Jamie Vardy is Still Having a Party

Foto: @vardy7

Untuk pemain berusia 33 tahun dan gaya hidup ugal-ugalan, sepertinya Jamie Vardy belum mau memutuskan untuk menginjak pedal rem.

Sejak membawa Leicester City juara Premier League untuk kali pertama, Jamie Vardy masih berada di tempat yang sama.

Vardy tentu mengingat momen saat bagaimana Leicester membuat cerita baru untuk sejarah dunia. Dari sebuah klub biasa, mereka mengakhiri kompetisi, yang katanya paling prestise sejagat raya, dengan status juara.

Dari sekian nama yang menanjak lewat momen itu, Vardy termasuk salah satu yang masih tersisa di skuat utama. Sebagian pindah ke tim yang lebih besar, sementara yang masih bertahan di Leicester, kini terbenam oleh sinar pemain baru.

***

Jamie Vardy lahir dengan nama Jamie Gill. Ibunya, Lisa, mengganti surname Gill dengan Vardy saat ia masih kecil karena ditinggal oleh suaminya yang memilih untuk hidup dengan wanita lain.

Vardy dibesarkan di sebuah rumah susun di Malin Bridge, Sheffield. Kawasan tersebut mayoritas ditinggali oleh pendukung Sheffield Wednesday. Oleh karena itu, ia tak pernah ragu untuk mengidolakan David Hirst.

Pada buku ‘Jamie Vardy: From Nowhere, My Story’, ia mengatakan bahwa ia tak cukup pandai di kelas. Hampir setiap pelajaran ia habiskan dengan renungan soal bagaimana ia akan mencetak gol hingga cara merayakannya.

Mimpi bermain untuk Wednesday menjadi kenyataan saat ia berusia 10 tahun. Namun, mimpi tersebut hanya menjadi kenyataan untuk sementara. Pada usia 16 tahun, ia dikeluarkan dari akademi karena tak cukup tinggi.

“Wednesday adalah klub yang saya dukung sejak kecil. Itu menjadi momen terburuk dan rasanya sakit sekali saat tahu bahwa mereka tak lagi membutuhkan saya karena masalah tinggi badan,” tutur Vardy.

Suatu hari, kawan sepermainannya mendengar adanya lowongan untuk bermain di akademi milik klub amatir bernama Stocksbridge Park Steels. Dijelaskan pula bahwa pemain akan mendapatkan bayaran jika bermain dan bonus jika mencetak gol.

Setelah menjalani serangkaian tes di pertandingan uji tanding, Vardy diterima. Ia kemudian dimasukkan ke tim U18. “Kami bermain di lapangan--yang dulunya adalah ladang--di seberang lapangan utama,” jelas Vardy.

“Saat itu, saya hanya berpikir untuk bermain sepak bola. Saya banyak mencetak gol, mengakhiri musim pertama sebagai pemain dengan torehan gol terbanyak kedua di tim, dan menjadi topskorer di musim kedua,” imbuhnya.

Nama Vardy kemudian dibicarakan di level kompetisi amatir Inggris. Pada akhir musim ketiga, ia mendapatkan tawaran untuk bergabung klub di Conference League, Halifax Town. Di sini, ia membukukan 25 gol dari 37 penampilan. Hingga akhirnya, datang tawaran Fleetwood Town.

Tawaran Fleetwood muncul jelang penutupan bursa transfer 2011/12. Pada awalnya, pemilik mereka, Andy Pilley, sama sekali tidak tertarik untuk mendatangkan Vardy. Semua berubah saat klubnya tampil buruk dengan hanya mencetak 3 gol dari 4 pertandingan awal.

“Ia datang dengan hanya mengenakan kaos dan celana jins. Apa yang ia kenakan saat itu mungkin dinilai orang sebagai hal yang aneh,” kata salah satu petinggi Fleetwood, Phil Brown. Sekian jam setelah menandatangani kontrak, Vardy memainkan pertandingan resmi pertamanya.

