James Milner Tidak Boring

Foto: @JamesMilner.

James Milner bukanlah rujukan untuk berbicara soal kebosanan. Milner adalah rujukan untuk berbicara soal kerja keras, semangat, dan keserbabisaan.

James Milner memulai karier profesionalnya pada usia masih sangat muda: 16 tahun. Saat itu ia bermain di klub kelahirannya, Leeds United. Mainnya pun lumayan reguler, bukan sekadar sekali-dua kali. Milner berhasil mendapat kepercayaan dari manajer Terry Venables.

Pada musim 2002/03, total Milner bermain 18 kali di ajang Premier League. Cukup lumayan buat bocah 16 tahun. Pada musim berikutnya, Milner bermain 30 kali di liga buat Leeds dan, setelahnya, ia tak pernah berenti. Setiap musim Milner setidaknya mencatat 25 penampilan di liga.

Peluang Milner buat "bersantai" hadir di pengujung musim 2014/15. Saat itu, Milner sudah bukan pilihan utama di Manchester City. Ia kalah saing dengan pemain macam Samir Nasri, David Silva, hingga Jesus Navas. Namun, City tetap menawari kontrak baru buat Milner. Kontraknya saat itu bakal habis di akhir musim.

Tawaran City pun menggiurkan. Milner ditawari gaji 165.000 poundsterling per pekan. Angka itu lumayan tinggi untuk pemain berusia 29 tahun. Milner bisa saja mengambil tawaran itu: Menikmati gaji tinggi, "bersantai" di City, menyambut usia 30-an dengan minim ambisi.

Akan tetapi, kita tahu itu bukan Milner. Yang kita tahu, Milner adalah sosok pekerja keras. Oleh karena itu, alih-alih menerima tawaran City, ia memilih angkat kaki dan bergabung dengan Liverpool saat kontraknya habis. Padahal, saat itu, Liverpool datang dengan tawaran gaji lebih rendah ketimbang yang ditawarkan City kepadanya.

Milner tak ingin "bersantai". Memang dia sudah melewati perjalanan melelahkan sejak usia 16 tahun, tapi ia merasa masih banyak hal yang bisa ia tawarkan sebagai pesepak bola. Dan untuk menunjukkan itu, ia membutuhkan menit bermain.

Klop. Menit bermain jugalah yang Liverpool tawarkan, sesuatu yang tak mungkin Milner dapatkan dari City. Maka, Milner pindah ke Anfield demi bermain reguler lagi, demi lebih banyak bermain di posisi gelandang tengah, dan demi membuktikan diri bahwa dirinya belum habis.

***

Musim ini adalah musim ketujuh Milner bersama Liverpool. Usianya sudah 35 tahun--36 tahun pada Januari mendatang. Selama tujuh musim ini, ia berhasil mewujudkan ambisinya untuk lebih banyak bermain di posisi gelandang tengah, posisi favoritnya. Dari total 255 penampilan bersama The Reds, 137 kali Milner main di pos itu.

Namun, bukan berarti Milner tak pernah mencicipi posisi lain. Di Liverpool, posisi lain yang sering ditempati Milner selain pos gelandang tengah adalah full-back. Kiri ataupun kanan. Musim ini, misalnya, ia sudah tiga kali main di posisi tersebut seiring cederanya Trent Alexander-Arnold. Dan Milner menjalani tugas itu dengan cukup baik.

Kemampuannya dalam bertahan mungkin tidak secemerlang beberapa tahun silam, itu terlihat dari laga terakhir vs Manchester City. Namun, ia mampu memproduksi satu assist dari pos full-back kanan sejauh musim ini berjalan. Kontribusi ofensifnya masih bisa diandalkan.

Milner, sepanjang kariernya, memang bermain di banyak posisi. Dia pernah main di pos gelandang sayap, gelandang bertahan (DM), full-back, sampai penyerang tengah (dengan role false 9). Milner, mengutip James Milin-Ashmore di These Football Times, bermain lebih banyak posisi dalam kariernya ketimbang seorang bintang film porno.

Milner memang begitu. Ia selalu bisa diandalkan walau ditempatkan bukan di posisi favoritnya. Ia, seperti kata Roberto Mancini, selalu memberikan komitmen 10/10 tiap laga. Selalu memberikan seluruh kemampuan. "Temukan pemain Inggris yang lebih komplet (ketimbang Milner)," begitu kata Mancini. Well, pelatih Tim Nasional Italia itu tidak berlebihan.

Milner mungkin tak seefektif Frank Lampard, tak sekharismatik Steven Gerrard, tak seflamboyan David Beckham, tak sevisioner Michael Carrick, tak punya kemampuan dan power sebesar Wayne Rooney. Namun, Milner adalah sosok yang selalu ada buat tim, di mana dan kapanpun tim membutuhkan. Staminanya bagus, pekerja keras, jarang cedera.

