Kabut Masa Depan Alvaro Morata

Foto: @juventusfc.

Barcelona ngebet mendatangkan Alvaro Morata dari Juventus. Persoalannya, El Barca masih terhalang salary limit untuk mendaftarkan pemain baru. Lalu, haruskah Morata pergi?

Joan Laporta berdiri tegak sambil merangkul Ferran Torres. Terasa aura optimistis dalam sesi perkenalan pemain itu. Laporta meyakini kedatangan Torres sebagai jawaban atas krisis yang dialami Barcelona.

"Kami terus menjadi contoh di pasar sepak bola," katanya. Presiden Barcelona itu kemudian melanjutkan, “Semua orang harus siap karena kami telah kembali. Kami adalah contoh, dan buktinya Ferran ada di sini. Kami telah kembali.”

Laporta tak sesumbar. Ferran bukan satu-satunya rekrutan baru Barcelona di musim dingin ini. Adalah Alvaro Morata yang jadi target selanjutnya. Ini merupakan permintaan langsung dari Xavi Hernandez.

Sebagimana dilaporkan AS, proses transfer Morata dari Juventus sudah mencapai 95%. Juanma Lopez selaku agen Morata, berharap kesepakatan segera terealisasi dengan kontrak minimal 18 bulan.

Tinggi urgensi Barcelona terhadap lini serang sekarang. Pasalnya, mereka tak pernah benar-benar jago mencetak gol. Tak ada perubahan signifikan usai Xavi menggantikan Ronald Koeman. Barcelona hanya menghasilkan 11 gol dari 7 pertandingan bersama Xavi di La Liga. Bila dirata-rata, hanya 1,5 gol per laga. Angka ini tak jauh berbeda dari era Koeman yang memproduksi 15 gol dari 10 pertandingan.

Dari kuantitas tembakan, Barcelona telah mengalami eskalasi dalam sebulan ke belakang. Rata-rata tembakan per laga mereka menyentuh 13,3 atau naik 0,8. Akan tetapi, jumlah itu masih di bawah Real Madrid, Real Madrid, dan Atletic Madrid.

Lebih parah lagi soal penyelesaian peluang. Barcelona mencatatkan 30 gol dari 35,5 xG. Artinya, torehan mereka minus 5 gol yang seharusnya dan itu menjadi yang terburuk kedua setelah Athletic Bilbao.

Makin-makin karena pertahanan Gerard Pique dkk. juga amburadul. Sudah 22 kali gawang mereka bobol atau terpaut 9 gol dari Sevilla dan 5 gol dari Real Madrid. Itulah mengapa kemenangan menjadi sesuatu yang langka buat Barcelona. Mencetak gol sulit, eh, malah gampang kebobolan.

Nah, kedatangan Morata diharapkan bisa mengikis aib itu. Setidaknya mereka bisa mencetak banyak gol meski juga kemasukan banyak. Seperti kata pepatah bola kondang: “Lu kebobolan 2, tapi lu cetak 3 gol. You still win the game!”

Luis Enrique membawa lembaran kertas sebelum Spanyol berhadapan dengan Polandia di fase grup Piala Eropa 2020. Kertas itu berisi data dan statistik 11 pemain yang akan turun sebagai starter. Nama Morata ada di dalamnya.

Enrique melakukannya untuk memompa semangat sekaligus menjawab berbagai kritikan yang melayang ke Morata. Hampir di setiap tempat, penyerang 29 tahun itu memang menjadi sasaran olokan. Tak terkecuali saat membela Spanyol.

Chant Morata, how bad you are”, digaungkan saat Tim Matador bermain imbang dengan Portugal di laga persahabatan beberapa pekan sebelumnya. Kalau boleh jujur, para suporter itu ada benarnya. Spanyol nihil gol gara-gara Morata kelewat sering membuang peluang.

Namun, bukan Enrique namanya kalau mudah berubah pikiran. Dia telanjur bertaruh dengan Morata. Menyingkirkannya dari tim sama saja dengan mengakui kesalahannya sendiri. Terpenting, Morata memenuhi klasifikasi Enrique sebagai penyerang komplet. Tubuh jangkung dan cepat untuk ukuran penyerang tengah. Ditambah lagi dengan determinasinya dalam melakukan pressing.

“Morata memberi kami banyak—lebih dari yang kamu pikirkan,” tegas Enrique.

Pernyataan Enrique terbukti. Morata mengukir gol penting ke gawang Polandia. Tanpa dia, Spanyol bakalan luput menggamit satu poin vital buat lolos dari babak penyisihan. Tuah Morata kemudian berlanjut saat mencetak lesakan penentu di babak tambahan melawan Kroasia. Dia juga menjadi satu-satunya pemain Spanyol yang mampu menjebol gawang Italia di semifinal. Well, walau akhirnya timnya keok melalui drama adu penalti.


Xavi memang tidak sekeras kepala Enrique. Kendati demikian, keduanya punya benang merah: Sama-sama menganut paham ball possession. Xavi banyak terpengaruh dari juego de posicion milik Pep Guardiola. Ini yang kemudian dibawanya saat pulang ke Barcelona sebagai pelatih.

