Jante Haaland
Yang diinginkan Haaland adalah cerita-cerita yang lahir ketika bola ada di atas kakinya, bukan saat kata-kata keluar dari mulutnya.
Syahdan, seorang pembunuh melarikan diri ke kota imajiner di daratan Nordik. Kota ini bernama Jante. Si pembunuh bukan sekadar mencari perlindungan, tetapi pembenaran setelah membunuh orang yang dicintainya. Apa lacur, yang ditemukannya di kota itu bukan cuma pembenaran, tetapi juga pemahaman bahwa keakuan adalah omong kosong.
Orang-orang Kota Jante tak peduli dengan eksistensi. Harmoni adalah segala-galanya di sana. Mustahil menemukan orang yang dilabeli Bang Jago di Kota Jante. Semuanya sama, semuanya setara, semuanya saling mengisi.
Di Kota Jante, pencapaian masa lalu dan yang sedang dimiliki, seluruh penyesalan dan kebanggaan individu tak perlu dipegang erat-erat. Perkara-perkara itu tak butuh dibicarakan terus-menerus karena sifatnya cuma sementara dan tidak lebih penting daripada kehidupan bersama.
Meski kisah itu fiksi, orang-orang Nordik disebut menghidupi prinsip yang belakang dikenal sebagai Hukum Jante. 'A Fugitive Crosses His Tracks', itulah novel karangan Aksel Sandemose yang bercerita tentang Kota Jante tadi.
Konon dari cerita itu pulalah muncul ide bahwa siapa saja yang hidup di area Nordik harus menjunjung kebersahajaan dan kesejahteraan kolektif. Entah masa bodoh dengan keakuan atau malah terpenjara dalam Hukum Jante orang-orang Nordik lebih suka hidup adem ayem.
Cara hidup yang demikian sepertinya juga diterapkan oleh bintang-bintang olahraga wilayah ini yang cenderung kalem meski garang di lapangan. Morten Olsen, trio Grenoli AC Milan, Bjorn Borg, Michael dan Brian Laudrup, Ari Vatanen, dan Frost Hansen adalah beberapa contohnya. Tentu saja Zlatan Ibrahimovic tetap jadi pengecualian.
Di antara nama-nama itu ada yang dikenal sebagai gunung es. Lihat saja bagaimana Borg menjalani kariernya sebagai petenis. Berandalan seperti John McEnroe bahkan tidak cukup untuk mengacaukan ketenangannya. Tengok pula Brian Laudrup yang lebih tampak seperti bapak-bapak penyabar ketimbang perengkuh trofi Liga Champions.
Daftar nama bintang tersebut tidak berhenti sampai di sana. Setidaknya, ada satu orang lagi yang dilabeli predikat serupa. Dia adalah Erling Braut Haaland.
***
Di laga-laga awalnya bersama Borussia Dortmund, Haaland langsung menghentak. Tak heran jika ia ditodong untuk mengikuti wawancara usai laga. Si wartawan yang berbahasa Inggris bertanya tentang kesehariannya sebagai anak rantau.
Namun, jangan berharap Haaland melontarkan jawaban menarik dengan kata-kata yang bisa dijadikan headline. Tak perlu repot-repot berekspektasi dia bakal bertingkah jenaka di depan kamera.
Ketika ditanya apakah ia bertemu dengan teman-temannya seusai lagi, ia cuma menjawab “Yes.” Saat ditanya apa yang akan dilakukannya bersama teman-temannya itu Haaland hanya menjawab “Don’t know.”
Sebagian orang menganggapnya sombong, sebagian lagi mengiranya dungu. Akan tetapi, jurnalis sepak bola kawakan Norwegia, Lars Sivertsen, yang juga berasal dari Bryne, kampung halaman Haaland, tak memandang sikap itu sebagai perkara aneh. Menurutnya memang begitulah orang Bryne bersikap.
Belum fasih-fasih amat berbicara dalam bahasa asing adalah satu hal. Penyebab lain yang membuat Haaland irit bicara adalah budaya yang membentuknya sejak kanak.
Orang-orang Byrne dan wilayah sekitar Jaeren hidup dari pertanian. Serupa bocah kebanyakan di sana, Haaland terbiasa membantu orang tuanya menyingkirkan batu-batu dari tanah mereka. Daerah itu subur, tetapi tanahnya sering ‘dikotori’ bebatuan.
Pekerjaan menyingkirkan bebatuan itu sunyi dan berat. Meski dikerjakan oleh banyak orang, mereka tak banyak bicara. Lagi pula, buat apa juga buang-buang tenaga?
Haaland memberanikan diri meninggalkan Norwegia saat berusia 19 tahun. Modalnya tak banyak, tetapi cukuplah untuk tinggal di Austria: Postur atletis dan ketajaman yang menjanjikan.
Untungnya Haaland merawat apa-apa yang tak banyak itu sehingga menghasilkan buah yang ranum dan manis. Bersama RB Salzburg, ia menjadi pemain termuda ketiga yang mencetak hattrick di Liga Champions, tepatnya saat Salzburg menggulung Genk 6-2 pada September 2019.
Haaland hanya membutuhkan dua musim di Bundesliga Austria karena memang sudah pantas untuk berlaga di level yang lebih tinggi. Ia membukukan 29 gol dan tujuh assist dalam 27 laga bagi Salzburg.
