Inkonsistensi di Balik Konsistensi Serge Gnabry

Foto: fcbayern.com.

Melihat torehan gol dan assist-nya, terlihat jelas bahwa capaian Serge Gnabry istimewa. Namun, apakah performanya kala berlaga sebagus itu?

Sejak berseragam Bayern Muenchen, narasi tentang seorang pemain yang dicap gagal di West Bromwich Albion, dibuang Arsene Wenger dari Arsenal, kemudian bersinar di Jerman amat melekat dalam diri Serge Gnabry. Ini muncul berulang-ulang seolah tiada cerita menarik lain.

Orang-orang mengungkitnya tatkala Gnabry bikin 10 gol dan 5 assist pada musim pertamanya di Bayern. Ketika ia mencetak empat gol ke gawang Tottenham Hotspur, hal serupa kembali terulang. Begitu pula saat Gnabry mengangkat trofi Liga Champions dua musim lalu.

Bahkan ketika belum lama ini ia mencetak tiga gol dan dua assist dalam satu pertandingan, kisah tersebut terus diangkat. Membosankan? Tentu saja, tetapi cerita-cerita itu seolah memberi bukti bahwa sejak kembali ke Jerman, tepatnya ke Werder Bremen, Gnabry memang selalu mencuri atensi.

Bersama Bremen, Gnabry mencetak 11 gol dan 1 assist. Performa apik itu mengantarkannya menuju Bayern — meski konon memang Bayern yang memprakarsai kepindahannya ke Bremen. Namun, ia mesti menjalani masa peminjaman di Hoffenheim sebelum benar-benar menuju Sabener Strasse.

Gnabry tiba saat Bayern sedang limbung. Arjen Robben dan Franck Ribery, duet sayap terbaik yang Die Roten miliki dalam sedekade terakhir, makin menua. Performa mereka tak buruk, tetapi menjadikan mereka sebagai andalan di tengah kompetisi yang ketat bukanlah pilihan bijak.

Ada masa ketika keduanya tampil sangat baik hingga pertengahan musim. Pada masa-masa krusial, sayangnya, cedera menggerogoti mereka. Ini salah satu alasan mengapa Bayern pada era Pep Guardiola, yang sebetulnya begitu superior, tak mampu menggamit satu pun trofi Liga Champions.

Bayern sudah berusaha menyiapkan pengganti keduanya lewat Douglas Costa dan Kingsley Coman. Namun, hanya nama terakhir yang tampak meyakinkan. Pada musim 2017–18, Bayern lantas mengalihkan pandangan kepada pemain anyar Bremen tadi. Yup, Serge Gnabry.

Sejak awal, Gnabry langsung menunjukkan mengapa ia pantas menjadi andalan Bayern selanjutnya. Hingga kini, ia konsisten mencetak paling sedikit 10 gol per musim. Melihat torehan itu, kita bisa menganggap Gnabry tampil konsisten, padahal yang terjadi tidak benar-benar seperti itu.

Yang jadi masalah adalah pengambilan keputusannya yang amat buruk. Di sepertiga akhir lapangan, Gnabry lebih sering melakukan hal-hal yang bersifat spekulatif ketimbang terukur.

Dalam kondisi yang sebetulnya tak memungkinkan untuk menembak, ia bisa saja tetap menembak. Saat situasinya tak memungkinkan untuk melakukan dribel, ia malah tetap melakukannya.

Lantas bukan hal langka melihat Robert Lewandowski maupun Thomas Mueller mengangkat tangan tanda kecewa saat Gnabry melakukan hal-hal demikian.

Simak laga kontra Gladbach yang berujung kekalahan 1–2 buat Bayern. Dua sepakan Gnabry yang diblok bek lawan kala itu adalah bukti kecenderungannya untuk bertindak spekulatif. Padahal, selain posisi yang tak memungkinkan, ia punya opsi untuk mengoper ke pemain yang tak terkawal.

Itulah kenapa, catatan xA Gnabry sejak berseragam Bayern selalu minus. Musim lalu, misalnya, ia hanya mencatatkan dua assist meski xA-nya hampir menyentuh angka 8. Musim ini tak berbeda karena Gnabry baru membukukan tiga assist, yang juga masih di bawah xA miliknya.

Hal-hal demikian bisa berlangsung cukup lama. Dari satu laga ke laga lainnya. Namun, pada laga-laga tertentu, Gnabry bisa menjadi pemain paling efektif sedunia. Kecenderungannya untuk bertindak spekulatif tetap terlihat, tetapi kali ini diiringi dengan hasil yang sempurna.

Soal spekulasi yang berhasil, tak ada penjelasan yang lebih baik selain karena peruntungannya yang sedang teramat baik. Ini menjelaskan mengapa Gnabry bisa absen mencetak gol dan assist dalam enam laga secara beruntun, tetapi tiba-tiba mencetak tiga gol dan dua assist saat melawan Stuttgart.

Atau lihat kembali aksinya saat mencetak empat gol sekaligus ke gawang Tottenham Hotspur di Liga Champions 2019–20. Laga ini paling pas menggambarkan seorang Gnabry karena merupakan satu-satunya laga di mana ia mencetak gol pada babak grup.

Meski begitu, tak satu pun pelatih yang pernah mengkritik situasi tersebut. Selain karena Gnabry yang kerap tiba-tiba tampil luar biasa pada laga krusial, termasuk laga kontra Tottenham dan Stuttgart, yang juga jadi alasan adalah berbagai aspek positif lain yang bisa Gnabry tawarkan untuk tim.

Pertama, ia amat versatile. Ia bisa bermain di semua posisi lini serang. Gnabry bahkan bisa bermain sebagai bek sayap jika memang perlu, yang mana tak mengejutkan mengingat Gnabry terbilang agresif saat tak menguasai bola, sebuah kelebihan lain yang ia tawarkan.

Dua kelebihan itu, terutama agresivitasnya, amat berguna bagi pressing ketat Bayern. Gnabry bahkan punya peran penting pada aspek ini. Menyitat Fbref, jumlah pressing sukses eks pemain Arsenal itu mencapai angka 66 alias tertinggi kelima di skuat Bayern musim ini.

***

Sepak bola Serge Gnabry selalu diiringi kejutan. Saat bocah-bocah seusianya masih sibuk bermain di pekarangan rumah, ia sudah didaftarkan ke akademi. Ketika kariernya nyaris hancur usai masa-masa kelam di West Bromwhich dan Arsenal, ia malah mendapat kesempatan unjuk aksi di Olimpiade.

Perjalanannya di Bayern pun tak lepas dari berbagai kejutan. Setelah tampil memble pada enam pertandingan beruntun, tiba-tiba saja ia bisa menjadi penentu lewat tiga gol dan dua assist dalam satu pertandingan. Namun, apakah akan selamanya seperti ini?

Gnabry memang bisa meledak-ledak pada sejumlah laga, tetapi terkadang yang lebih diperlukan adalah konsistensi dari satu laga ke laga lainnya. Jangan lupa, Kingsley Coman dan Leroy Sane sedang bagus-bagusnya. Jika tak berkembang, bakal sulit baginya untuk bersaing dengan dua nama itu.