Jalan Pedro Neto Masih Panjang

Foto: Instagram @pedroneto_30

Ada banyak cerita soal bagaimana pemain muda gagal dan Neto (mungkin) tidak akan seperti itu.

Harta dan klub besar Eropa. Dua faktor tersebut barangkali jadi godaan terbesar pemain muda di seluruh dunia.

Apa yang akan kamu lakukan jika kaya di usia muda? Berlibur ke tujuh keajaiban dunia? Membeli rumah tanah sebagai investasi di masa tua? Atau menghadiahi pacar dengan mobil yang harganya... Hmmm?

Demikian pula saat ada tawaran dari klub besar Eropa. Entah bayaran tak seberapa, entah lebih dulu ditempatkan di klub satelit, berkostum klub besar Eropa tentu menjadi sebuah kesempatan menggiurkan yang akan sulit ditolak.

Hanya waktu yang akhirnya menentukan nasib mereka. Tak ada yang tahu, apakah mereka berhasil atau gagal.

***

Sudah banyak cerita bagaimana pemain muda asal Portugal yang gagal sebelum mekar. Renato Sanches salah satunya. Ia memutuskan pergi dari Benfica untuk bergabung Bayern Muenchen sebelum usianya tepat 19 tahun.

Sanches dikritik oleh banyak pihak, salah satunya oleh petinggi Benfica, Rui Costa, karena ia menjadikan uang sebagai alasan utama kepindahannya ke Bayern. Padahal, masih menurut mantan pemain AC Milan tersebut, uang akan tiba dengan sendirinya saat karier si pemain berada di puncak.

Keputusan Sanches hijrah ke klub besar ternyata menjadi bumerang untuk kariernya. Ia mengakhiri laga pertamanya sebagai starter, saat melawan Schalke 04, dengan banyak hujatan karena ia berkali-kali salah melepas umpan dan melakukan satu blunder yang hampir berujung gol oleh lawan.

Pada akhirnya, pelatih Bayern saat itu, Carlo Ancelotti, hampir selalu memarkir Sanches. Ia mengakhiri musim pertamanya di Jerman dengan empat kali menjadi starter dan hanya sekali bermain penuh.

Pelan-pelan, keberadaan Sanches seperti tak lagi diinginkan. Selain gajinya yang terbilang besar untuk ukuran pemain muda, kontribusinya di atas lapangan terhitung tak seberapa. Per musim 2019/20, ia dilepas Bayern ke Lille.

Jauh sebelum Sanches, ada Ricardo Quaresma yang juga gagal di usia muda. Quaresma, yang saat itu baru berusia 20 tahun, memutuskan untuk pergi dari Sporting demi memperkuat Barcelona.

Quaresma datang bersamaan dengan proyek yang diluncurkan presiden baru Barcelona, Joan Laporta. Ia tiba bersama dengan pelatih Frank Rijkaard, serta pemain-pemain lain, seperti Ronaldinho, Rustu Recber, dan Giovanni van Bronckhorst.

Berbeda dengan pelatihnya di Sporting CP, Laszlo Boloni, Quaresma tak diberi banyak kebebasan oleh Rijkaard. Ia diharuskan untuk bermain sesuai taktik yang diinginkan oleh Rijkaard. Sekali menolak, ia langsung kena semprot.

Dasar Quaresma yang bebal, ia memilih bermain dengan gayanya sendiri. Alih-alih mendukung Ronaldinho, yang saat itu menjadi pusat permainan, ia memilih untuk unjuk gigi. Rijkaard kesal dan meluapkan murka di depan umum.

Quaresma akhirnya menolak bermain selama Rijkaard masih menjadi pelatih Barcelona. Laporta sempat membuka mediasi, tapi tak berhasil. Tidak ingin merugi, ia melepas Quaresma semusim berikutnya ke FC Porto.

***

Ketakutan untuk hijrah dan bermain di klub besar Eropa di usia muda juga dialami oleh Pedro Neto. Pada usia 17 tahun, ia menolak tawaran Barcelona, Manchester United, dan Arsenal dan memilih bertahan di klub yang letaknya tak jauh dari kampung halamannya, SC Braga.

“Kami berkali-kali dihubungi oleh Barcelona dan Manchester United untuk membicarakan masa depannya,” kata ayah Neto, Pedro Neto Sr. “Namun, mereka hanya berbicara soal ketertarikan, tanpa pernah sedikit pun membahas apa yang akan Neto dapatkan.”

