matthijs de Ligt, sampai Donny van de Beek boleh saja pergi, tapi akan selalu ada nama baru yang naik ke permukaan.

Ajax seolah tak pernah kehabisan pemain berbakat. Potensi tak pernah mati. Tengoklah skuad saat ini dan muncul nama Antony Matheus dos Santos di sana. Usianya masih 22 tahun. Musim ini hanyalah musim kedua berseragam Ajax. Namun, torehan Antony begitu moncer. 10 gol dan delapan assist yang ia ciptakan di Eredivisie dan Liga Champions jadi buktinya.

Secara individu pun ia menonjol. Dribelnya memukau, penyelesaian akhirnya acap mengejutkan. Bahkan belakangan ia melakukan selebrasi ikonik setelah berhasil mencetak gol penentu kemenangan di laga De Klassieker vs Feyenoord. Di situ ia melepas jersi dan berlari ke arah tribune untuk kemudian berselebrasi bersama para suporter.

Momen itu memang menghadirkan kritik, tetapi juga menunjukkan bahwa Antony sukses mengambil lampu sorot. Ia jadi idola baru suporter Ajax, jadi harapan baru publik Amsterdam. Dari kakinya, suporter Ajax berharap ada magi dan gol-gol kemenangan lain.

***

Hanya ada dua tim yang pernah dibela Antony sejauh ini. Pertama Sao Paolo dan yang kedua Ajax. Kisahnya di tim pertama dimulai sejak belia, tepatnya di usia 12 tahun.

Antony memulai perjalanan sepak bolanya dengan kisah pilu. Sebagai bocah yang lahir dari keluarga miskin dan tumbuh di wilayah ekonomi rendah, ia kesulitan mendapatkan fasilitas layak. Bahkan untuk membeli sepatu pun keluarganya tak mampu dan, karena itu, sang ibu acap membawa diam-diam dari tempatnya bekerja.

Namun, talenta besar Antony pada akhirnya mampu mengantarkan ia ke tim junior Sao Paolo. Di sana ia melesat cepat. Di usia 18 tahun, ia sudah berlatih dengan tim utama. Dalam perjalanannya, ia juga membawa tim meraih kampiun Copinha, sebuah turnamen di Brasil untuk level u-20.

Pada tahun 2019, Antony jadi andalan. Ia mencatatkan 29 penampilan di Serie A dan mampu mencetak empat gol plus enam assist untuk Sao Paolo. Capaian itu pada akhirnya membuat ia diboyong Ajax dengan banderol 20 juta euro. Angka itu begitu tinggi buat bocah yang belum pernah mencicipi sepak bola Eropa.

Namun, dalam dua musim, Antony membuktikan bahwa harga yang dibayarkan Ajax memang sepadan. Perlahan penampilannya memukau. Ia mampu beradaptasi dengan cepat meski pernah mengaku kesulitan dengan sepak bola Ajax yang lebih pintar, cepat, dan dinamis. Sesuatu yang berbeda dengan sepak bola di Sao Paolo, sehingga menuntutnya belajar lebih banyak.

Statistik Antony pun boleh dibilang mentereng. Pada musim pertama, dari 32 penampilan, ia mencetak sembilan gol dan delapan assist di Eredivisie. Dan di musim ini, torehannya pun kembali apik. Antony mampu tampil konsisten meski berstatus anak bawang di kompetisi Eropa.

Ia juga semakin percaya diri. Musim ini, melihat data per 90 menit, ia meningkatkan jumlah rerata dribelnya ke angka 3,9 dari catatan 3,8 musim lalu. Umpan kunci yang ia lepaskan pun naik ke 1,9 per 90 menit dari 1,8 musim lalu. Pun dengan total tembakan. Pemain bernomor 11 ini rerata melepas 4,1 tembakan per 90 menit musim ini, berbanding dengan 3 per 90 menit di musim lalu.

Namun, Antony memang belum matang. Selain soal kontrol emosi yang harus lebih baik, ia harus lebih rajin dalam membantu pertahanan. Baik itu dalam melakukan pressing terhadap lawan maupun dalam melakukan track-back untuk melindungi sisi kanan pertahanan Ajax.

Antony memang sempat mengaku bahwa keterlibatan itu jadi tantangannya ketika pindah ke Ajax, bahwa ia harus mulai beradaptasi dengan kebiasaan winger di Eropa yang aktif membantu pertahanan.  Dan aspek ini jelas harus ia tingkatkan, sebab kini ia berlaga untuk Ajax yang begitu kolektif dalam bertahan maupun menyerang.

Selain itu, kemampuan bertahan yang tak kalah baik bisa membuatnya jadi winger yang lebih komplet. Antony punya talenta, ia juga punya bekal yang bagus karena bermain di Ajax yang menerapkan sepak bola kekinian. Karena itu, untuk meningkatkan potensinya sampai kelevel tertinggi, ia perlu memperbaiki apa yang kurang dari dirinya: Kontrol emosi, kontribusi bertahan, dan keefektifan.

***

Selain jadi andalan Ajax, Antony belakangan juga rajin mendapat panggilan ke Tim Nasional Brasil. Ia sudah masuk level senior dan mampu bersaing dengan nama-nama seperti Neymar, Gabriel Jesus, Philippe Coutinho, Roberto Firmino, sampai Vinicius Jr. untuk mengisi pos lini depan.

Bahkan, setelah berlaga di Olimpiade 2020 dan kemudian mendapatkan medali emas, Antony berpeluang besa berlaga di Piala Dunia pada akhir tahun nanti. Pemain kelahiran 24 Februari 2000 ini berada di jalur yang benar untuk jadi bintang Brasil berikutnya.

Tak heran pula kalau banyak sekali rumor yang mengaitkannya dengan klub-klub besar Eropa. Bayern Muenchen, Manchester United, Liverpool, sampai Barcelona dikabarkan meminatinya. Sesuatu yang tak perlu diherankan jika melihat latar belakangnya sebagai pemain Ajax dan Brasil.

Pada akhirnya, Antony mungkin akan pergi dari Ajax. Ia memang sempat mengaku tertarik pindah ke Spanyol atau Inggris. Dan itu mungkin tak lama lagi. Namun, di sisa waktunya di Ajax, Antony harus membuktikan bahwa ia memang sudah siap untuk berada di panggung yang lebih besar.

Jika belum, baiknya ia bertahan untuk terus menjadi idola di Amsterdam.