Jorginho: Cara Italia Meneror Lawan dari Kedalaman

Foto: @angelomangiante.

Berawal dari bayang-bayang Marco Verratti, Jorginho tumbuh menjadi kunci permainan Italia.

Saat berkata, “Anda datang ke orang yang tepat,” kepada Alessandro Costacurta, Roberto Mancini sudah memikirkan apa yang bakal ia lakukan untuk memperbaiki Italia.

Mancini resmi menjabat sebagai pelatih Italia pada 14 Mei 2018. Saat itu, kondisi Italia sedang tidak baik-baik saja. Enam bulan sebelum datang, Italia gagal melaju ke Piala Dunia 2018 setelah kalah dari Swedia pada babak play-off.

Imbas kekalahan tersebut amat besar. Pelatih Gian Piero Ventura dan Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) Carlo Tavecchio mengundurkan diri. Sementara empat pemain senior, Gianluigi Buffon, Daniele De Rossi, Andrea Barzagli, dan Giorgio Chiellini, langsung mengumumkan gantung sepatu.

Mancini lantas datang dengan merombak daftar pemain. Dengan berani, ia menjadikan Gianluigi Donnarumma dan Federico Chiesa sebagai pemain inti. Ia juga memanggil nama-nama yang bahkan saat itu belum pernah melakoni kompetisi Serie A, seperti Nicolo Zaniolo dan Sandro Tonali.

Meski demikian, Mancini bukan orang yang gegabah. Semua tindakan ia pikir matang-matang. Pemanggilan kembali Chiellini jadi salah satunya. Lainnya, ia memutuskan untuk meniru Ventura dengan menjadikan Marco Verratti sebagai kunci di lini tengah Italia.

Namun, rencana Mancini untuk Verratti tidak semudah membalikkan tangan. Ada Jorginho yang tumbuh sebagai gelandang pandai. Masalahnya, Jorginho dan Verratti bermain dalam peran yang sama. Keduanya punya kemampuan mendistribusikan bola dengan baik. Keduanya juga piawai melakoni perebutan bola di tengah.

Yang membedakan keduanya hanya gaya bermain. Jorginho, bermain dalam gaya yang efektif. Ia amat jarang berlama-lama dengan bola dan akan segera melepaskan umpan apabila melihat rekan dalam posisi yang strategis. Sementara Verratti dianugerahi kemampuan untuk meliuk-liuk di antara lawan. Kemampuan tersebut membuat Verratti jago melindungi bola.

Musim itu, Jorginho tidak kalah cemerlang dibandingkan Verratti. Ia menjadi salah satu alasan mengapa Napoli mampu meraih runner-up Serie A 2017/18. Pada musim panas 2018, ia menjadi buruan utama dua klub besar Inggris, Chelsea dan Manchester City.

Jorginho membukukan 10,7 progressive passes atau umpan yang mengarah ke kotak penalti per 90 menit. Rasio tersebut lebih baik dibandingkan Verratti yang hanya 9,7 progressive passes per 90 menit.

Alih-alih memainkan mereka secara bergantian, Mancini akhirnya memainkan keduanya secara bersamaan. Pertandingan melawan Ukraina, 11 Oktober 2018, menjadi penampilan perdana Verratti dan Jorginho di lini tengah Italia.

Laga tersebut berakhir dengan skor 1-1. Jorginho dianggap jadi biang kegagalan Italia menang karena tak banyak berkontribusi pada serangan. Mancini memberikan pembelaan dan menganggap Jorginho sudah bermain sesuai instruksinya.

Penyebab Jorginho tidak bersinar adalah keberadaan Verratti. Adanya Verratti membuat tugasnya untuk membantu serangan jadi lebih sedikit. Yang mayoritas ia lakukan sepanjang laga hanya menjemput bola dari bek dan mengarahkannya kepada Verratti.