“Kami akhirnya memilih untuk menghormati Braga dan Salvador (Antonio Salvador, Presiden Braga). Ia menawarkan banyak kesempatan yang belum tentu didapatkan oleh pemain muda di klub lain,” pungkasnya.

Neto menjadi bahan pembicaraan sejak berusia 12 tahun atau tepatnya pada 2012. Memperkuat salah satu klub satelit Sporting, Perspectiva em Jogo, ia menjadi bintang di berbagai kompetisi untuk anak berusia 13 tahun.

Neto berada di persimpangan saat banyak klub top di Portugal memberikan tawaran untuk bergabung. Di sisi lain, klub tidak langsungnya, Sporting, tak kunjung membahas masa depannya. Setelah melewati berbagai pertimbangan, ia memilih Braga sebagai tujuan.

Jarak dengan rumah jadi alasan mengapa Neto Sr memilih Braga sebagai pelabuhan karier anaknya. Neto Sr juga merasa tak siap apabila anaknya, yang saat itu baru berusia 13 tahun, melakoni perjalanan panjang demi mengejar mimpi sebagai pesepak bola.

Pada usia 17 tahun lebih 2 bulan, Neto melakoni debut setelah masuk sebagai pemain pengganti dalam pertandingan melawan Nacional. Tepat sembilan menit berada di atas lapangan, ia mencetak gol perdana di level profesional. Usai laga tersebut, namanya melejit.

Neto dikenal sebagai pemain sayap yang dapat bermain di kedua sisi dengan sama baiknya. Oleh pelatihnya di Perspectiva, Telmo Sousa, ia diberi kredit atas kemampuannya dalam mengkreasi hingga mengkonversi peluang.

Kelebihan Neto tak cuma itu. Berbeda dengan pemain sayap lain, ia termasuk rutin dan berani melepas tekel. Hal ini yang kemudian membantunya saat dipercaya bermain di posisi lain yang membutuhkan aspek defensif.

Musim panas 2017/18, Neto memutuskan bergabung Lazio. Setahun berada di sana, ia hanya mencatat empat penampilan. Nasib lantas membawa pulang ke Braga semusim berikutnya dan pindah ke Wolverhampton pada awal musim 2019/20.

Awal kedatangan Neto di Wolves tak terbilang mudah. Neto tak tahu banyak Bahasa Inggris itu masalah pertama. Kedua, ia diharuskan bersaing dengan pemain-pemain yang lebih berpengalaman macam, Diogo Jota dan Adama Traore.

Meski mencatat 29 kali penampilan pada musim perdana, Neto tak langsung puas. Manajernya, Nuno Espirito Santo, mengklaim bahwa musim lalu adalah masa adaptasi bagi Neto. Ia bahkan berani menjamin bahwa Neto bisa bermain lebih baik ke depannya.

"Neto belajar dengan amat baik. Ia akan mendapatkan banyak kesempatan musim ini dan saya bernai menjamin ia akan membalas kesempatan itu dengan penampilan baik," kata Espirito Santo. 

Kepergian Jota ke Liverpool dan penampilan Traore yang naik turun membuat Neto akhirnya mendapatkan kesempatan dari Espirito Santo. Dari 10 pertandingan Premier League yang sudah dijalani Wolves musim ini, ia berhasil mencatat 9 penampilan sebagai starter.

Pelan tapi pasti, Neto membalas setiap kepercayaan dengan penampilan apik di atas lapangan. Total 3 gol dan 2 assist sudah ia buat sejauh ini. Catatan yang baik untuk pemain asing yang baru berusia 20 tahun.

November lalu, ia melakoni debut bersama Timnas Portugal dalam pertandingan melawan Andorra dan Prancis. Laga melawan Andorra jadi debut Neto untuk Timnas dan ia hanya butuh 8 menit untuk mencetak gol--sekaligus jadi pemain pertama yang lahir pada 2000an yang melakoni debut dan mencetak gol.

Torehan tersebut baru awal perjalanan. Neto tidak akan tahu bagaimana masa depannya. Entah seperti Sanches dan Quaresma yang dibuang atau seperti Cristiano Ronaldo yang pada akhirnya menjadi bintang.