Juventus vs Chelsea: 45 Menit Pertama Krusial

Selebrasi pemain Juventus saat menghadapi Sampdoria. Foto: @juventus

Juventus tanpa dua mesin gol, sedangkan Chelsea punya dua opsi skema dasar. Keputusan kedua pelatih akan menentukan bagaimana laga berjalan dan angka di papan skor.

Empat puluh lima menit pertama duel Juventus vs Chelsea pada laga kedua fase Grup H Liga Champions di Stadion Allianz, Kamis (30/9/2021) dini hari WIB, amat krusial. Starting line-up dan skema yang diaplikasikan akan menentukan berapa angka di papan skor.

Juventus harus merombak lini depan setelah Paulo Dybala dan Alvaro Morata absen karena cedera. Kehilangan kedua pemain itu membuat Juventus merugi. Mereka adalah mesin pencetak gol Bianconeri sejauh ini. Jika diakumulasikan, Dybala-Morata sudah merangkum 6 dari 13 gol Juventus musim ini di lintas ajang.

Dybala sendiri lebih dari sekadar sumber gol. Ia adalah motor penyerangan. Meski bermain sejajar dalam format 4-4-2, Dybala acap turun ke lini tengah untuk menjemput bola dan melakukan progresi serangan.

Ketika menggiring bola, Dybala langsung menyodorkan umpan panjang, baik ke sisi kanan maupun tengah. Setelah mengirim umpan, pemain bernomor punggung 10 itu akan lari ke depan untuk membuka ruang dan melesakkan bola dari luar kotak penalti.

Mengacu Understat, dari 15 tembakan Dybala sepanjang musim 2021/22, 11 di antaranya berada di luar kotak 16. Dari jumlah tersebut, 1 tembakan berujung gol saat Juventus mengalahkan Sampdoria 3-2 pekan lalu.

Meski kehilangan besar, Massimiliano Allegri sebetulnya punya banyak opsi yang menjanjikan. Tinggal bagaimana ia meracik dan berani mengambil risiko. Opsi pertama, Allegri dapat menduetkan Moise Kean dan Dejan Kulusevki jika tetap mengusung pakem 4-4-2.

Kean adalah pemain yang cerdik memaksimalkan kans sekecil apapun. Itu terekam dari torehan 13 golnya di Ligue 1 musim lalu bersama PSG dari xG 10,80. Dengan kata lain, ia dapat mencetak gol melebihi kualitas peluang yang dimiliki. Musim ini, ia sudah mengemas satu gol.

Pergerakan Kean di pertahanan lawan pun cukup dinamis. Ia tidak ragu turun menjemput bola maupun berlari ke sisi kanan-kiri untuk membuka ruang. Pun demikian dengan Kulusevki.

Opsi kedua, Allegri bisa memainkan Federico Chiesa sebagai penyerang. Ia memiliki kemampuan mencetak gol dan menyajikan peluang dengan sama baiknya. 8 gol dan 8 asis di Serie A musim lalu dapat menjadi tolok ukur.

Kemampuan olah bola Chiesa pun terbilang oke dengan catatan 2,4 dribbles per 90 menit di Serie A 2021/22. Jumlah itu menjadi yang tertinggi di antara pemain Juventus. Begitu juga dengan umpan kunci. Chiesa memiliki rata-rata umpan kunci terbanyak di Juventus dengan catatan 2 kali di tiap laga.

Pos penyerang bukan tempat asing bagi Chiesa musim ini. Pada pekan kedua Serie A melawan Empoli, pemain berkebangsaan Italia tersebut berduet dengan Dybala dalam pakem 4-3-1-2.

Chiesa memang gagal mencetak gol dan Juventus mengakhiri laga sebagai pecundang, tetapi daya ledak Chiesa terbilang cukup apik. Merujuk WhoScored, ia mencatatkan 3 tembakan tepat ke gawang dan 3 dribel sukses dari 4 percobaan.

Jika Allegri memainkan Chiesa sebagai penyerang, gelandang sayap kanan Juventus bisa diisi oleh Juan Cuadrado dalam format 4-4-2. Selain menopang agresivitas Cuadrado, pakem tersebut membuat transisi menyerang ke bertahan berjalan baik.