Tak banyak waktu dihabiskan Vardy di Fleetwood. Semusim di klub tersebut, ia dipinang oleh Leicester. Biaya transfer yang dikeluarkan oleh The Foxes mencapai 1 juta poundsterling dan menjadikan Vardy sebagai pemain dengan biaya transfer keluar termahal di National League.

***

“Saya punya cara sendiri untuk menjaga kondisi tubuh. Di Leicester, tak ada kewajiban bagi saya untuk berolahraga di gym atau makan makanan bergizi. Kalau itu berhasil, buat apa berpikir untuk mengubahnya?”

Pernyataan itu keluar dari mulut Vardy sesaat sebelum pengumuman skuat Inggris untuk Euro 2016. Entah bagaimana mulanya, beberapa jurnalis Inggris tahu bahwa ia punya gaya hidup yang cukup unik untuk ukuran pesepak bola.

Jauh sebelum tenar sebagai pesepak bola, Vardy adalah sosok slengean. Tak terhitung berapa kali ia telat dan bolos sekolah karena lebih memilih bermain sepak bola dengan kawan sepermainan.

Saat memperkuat Stocksbridge, banyak waktu dihabiskan Vardy di pub yang berada di seberang rumahnya. Rutinitas tersebut membuatnya terbuai alkohol dan membuatnya sempat memiliki ketergantungan.

Foto: @BoyleSports

Alkohol bukan satu-satunya candu bagi Vardy. Ia diketahui rutin mengkonsumsi minuman berenergi Red Bull dan kopi. Pada buku ‘Jamie Vardy: From Nowhere, My Story’, ia mengatakan bahwa dalam sehari ia dapat menghabiskan beberapa kaleng Red Bull dan beberapa cangkir kopi.

Diet unik Vardy didukung oleh beberapa orang, salah satunya adalah Matt Lawson, yang notabene adalah kepala nutrisi tim balap sepeda Inggris. Menurut Lawson, apa yang dilakukan oleh Vardy adalah metode lain dari diet di dunia olahraga.

“Banyak atlet menganggap bahwa Red Bull tidak baik karena mengandung gula. Mereka lupa bahwa Red Bull juga punya manfaat, yakni membuat otak bekerja lebih cepat dan memperlambat rasa lelah,” kata Lawson.

“Kopi,” menurut Lawson, “berguna untuk menambah tenaga dari otot pemain. Jika dikonsumsi secara teratur dan dalam dosis yang benar, kopi akan jadi sumber tenaga.”

Vardy tidak salah. Caranya yang berbeda dan itu yang membuatnya disalahkan.

***

Orang-orang mengingat Vardy soal perjalanan penuh liku dan kehidupan di luar lapangan yang tak seperti pesepak bola pada umumnya. Di balik itu, rasanya Vardy pantas dinobatkan sebagai salah satu penyerang terbaik Inggris masa kini.

Kita semua tentu sepakat bahwa performa Vardy saat membawa Leicester juara Premier League untuk kali pertama memang luar biasa. Namun, bukankah penyerang hebat tidak lahir lewat penampilan dalam satu musim saja?

Di bawah Brendan Rodgers, Vardy seperti menemukan kembali gairah mencetak gol. Taktik Rodgers menitikberatkan pada Vardy agar penyerang 33 tahun tersebut memiliki banyak ruang dan kesempatan untuk menusuk pertahanan lawan.

Dalam sistem ini pula, terlihat bagaimana Vardy juga dimanfaatkan untuk memberikan kesempatan mencetak gol kepada rekan setimnya. Per musim lalu, ia bahkan membukukan lima assist dan 0.9 umpan kunci yang sekaligus menjadi catatan tertingginya di liga.

Musim lalu, Vardy membukukan 23 gol yang sekaligus menjadikannya pencetak gol terbanyak di Premier League. Dengan angka tersebut, ia pun membukukan 10 gol lebih selama lima musim beruntun.

Untuk ukuran pemain yang telah memasuki usia 33 tahun dan gaya hidup ugal-ugalan, sepertinya ia belum mau memutuskan untuk menginjak pedal rem. 

Jadi, mari kita nikmati dulu pesta Vardy!