Jadon Sancho Terlahir Kembali
Jadon Sancho mengalami penurunan performa sebelum tahun berganti ke 2021. Namun, ia bangkit. Tahun baru, Sancho terlahir kembali.
Semua terkesima ketika Jadon Sancho meninggalkan negaranya demi bergabung dengan Borussia Dortmund pada usia 17 tahun. Buat orang Inggris, ini keputusan langka, lebih-lebih pada usia yang sedemikian muda. Jangan heran jika rentetan pujian berdatangan.
Gareth Southgate menyebut dia sebagai masa depan Timnas Inggris. Pelatih Sancho di tim junior ‘Tiga Singa’, Dan Micciche, bahkan menyamakannya dengan Neymar. Semua pujian itu ujungnya dirangkum lewat berbagai macam rupa oleh banyak media.
Sebagai orang Inggris, sorotan media bukan hal langka buat Sancho. Tapi tetap saja, yang dia alami kala itu terasa gila. Semua kian meningkat ketika Sancho bertandang ke Inggris untuk pertama kalinya dalam laga Liga Champions 2018/19 melawan Tottenham Hotspur.
Ia lantas mengaku menikmati semuanya meski juga mengatakan bahwa: “Perhatian semua media ini sangat baru buat saya.”
Ketika musim berakhir, Sancho mencetak 12 gol dan 14 assist di Bundesliga. Musim berikutnya, catatan dia meningkat drastis menjadi 17 gol dan 16 assist. Namun, pada musim 2020/21, setidaknya hingga pertengahan musim, dia seperti kehilangan jati diri.
Sementara Erling Haaland terus menunjukkan ketajamannya, lalu ada Gio Reyna yang muncul sebagai American Dream terkini, performa Sancho menurun drastis. Hingga laga terakhir 2020, Sancho cuma bikin 3 assist dan tak kuasa mencetak sebiji gol pun.
CEO Dortmund Hans-Joachim Watzke mengatakan bahwa penurunan performa itu ada kaitannya dengan sorotan media yang kian membesar. Di sisi lain, Watzke mengira Sancho terganggu dengan rumor transfer ke Manchester United pada musim panas lalu.
“Secara tidak sadar, Jadon tampaknya sudah bersiap untuk pergi dari klub. Saya percaya bahwa dia terlalu banyak memikirkannya (rumor transfer) sehingga agak kehilangan sentuhan seperti musim-musim sebelumnya,” tutur Watzke kepada Kicker.
Beberapa bahkan menganggap Sancho mulai ogah-ogahan, seperti yang dia lakukan di Manchester City. Kala itu, Sancho sengaja mangkir pada sejumlah latihan tim agar diizinkan pindah ke Dortmund kendati City sudah berjanji memberinya tempat di tim utama.
Apa pun alasannya, semua itu berdampak pada pandangan publik terhadap dia sendiri. Orang-orang mulai mempertimbangkan ulang kelayakan harga 120 juta euro yang terpasang pada nama Sancho. Namun, ketika tahun baru menjelang, performanya menanjak.
Jika sebelumnya dia cuma bikin 3 assist di Bundesliga, sepanjang 2021 (9 pertandingan) Sancho kuasa mencetak 5 gol dan 5 assist (8 assist bila ditotal). Tentu masih teramat jauh ketimbang musim lalu, tetapi itu cukup untuk menunjukkan bahwa kini Sancho terlahir kembali.
***
Pada 2005, Sancho masih berstatus siswa Crampton Primary School, London Selatan. Suatu hari di musim panas, salah satu guru di sana yang bernama Marian Kennedy membawa Sancho dan siswa-siswa lain mengunjungi sebuah taman yang cukup luas.
Kennedy mengizinkan siswa-siswanya bermain sepak bola. Betapa kaget dirinya setelah melihat bagaimana Sancho, yang ketika itu masih bocah berusia lima tahun, mampu leluasa menendang dan menggiring bola dengan kaki-kaki kecilnya.
Dia kemudian menggambarkannya seperti ini: “Apa yang kita lihat hari ini adalah apa yang saya lihat saat itu. Ia terlihat menari-nari dengan bola,” ujar Kennedy tiga tahun lalu seperti dilansir The Times.
Di atas rumput lapangan, Sancho memang seperti tengah menari-nari dengan bola. Alasan ini pula yang bikin Dan Micciche menyamakannya dengan Neymar. Dari kedua tepi, dia terbiasa mengandalkan berbagai macam trik dan kecepatan untuk melewati lawan.