Danilo yang berposisi sebagai bek sayap kanan tidak akan banyak berlari melewati garis tengah lapangan. Ia fokus mengadang serangan balik lawan bersama dua bek tengah. Hal itu bisa meredam serangan Chelsea yang memiliki wing-back agresif. Kemampuan defensifnya pun cukup oke. Rata-rata tekel dan intersep Danilo berada di angka 1,5 dan 1 setiap 90 menit.

Situasi yang sedikit rumit juga menimpa Chelsea. Selain kekalahan 0-1 dari Manchester City di Premier League pekan lalu, The Blues kehilangan beberapa pemain karena cedera dan COVID-19.

Pertama, Mason Mount dan Christian Pulisic masih harus menepi. Kedua, Reece James mesti absen karena cedera. Kabar teraktual, N'Golo Kante terkonfirmasi positif COVID-19 dan harus menjalani isolasi mandiri.

Oke, untuk pos wing-back kanan, Thomas Tuchel tidak perlu repot-repot memikirkan pengganti James. Masih ada Cesar Azpilicueta yang siap menempati wing-back kanan. Sedangkan, pos bek tengah, Tuchel bisa memainkan Thiago Silva.

Meski sudah berusia 37 tahun, kemampuan bertahan Silva masih mumpuni. Ia tidak hanya piawai menekel, tetapi juga berduel udara dan membaca arahan serangan lawan. Mengacu WhoScored, ia mencatatkan 2 intersep dan 1,8 tekel per laga di Premier League musim ini.

Selain tangguh mengadang lawan, Silva sering terlibat dalam skema sepakan pojok. Ia akan maju ke depan untuk berduel dan menyundul bola. Satu gol ke gawang Tottenham Hotspur bisa jadi bukti bahwa Silva masih tangguh menyambut umpan silang.

Sedangkan Azpilicueta sudah pasti memenuhi standar wing-back versi Tuchel. Oh, ya, wing-back Chelsea punya peran krusial baik dalam fase menyerang atau bertahan. Selain menutup tepi sisi, wing-back harus bergerak maju saat fase menyerang.

Naiknya wing-back tidak hanya menciptakan overload di sektor depan, tetapi juga menambah opsi mengakhiri serangan. Ketika wing-back maju, penyerang sayap akan bermain lebih ke tengah dan masuk ke kotak penalti lawan.

Oleh karena itu, atribut defensif dan ofensif wing-back Chelsea harus sama-sama baik. Untuk aspek bertahan, mengacu WhoScored, pria 32 tahun itu merangkum rata-rata 3,3 tekel dan 1 intersep per laga di Premier League.

Sementara untuk aspek ofensif, Azpilicueta tidak se-agresif Marcos Alonso yang mengisi wing-back kiri. Meski begitu, ia punya kemampuan umpan yang cukup oke. Merujuk WhoScored, akurasi umpan Azpilicueta berada di angka 83,4 persen dari rata-rata 53,3 umpan per laga.

Yang mesti dipikirkan Tuchel adalah skema dasar. Apakah 3-5-2 atau 3-4-3? Jika melihat performa Chelsea vs City pekan lalu, sebuah keputusan logis untuk kembali memainkan formasi 3-4-3.

Melalui skema 3-4-3, lini depan Chelsea relatif cair. Tiga penyerang mereka dapat bertukar posisi sesuai kebutuhan. Fluiditas itu pun membuat opsi mengakhiri serangan semakin kaya. Berbeda saat memakai 3-5-2. Hanya ada Timo Werner dan Romelu Lukaku saat melancarkan serangan balik. Dan itu mudah dibaca lawan.

Meski tidak ada Mount dan Pulisic, Tuchel punya pilihan di lini depan. Ia bisa memainkan Hakim Ziyech dan Kai Havertz untuk mengapit Lukaku. Kecepatan dua pemain itu akan turut menopang daya ledak Lukaku.

Apapun opsi yang diambil kedua pelatih, sudah pasti akan menentukan jalannya laga. Apalagi pada 45 menit pertama.