Kegagalan Jorginho bermain apik di laga tersebut jadi persoalan Mancini. Sebagai pelatih, ia tentu punya hasrat untuk memainkan seluruh pemain terbaiknya. Yang jadi masalah, Jorginho tidak pernah dipasang dengan gelandang yang punya tipikal serupa.

Di Napoli, Jorginho dimainkan bersama Allan dan Marek Hamsik. Allan bertipikal breaker, sedangkan mayoritas kemampuan Hamsik berhubungan dengan serangan. Di Chelsea pun serupa. Ia dimainkan bersama N’Golo Kante, yang juga breaker, atau Mateo Kovacic, yang lebih piawai saat berada di pertahanan lawan.

Setelah melakoni serangkaian utak-atik, Mancini akhirnya menemukan jawaban atas pencariannya. Momen tersebut terjadi saat Italia bersua Yunani pada kualifikasi Euro 2020. Di laga tersebut, Italia menang dan Jorginho menjadi bintang. Yang makin bikin Mancini senang: Jorginho akhirnya mampu tampil cair meski dimainkan bersama Verratti.

Dalam pertandingan tersebut, Jorginho bermain dalam peran yang biasa ia mainkan, regista atau pengatur serangan yang beroperasi dari lini pertahanan. Bedanya, ia diberi lebih banyak kebebasan untuk naik membantu serangan.

Saat Jorginho berada di pertahanan lawan, posisi yang ditinggalkannya akan dikover oleh Verratti. Keberadaan Verratti di posisi tersebut membuat Jorginho tak perlu cemas saat lawan melakukan serangan balik.

***

Pada awal Mei 2021, Verratti mengalami cedera lutut usai laga menghadapi Manchester City. Cedera ini diprediksi bakal membuatnya absen di Euro 2020. Namun, prediksi tersebut lenyap seiring keberadaan Verratti di dalam 26 nama skuad Italia.

Italia memulai perjalanan mereka di Euro 2020 tanpa Verratti. Hal tersebut rupanya tak menjadi masalah seiring penampilan istimewa Jorginho. Sejak laga perdana, ia menjadi pemain yang tidak tergantikan di lini tengah.

Satu hal yang menarik dari penampilan Jorginho di Euro 2020 adalah kontribusinya dalam mengalirkan bola. Dengan kemampuan membaca pergerakan rekan setim, Jorginho menjadi salah satu gelandang dengan akurasi operan paling baik di Euro 2020 dengan 94%.

Per 90 menit, Jorginho melepaskan 7,18 umpan ke sepertiga akhir pertahanan lawan. Angka tersebut lebih baik ketimbang milik gelandang lain, seperti Pierre-Emile Hojbjerg (6,3) dan N’Golo Kante (5,58).

Dari operan-operan tersebut, tidak sedikit yang berbuah percobaan ke gawang lawan. Di laga melawan Turki, 4 operannya berakhir sebagai percobaan. Jumlah tersebut meningkat di laga ketiga saat melawan Wales dengan 5 operan dan mendapatkan jumlah terbanyak saat bersua Inggris di final dengan 6 operan.

Jorginho tidak hanya punya peran untuk mendistribusikan bola. Sebagai gelandang yang area bekerjanya di belakang, ia punya tugas untuk membantu bek memutus serangan lawan. Bahkan, karena gaya bermain bek Italia yang agresif, ia tidak jarang mengisi posisi yang ditinggalkan oleh mereka.

Sepanjang perhelatan Euro 2020, ia menghasilkan rata-rata 2,3 intersep dan 1 tekel sukses per 90 menit. Catatan tersebut lebih tinggi ketimbang yang dibuat oleh dua bek utama Italia, Chiellini dan Leonardo Bonucci.

Segenap penampilan apik yang dilakukan oleh Jorginho akhirnya membawa Italia ke tangga juara. Meski di Euro 2020 tidak mencetak gol maupun membuat assist, Jorginho seakan menunjukkan bahwa setiap peran punya cara tersendiri untuk memberikan kontribusinya.