Juergen Klopp juga tahu betul akan hal itu. Ketika Liverpool membutuhkan keseimbangan di lini tengah, membutuhkan full-back kiri yang bisa diandalkan, atau membutuhkan back-up di sektor full-back kanan, Milner adalah jawabannya. Andalan Klopp di segala medan.

Bagi Milner sendiri, ia sadar bahwa situasi memang menuntutnya untuk bisa bermain di berbagai posisi. Terlebih ia bermain di bawah banyak pelatih yang punya filosofi berbeda, mulai dari Venables, Glenn Roeder, Martin O'Neill, Mancini, hingga Klopp. Yang terpenting baginya adalah memberikan yang terbaik sesuai dengan keinginan pelatih.

"Saya akan mengatakan gelandang tengah (soal posisi terbaik). Namun, kamu akan main ketika diminta untuk bermain, dan tim yang berbeda membutuhkan hal berbeda. Kamu harus menemukan cara untuk menyesuaikan diri dengan tim tersebut, dan apa yang dibutuhkan tim itu," ujar Milner dalam wawancaranya dengan Sky Sports.

"Saya tidak pernah menjadi bintang tim dan tim tidak dibangun di sekeliling saya, jadi saya pikir penting bahwa sebagai pemain saya harus beradaptasi dengan tim dan apa yang mereka butuhkan. Terkadang kamu bisa bermain ofensif dan, di waktu lain, bermain lebih defensif," tambahnya.

Kini, di Liverpool, selain menjadi pemain yang bisa diandalkan kapan dan di mana saja, Milner juga muncul sebagai pemimpin. Di lapangan maupun di ruang ganti. Karenanya, tak usah heran jika Anda melihat Milner memarahi Kostas Tsimikas atau Ibrahima Konate saat dua pemain itu melakukan kesalahan.

Sebagai sosok senior dan paling berpengalaman dalam tim, Milner memang ditugaskan untuk melakukan itu. Untuk "Selalu memberikan sedikit nasihat dan kata-kata penyemangat," kalau kata Trent Alexander Arnold. Sebab, dalam hal dedikasi dan kerja keras buat tim, sulit untuk bisa tak berkaca pada Milner.

Secara output permainan, Milner juga tak buruk. Ia pernah jadi pemain dengan jumlah assist terbanyak di Liga Champions. Saat itu ia mencatatkan sembilan assist pada musim 2017/18 buat Liverpool. Musim berikutnya, saat Liverpool juara Liga Champions, Milner membukukan tujuh gol dan tujuh assist di seluruh kompetisi.

Musim lalu, kendati menit bermainnya minim, ia masih bisa memproduksi rerata 1,09 umpan kunci per 90 menit dan pada periode yang sama ada 1,85 aksi ofensif darinya yang menghasilkan tembakan. Milner memang sudah gaek, tapi ia masih bisa menambah aspek kreativitas buat Liverpool. Musim ini diharapkan juga masih sama.

***

Banyak orang menjuluki (atau mungkin mengejek) Milner dengan sebutan "Boring Milner". Sampai muncul akun parodi di Twitter dengan nama itu. Namun, Milner tak ambil pusing soal julukan itu. Justru dengan munculnya julukan itu, ia jadi rajin melempar lelucon di media sosial.


Gaya bermain Milner dari dulu memang seperti itu. Caranya berlari, caranya menggocek lawan, caranya melakukan dribel, sampai lekukan kakinya saat mengeksekusi bola mati memang masih sama seperti saat kita melihat Milner muda bermain.

Namun, jika kita melihat perjalanan kariernya, Milner sama sekali tak boring. Bagaimana bisa pemain yang menjalani karier di berbagai klub ternama Inggris, meraih beragam gelar, bermain di banyak posisi, dan dilatih pelatih top disebut membosankan?

Bagaimana bisa seorang pemain yang disebut Dani Alves sebagai lawan terkuatnya disebut pemain paling membosankan? “Saya telah menghadapi banyak [lawan kuat] tetapi yang paling menjengkelkan adalah James Milner. Dia mengikuti kamu ke depan dan ke belakang. Ini sangat sulit karena dia menyerang dan menjaga saya,” ujar Alves.



Buat fan Liverpool, waktu Milner di Anfield sudah tak lama lagi. Musim ini kemungkinan besar adalah musim terakhirnya, mengingat kontraknya akan habis akhir Juni mendatang. Dan, ketika Milner benar-benar pergi, kita mungkin akan mengingatnya sebagai salah satu pemain "gratisan" terbaik yang pernah direkrut Liverpool.

Juga, sebagai pemain yang selalu memberikan 100% buat tim. Pemain yang punya etos kerja luar biasa, pemain yang akan mengerahkan segenap kemampuan ketika ditempatkan di posisi mana pun dan kapan pun itu.