Joao Felix dan Atletico Madrid yang Mulai Saling Memahami

Foto: Twitter @atletienglish

Terseok-seok di awal kedatangannya, kini Joao Felix mulai menjadi senjata mematikan di lini serang Atletico Madrid.

Atletico Madrid asuhan Diego Simeone terkadang bisa bertingkah seperti orang yang keras dan sulit dipahami.

Jika seorang pemain memutuskan untuk membela Atletico--terutama pemain kreatif--ada dua adaptasi yang harus dilalui. Pertama, adaptasi dengan La Liga, bagi mereka yang belum pernah bertanding di sini.

Kedua, adaptasi dengan organisasi permainan Atletico. Sejak ditangani Simeone, Los Rojiblancos, malih rupa jadi tim dengan skema permainan rapi. Mereka menjadi tim yang kuat dalam bertahan dan beretos kerja tinggi.

Organisasi permainan Atletico itu pula yang kerap jadi tantangan bagi para pemain baru. Thomas Lemar, Hector Herrera, dan Kieran Trippier mesti berjuang memahami permainan Atletico dan atmosfer La Liga.

Kesulitan demikian berimbas pada penurunan performa pemain. Butuh tenaga dan perjuangan ekstra untuk memahami skema permainan Atletico. Situasi itu juga yang pernah dihadapi Joao Felix.

Musim 2019/20, musim yang sulit buat Felix

Felix datang ke Atletico dengan harga mewah. Mengutip Transfermarkt, manajemen Los Colchoneros merogoh kocek sekitar 127 juta euro untuk mendatangkan sosok asal Portugal tersebut.

Harga mahal itu mau tidak mau bermuara pada tingginya ekspektasi. Felix diharapkan dapat menjadi senjata andalan lini depan Atletico. Apalagi, dalam 43 penampilan bersama Benfica, ia mampu menorehkan 20 gol dan 11 assist. Capaian di tim senior yang direngkuh pemain remaja seperti itu tentu tidak dapat dipandang sebelah mata.

Felix menghidupkan harapan para suporter Atletico di hari-hari pertamanya. Dalam tiga awal La Liga 2019/20, ia menyumbangkan satu gol dan satu assist. Namun, Felix tenggelam setelah gebrakan di awal musim. Ia malah lebih banyak berkutat dengan cedera, mulai dari cedera pergelangan kaki hingga lutut.

Felix absen di 13 laga selama musim 2019/20 karena cedera. Alhasil, banyak yang bertanya-tanya mengapa Felix bisa sebegitu flop-nya bersama Atletico.

Carlos Carvalhal, pelatih asal Portugal yang kini menangani Sporting Braga, menyebut bahwa Felix salah langkah ketika memutuskan untuk membela Atletico. Ada ketidakcocokan antara gaya main Felix dan Atletico.

“Saya tidak yakin gaya main Atletico merupakan yang terbaik buat Felix. Diego Simeone memang pelatih hebat. Tim yang ia latih sangat kuat dan kompetitif. Namun, Joao Felix sepertinya bukan pemain yang tepat untuk klub tersebut,” ujar Carvalhal, dilansir Cadena SER.

Pemain Timnas Portugal, Joao Mario, juga mengutarakan pendapat serupa. Menurutnya, gaya Atletico yang mengandalkan kerja keras dan permainan yang terorganisasi tidak cocok dengan Felix yang terbiasa dengan sepak bola menyerang di Benfica.

“Meski memang tekanannya jauh lebih besar, gaya permainan Barcelona akan sesuai dengan Felix. Saya suka gaya permainan Barcelona dan saya pikir Felix akan lebih cocok dengan Barcelona,” ujar Mario, dilansir Eleven Sports.

Jika menilik permainan Felix musim lalu, ia terlihat seperti meraba dan memahami tugas berat yang dibebankan Atletico padanya. Dari situ terlihat Felix banyak melakukan tugas bertahan, terutama menahan laju full-back lawan.

Seiring berjalannya musim, kontribusi Felix dalam bertahan makin menurun. Ia cuma mencatatkan rataan 0,3 tekel tekel per laga pada musim 2019/20. Jumlah itu menjadi yang terkecil di antara seluruh pemain Atletico. 

Rataan intersep per laganya juga tidak istimewa, hanya 0,4. Catatan itu merupakan yang terkecil kelima setelah Diego Costa, Alvaro Morata, Thomas Lemar, dan Vitolo.

Argumen soal ketidakcocokan Atletico dan Felix makin kentara karena kontribusi Felix di lini depan juga tidak maksimal. Terlepas dari cedera, ia hanya menorehkan 9 gol dan 3 assist dalam 36 pertandingan.