Pun dengan Enrique. Spanyolnya mengisi daftar teratas tim dengan penguasaan bola tertinggi di Piala Eropa terakhir. Persentasenya mencapai 67,2%, jauh meninggalkan Jerman di posisi kedua dengan 58,8%.

Morata adalah penyerang ideal untuk mereka yang menganut paham ball possessison. Selain piawai dalam memanfaatkan ruang, dia juga tergolong cepat untuk striker berpostur 190 cm. Dan jika menunjuk striker dengan jumlah gol terbanyak di Spanyol, Morata orangnya. Dia masuk 8 besar daftar topskorer sepanjang masa La Furia Roja. Tak ada penyerang aktif yang melebihi torehan 23 golnya sekarang.

Sudah sejak dini Morata moncer. Di level remaja, dia sukses membawa Spanyol juara Piala Eropa U-19 dan U-21. Titel Sepatu Emas dia sabet di dua ajang itu. Kalau sudah begini, tak mengherankan kalau Xavi menginginkan striker yang “Spanyol banget” dalam diri Morata.

Xavi butuh penyerang yang mafhum dalam mengeksploitasi ruang. Ini menjadi aspek vital untuk mendukung gaya mainnya yang begitu mengandalkan penguasaan bola. Pemain diutus bermain dinamis dan luwes dalam memainkan umpan satu-dua.

Masalahnya, Barcelona tak punya penyerang murni dengan kualifikasi semacam ini. Martin Braithwaite masih belum layak menjadi pilihan primer. Pun dengan Luuk de Jong yang bertipe poacher klasik.

Dengan minimnya opsi, Xavi tak punya pilihan lagi selain bertumpu kepada Memphis Depay. Seorang diri dia menanggung beban sebagai kreator sekaligus penyelesai peluang. Rerata umpan kunci (2,3) dan jumlah tembakan (2,9) per laganya menjadi yang tertinggi dibanding para koleganya.

Heatmap Alvaro Morata di Serie A 2021/22. Sumber: Sofascore
Heatmap Luuk De Jong di La Liga 2021/22. Sumber: Sofascore
Heatmap Martin Braithwaite di La Liga 2021/22. Sumber: Sofascore

Idealnya, Depay dipasang di sisi tepi bersama Torres. Karakteristik keduanya cocok dengan fluiditas Xavi pada pakem dasar 4-3-3. Baik Depay dan Torres punya pemahaman posisi yang baik. Mereka adalah penyerang modern mengerti kapan waktunya bermain ke tengah dan kapan saat untuk melebar.

Itulah mengapa keberadaan striker seperti Morata menjadi penting. Pergerakan dinamis menjadi penguatnya. Lagipula, Morata aktif mengukir assist di samping melakoni tugas utamanya sebagai produsen gol.

Sembilan assist dibuatnya bersama Juventus di Serie A musim lalu. Jumlah itu cuma kalah dari Juan Cuadrado yang mengemas satu assist lebih banyak. Jumlah golnya? 11, tertinggi kedua setelah Cristiano Ronaldo.

Di sisi lain, Barcelona juga mesti paham soal kelemahan Morata. Apalagi kalau bukan kebiasaannya buang-buang peluang. Understat mencatat xG Morata selalu minus dalam lima musim ke belakang. Margin terbesar ada di musim 2019/20, semasa membela Atletico. Morata “hanya” mampu mengumpulkan 12 gol dari angka harapan 14,98.

Hal itu masih terjadi sampai sekarang. Memang, Morata menjadi topskorer sementara Juventus—bersama Paulo Dybala—dengan 5 golnya. Akan tetapi, catatan xG-nya minus 1,76 dan itu menjadi yang terendah di tim.

So, sudah semestinya para pendukung Barcelona memahami penyakit menahun Morata ini. Bila betulan transaksi ini terealisasi, kubur dulu ekspektasi kalau dia akan mencetak belasan gol nanti. Tugas utamanya adalah melicinkan skema serang Xavi sehingga tak melulu bertumpu kepada Depay. Itu dulu.


Terlepas dari itu, Barcelona masih harus menunggu keputusan dari Juventus. Sulit bagi mereka untuk melego Morata yang notabene merupakan striker utama. Massimiliano Allegri belum lama ini juga menyatakan bahwa Morata akan bertahan dan tak akan pergi ke mana-mana.

Ada lagi PR Barcelona. Sebelum nantinya menggelar karpet merah untuk Morata, mereka harus mengurangi biaya operasionalnya lebih dulu. Boro-boro Morata, Torres saja belum bisa didaftarkan untuk mentas. Itu karena Barcelona telah melewati aturan Salary Limit yang dipatok La Liga.

Ada dua opsi yang bisa dilakukan Barcelona. Pertama adalah melepas pemain-pemain tak penting. Luuk de Jong, Samuel Umtiti, dan Philippe Coutinho misalnya. Alternatif kedua, ya, meminta para pemain untuk menurunkan gajinya. Itulah mengapa Barcelona menawarkan kontrak baru kepada Ousmane Dembele, tentu saja dengan upah yang lebih rendah dari sebelumnya.