Kepantasan itu bukan klaim pribadi, tetapi dikonfirmasi oleh adu cepat klub-klub besar Eropa ketika mengincar tanda tangannya pada bursa transfer 2019/20. Manchester United bahkan membawa-bawa persamaan Haaland dan Ole Gunnar Solskjær sebagai orang Norwegia untuk mengikat kesepakatan.
Meski demikian, pada akhirnya semua orang tahu Haaland memilih Borussia Dortmund. Apakah perburuan Setan Merah sudah selesai? Belum. Hingga kini United dikabarkan masih gencar memepet Haaland.
Walau baru berusia 20 tahun dan minim pengalaman, kualitas Haaland sebagai pemain tak pantas diragukan. Sebagai pencetak gol, Haaland beringas dan istimewa. Saat kehabisan ide hendak menulis apa, jurnalis sepak bola tinggal memaparkan rekor apa lagi yang dibuat Haaland bersama Dortmund.
Pada musim 2020/21 yang belum sampai separuh jalan ini saja, Haaland sudah mencetak masing-masing 10 gol dan 6 gol di Bundesliga dan Liga Champions. Torehan tersebut jadi yang tertinggi di antara kawan-kawannya sesama pemain Dortmund.
Angka tersebut diperkuat dengan catatan xG-nya yang tertinggi di antara pasukan Lucien Favre di kompetisi Bundesliga yang mencapai 7,02. Saat orang-orang mengira ia hanya bisa mencetak 7 gol di 8 laga Bundesliga, Haaland malah memborong 10 gol. Seperti itulah penjabaran sederhana xG Haaland.
[Untuk memahami apa itu xG, Anda bisa membaca tulisan berikut: Mengukur Ekspektasi Lewat xG]
Kemampuan Haaland juga merata, dia bisa mencetak gol dari tendangan atau sundulan dengan sama baiknya. Meski kaki kiri merupakan kekuatan utamanya, Haaland tak masalah jika harus menembak dengan kaki kanannya. Jenis golnya pun macam-macam, mulai dari gol dengan aksi individu luar biasa hingga sekadar gol tap-in .
Acuan kedua adalah soal ketajaman Haaland di posisi mana pun. Favre tak melulu membuat Haaland berada di garis terdepan lini depan Dortmund. Ia juga dituntut bergerak lebih dalam untuk menjemput bola. Mengutip analisis Twenty3 Sport, Haaland malah lebih sering mencetak gol dari sudut sulit dan luar kotak penalti.
Pergerakan tanpa bola adalah kualitas lain Haaland. Pada situasi umpan silang, Haaland cerdik menemukan ruang dan mematikan langkah lawan sebelum ia bergerak ke arah yang berlawanan.
Haaland juga bukan pemain yang tidak berani ambil risiko jika bicara tentang pemosisian. Ia tak gentar saat mengambil tempat di tengah dua bek lawan. Jika tak ada ruang, ia berinisiatif untuk mengeksploitasi celah antara bek tengah dan bek sayap. Kemampuan ini tentu didukung dengan kecepatan larinya tinggi.
Sepak bola adalah tanah yang nyaman bagi mereka yang haus perhatian, terlebih bagi para pemain yang memasuki lapangan dengan label bintang. Ambil contoh Neymar. Kontroversi yang dibuatnya hampir sepadan dengan kehebatannya dalam mencetak gol dan menggocek bola.
Aura congkak Neymar masih bisa diwajarkan karena cerlangnya di atas lapangan bertahan lama. Bagaimana dengan Memphis Depay yang cepat tenggelam begitu berlaga dengan jersi bernomor punggung 7 United? Gelar wonderkid jadi sama hambarnya dengan omong kosong.
Namun Haaland membalikkan teori. Bahkan ketika petugas keamanan memintanya keluar dari kelab malam karena popularitasnya membuat orang-orang berkerumun dan tak terkendali, ia menurut-menurut saja.
Sebagai pemain muda, Haaland juga fasih betul menjaga diri. Ia berlatih bersama pelatih kebugaran pribadinya lewat FaceTime, bermeditasi, tidur paling sedikit sembilan jam sehari, menggunakan kacamata anti-radiasi ketika bermain gim konsol, bahkan tak pernah lupa mematikan WiFi sebelum tidur. Adakah di antara kita yang mematikan WiFi sebelum tidur?
Semua printilan tersebut dilakukan Haaland secara konsisten dari hari ke hari. Tujuannya satu, ia ingin punya umur karier yang panjang.
Kecerdasan saat menguasai bola, pemahaman atas ruang, sentuhan pertama, dan daya ledak yang seperti tak bisa habis, menahbiskan Haaland sebagai salah satu penyerang terhebat Eropa saat ini. Tak berlebihan jika pada akhirnya ia menjadi salah satu calon kuat penerima Golden Shoe 2020/21.
Yang diinginkan Haaland adalah cerita-cerita yang lahir ketika bola ada di atas kakinya, bukan saat kata-kata keluar dari mulutnya. Guratan Hukum Jante yang tergambar dari tingkahnya yang (sampai kini) tidak macam-macam itu barangkali bisa menjadi antitesis bagi sepak bola yang akrab dengan tonjolan ego dan gembar-gembor kontroversi.