Masa suram pun mewarnai kehidupan Felix di musim pertamanya bersama Atletico. Selain beradaptasi dengan kultur La Liga, nyatanya ia harus beradaptasi dengan permainan Atletico sendiri.

Felix memahami Atletico, begitu juga sebaliknya

Mantan pemain Timnas Portugal, Nuno Gomes, meyakini bahwa Felix dan Atletico bisa bersinergi. Gomes melihat bahwa Felix akan berkembang di bawah asuhan Simeone, terutama dalam mengintegrasikan diri terhadap permainan tim.

“Simeone akan memberikannya banyak pengalaman baru. Felix akan belajar bagaimana caranya bertahan dengan baik. Felix juga akan belajar bagaimana menyatukan diri dengan tim,” terang Gomes, dilansir Goal International.

Simeone agaknya mulai memahami talenta Felix dan cara memaksimalkannya. Itulah sebabnya, ia mulai memberi Felix kebebasan pada musim 2020/21.

Simeone tidak lagi kelewat bereksperimen soal permainan Felix. Sebagai second striker, ia diberi keleluasaan untuk bergerak ke sayap, menerobos ruang kosong di pertahanan lawan, dan mundur ke area tengah saat menjemput bola.

Apiknya lagi, Felix mulai memahami bahwa bermain bersama Atletico bukan hanya perkara individu. Ia mesti memahami organisasi permainan tim karena efeknya akan berimbas kepada penyerangan tim yang lebih kuat. 

Ketika menyerang, Felix lebih memperhatikan sekeliling. Ia mulai paham kapan harus mengalirkan bola dengan cepat atau menahan bola sembari menanti pemain lain naik. Ia juga tidak segan mengeksploitasi ruang atau berkombinasi dengan full-back dan Luis Suarez. 

Sinergi antara Atletico dan Felix berbuah manis. Felix membukukan 7 gol dan 3 assist dalam 10 laga di seluruh laga bersama Atletico di semua ajang musim ini. Felix juga mulai banyak terlibat dalam serangan Atletico lewat rataan 1,7 umpan kunci per pertandingan. Angka itu tertinggi di antara pemain Atletico yang lain.

Catatan angka xG Felix juga jadi yang tertinggi di antara para pemain Atletico yang lain, yakni 3,43. Angka KP90 (umpan yang berbuah menjadi tembakan) milik Felix jadi yang tertinggi kedua di skuat Atletico, yaitu 2,21. 

Imbasnya, torehan Atletico sebagai tim terdongkrak. Atletico menghuni posisi tiga klasemen sementara La Liga 2020/21 dengan torehan 17 poin, mengungguli Real Madrid di posisi empat dan Barcelona di posisi delapan.

Di Liga Champions, meski dibantai Bayern Muenchen, mereka masih berpeluang lolos ke fase gugur setelah membukukan empat poin, hasil dari tiga laga. Intinya, dengan memaksimalkan talenta Felix dalam menyerang, Atletico akhirnya menuai hasil yang positif.

***

Dalam manga Giant Killing, ketika East Tokyo United (ETU) bertemu Nagoya Granpalace di lanjutan Liga Jepang, pemain senior Granpalace, Kawase, berpesan kepada pemain andalan ETU yang masih muda, Daisuke Tsubaki, agar jangan segan untuk bermain egois. Di usia yang masih muda, Kawase mengingatkan bahwa Tsubaki harus mampu mengeksplorasi kemampuannya lebih jauh lagi, tanpa terhalang rasa canggung.

Permainan Tsubaki berkembang dan tawa menghiasi wajahnya setiap laga. Konsistensi permainan akhirnya membawa Tsubaki kepada panggilan Timnas Jepang senior. Ia dipanggil bersama sahabat sekaligus rivalnya dari Osaka Gunners, Haruhiko Kubota.

Nah, Simeone di sini sudah melakukan yang dilakukan Kawase. Bedanya, Simeone tidak hanya memberikan pesan. Ia memberi ruang yang luas bagi Felix untuk 'bermain egois' di atas lapangan. Ia sadar, talenta Felix akan terkekang jika selalu dipaksa mengikuti sistem.

Felix meledak. Ia menggila di atas lapangan dan mengangkat performa Atletico, persis seperti Tsubaki yang mengangkat penampilan ETU. Bedanya, Felix lebih sadar akan sekeliling dan memahami bahwa ketika menyerang, ia tidak sendiri. Ada senior yang siap membantunya.

Dari situ, Felix dan Atletico tampak seperti dua orang kawan yang sudah saling memahami. Jika begini, mari berharap agar kesepahaman ini dapat terus berjalan sampai akhir musim nanti sehingga dapat membuahkan hal yang baik entah itu buat Atletico Madrid maupun Joao Felix.