Sancho biasa melakukan dribel dengan mengubah kecepatan larinya. Ia bisa tiba-tiba berhenti, berbelok arah, atau bahkan berputar. Kian masalah bagi para pemain bertahan lawan mengingat bola seakan lengket di kaki Sancho tiap kali melakukan dribel.
Semua itu berpadu dengan kemampuan playmaking-nya yang baik. Dia tak segan bergerak ke lini tengah atau bahkan menjemput bola ke belakang. Ketika bola dikuasai, ia akan merancang serangan lewat umpan terobosan, umpan panjang, atau sebatas delay guna mengatur tempo permainan.
Lewat cara-cara itulah Sancho menjadi pemain dengan dribel sukses dan assist terbanyak buat Dortmund pada 2019–20. Terlebih, gaya mainnya cocok dengan skema serangan balik Dortmund. Masuk akal jika mereka jadi tim dengan serangan balik berbuah gol terbanyak musim lalu (11 kali).
Musim ini, Dortmund sejatinya masih mengandalkan pendekatan serupa. Sancho, sementara itu, turun di sisi kiri ataupun kanan penyerangan dalam skema 3–4–3 Lucien Favre. Ketika Edin Tarzic masuk menggantikan dan membawa 4–2–3–1, Sancho tetap jadi andalan di sisi sayap.
Bahwa kemudian catatannya berkurang drastis bukan karena performanya yang menurun. Menurut Raphael Honigstein, jurnalis The Athletic, peruntungan Sancho musim ini sedikit berkurang. Inilah yang membuat penurunan statistiknya terlihat sangat buruk.
Ketika tampil tajam dengan mencetak 17 gol musim lalu, tulis Honigstein, Sancho melampaui semua ekspektasi atas tiap peluang yang dia peroleh di depan gawang. Melihat catatan ekspektasi gol non-penaltinya (npxG), seharusnya Sancho hanya mencetak 9,3 gol.
Honigstein lantas mengambil sampel laga melawan Koeln di Bundesliga musim lalu. Di laga itu Sancho mampu mencetak gol dengan kaki terlemahnya yang entah bagaimana menembus banyak pemain bertahan di depan gawang. xG sepakan itu hanya 0,02 tetapi ujungnya adalah gol.
Sebaliknya, Sancho gagal mencetak gol ketika mendapat peluang yang jauh lebih bagus dengan xG mencapai 0,39 dalam laga melawan Werder Bremen beberapa waktu lalu. Tembakannya malah jauh melambung tinggi di atas gawang Jiri Pavlenka.
“Itu menunjukkan bahwa dia mungkin kurang beruntung musim ini, tetapi masih mampu menempatkan dirinya di posisi yang bagus,” tulis Honigstein.
Beberapa menilai jebloknya catatan Sancho berkaitan dengan performa buruk Dortmund musim ini.
Namun, sepanjang paruh pertama atau ketika Sancho cuma bikin 3 assist, performa Dortmund nyatanya sedikit lebih baik ketimbang sepanjang tahun ini. Mereka bahkan cuma menang 2 kali dalam tujuh laga terakhir. Di sisi lain, Sancho justru bikin 5 gol dan 5 assist pada kurun itu.
Menyebut Sancho membangkang seperti yang disasarkan Watzke juga kurang pas. Salah satu sumber yang Honigstein wawancarai bahkan bilang bahwa Sancho sepanjang musim ini jauh lebih disiplin dan bekerja keras. Dia juga cenderung berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
“Orang-orang melihatnya sebagai bocah yang hanya bermain sepak bola, tetapi sebenarnya dia adalah anak yang sangat cerdas,” tutur sumber tersebut.
Dengan begini, alasan Honigstein bahwa peruntungan Sancho yang menurun memengaruhi capaiannya musim ini tampak lebih masuk akal. Namun, hal tersebut tak lagi jadi soal mengingat Sancho secara perlahan mampu menunjukkan tariannya lagi.
Catatan 5 gol dan 5 assist dalam sembilan laga terakhir tadi jadi bukti. Secara rinci, statistik Sancho juga terus membaik. Umpan kuncinya mencapai 2,7 per laga dengan ekspektasi assist 2,30, tertinggi kedua di Dortmund. Statistik dribelnya juga terbilang oke dengan 3,2 kali per 90 menit.
Maka, tak berlebihan rasanya menyebut Sancho sudah terlahir kembali meski secara perlahan. Yang belum kembali? Ya, Dortmund.