Kapal Selam Kuning yang Terus Berlayar

Foto: Villarreal

Villarreal menyelami lautan hijau, menyingkirkan apa pun yang menghalangi perjalanan mereka dan kini sampai di semifinal Liga Champions.

"So we sailed on to the sun,

Till we found the sea of green,

And we lived beneath the waves,

In our yellow submarine,"

Kapal Selam Kuning, Villarreal. Musim ini, mereka mampu berlayar jauh di pentas Liga Champions, di lautan hijau yang gelombangnya sedemikian besar. Siapa pun bisa goyah, siapa pun bisa rubuh dan tak mampu melanjutkan perjalanan.

Villarreal sudah sampai di titik semifinal. Titik tertinggi dalam pencapaian mereka, titik yang pernah sekali mereka raih pada musim 2005/06. Dalam perjalanan untuk bisa sampai ke titik ini, mereka menyingkirkan Atalanta di fase grup, Juventus di babak 16 besar, dan terakhir Bayern Muenchen di perempat final.

Itu jelas pencapaian amat besar untuk klub seperti Villarreal. Klub yang berasal dari kota kecil di timur Spanyol, yang jumlah penduduknya tak lebih banyak dari Kecamatan Menteng di pusat Jakarta. Klub yang juga baru 22 musim mencicipi level tertinggi liga domestik sepanjang sejarahnya.

Klub yang secara revenue juga tidak masuk ke dalam top 30 besar Eropa. Pendapatan Villarreal tak lebih banyak dari klub macam Leeds United, Southampton, Borussia Moenchengladbach, atau bahkan Zenit yang jauh lebih payah di Eropa ketimbang mereka. Revenue Villarreal per 2020/21 cuma 123,9 juta euro.

Skuad mereka juga tak mentereng-mentereng amat. Memang ada nama potensial macam Pau Torres, Arnaut Danjuma, sampai Yeremi Pino. Selain itu ada juga Gerard Moreno yang menonjol dan Raul Albiol yang sarat pengalaman. Namun, di luar itu, Villarreal banyak berisikan pemain-pemain kelas dua.

Tanpa mendiskreditkan mereka, tapi Giovani Lo Celso, Dani Parejo, Juan Foyth, Etienne Capoue, Francis Coquelin, Alberto Moreno, sampai Serge Aurier bisa dijadikan contoh. Akan tetapi, meski merupakan kumpulan pemain kelas dua, mereka tak kalah dari klub yang dihuni pemain-pemain kelas satu.

Adalah Unai Emery, sang pelatih, yang mampu menyulap kumpulan pemain itu menjadi satu regu yang begitu efektif. Iya, efektif. Emery memang sarat pengalaman. Curiculum Vitae-nya sudah berisikan empat trofi Liga Europa. Karena itu, ia tahu betul bagaimana caranya membawa sebuah klub untuk berbicara banyak di kompetisi dengan format sistem gugur seperti Liga Champions.

Secara garis besar, apa yang dilakukan Emery untuk membawa Villarreal ke semifinal sebenarnya terdengar sederhana: Mereka bermain pragmatis. Menunggu, membiarkan lawan menguasai bola, dan kemudian melancarkan serangan balik. Tipikal klub yang lebih inferior.

Namun, yang spesial dari Emery dan Villarreal-nya adalah detail-detail dalam pilihan strategi tersebut. Emery selalu punya ide. Ketika melancarkan serangan balik, misalnya, Emery tak akan menginstruksikan anak asuhnya untuk melepaskan bola direct ke depan secara sporadis.

Ketika berhasil merebut bola dari lawan, Villarreal akan menyerang balik dengan penuh perhitungan. Itu bisa lewat umpan pendek dari kaki ke kaki, via dribel cepat, atau umpan lambung presisi. Yang jelas, serangan balik dilakukan secara tim. Tak cuma mengandalkan satu atau dua orang.

Tengoklah saat mereka melancarkan serangan balik dan kita bisa melihat bahwa pemain di depan tak cuma satu atau dua, tapi bisa empat atau lima. Dengan menyerang balik secara tim, probabilitas keberhasilannya pun makin tinggi, karena di depan akan lebih banyak opsi.

Oleh sebab itu, meski peluang yang diciptakan sedikit, Emery memastikan betul bahwa kualitasnya baik. Efektivitas bekerja di sini. Maka tak heran bahwa Villarreal mampu mencetak dua gol ke gawang Bayern Muenchen di dua leg perempat final hanya dari dua tembakan tepat sasaran.

Dalam melancarkan serangan, Emery juga memberikan fleksibilitas kepada para pemainnya. Shape 4-2-2-2 biasanya akan terbentuk, tapi siapa yang akan berada di flank dan siapa yang akan berdiri di halfspace benar-benar fleksibel. Moreno dan Danjuma bisa saja memposisikan diri melebar, sedangkan Lo Celso dan Parejo akan mengisi halfspace atau area sentral.

Pergerakan pun juga dituntut cair dan bertumpu pada dua hal: Ruang kosong dan menarik pergerakan lawan. Dengan itu, diharapkan si penerima umpan bisa tanpa pengawalan untuk kemudian menyelesaikan peluang. Dua hal ini yang kemudian membuat serangan mereka lebih tak tertebak lagi.

Dalam bertahan, garis besar ide Emery juga tak jauh berbeda: Ia akan menumpuk 10 pemainnya di area lapangan sendiri. Biasanya Villarreal juga akan menerapkan low-block. Namun, lagi-lagi, ada detail yang membuat mereka berbeda dan jadi sulit ditaklukkan.

Yang pertama adalah keberanian mereka menerapkan offside trap. Menjebak lawan ke posisi offside dalam situasi garis pertahanan rendah jelas sulit, karena pemain belakang dituntut selalu kompak dan presisi. Akan tetapi, Villarreal berhasil melakukannya. Dalam dua laga vs Bayern, misalnya, mereka berhasil menjebak lawan offside delapan kali.

Yang kedua adalah soal melakukan duel dengan bersih. Di dua laga melawan Bayern, mereka melancarkan total 61 tekel. Dari situ hanya ada 18 pelanggaran yang mereka lakukan. Angka rerata pelanggaran mereka di Liga Champions musim ini pun cuma 9 per laga, menjadi salah satu tim terbersih di kompetisi.

Dalam bertahan, Villarreal lebih mementingkan kerapatan. Jarak antarpemain tidak dibiarkan jauh. Garis pertahanan pun dibiarkan fleksibel untuk bergerak, bergantung ke arah mana serangan lawan. Ini, pada akhirnya, mempersempit ruang gerak lawan, sekaligus membuat selalu ada cover ketika salah satu pemain berhasil dilewati lawan. Kompaksi jadi yang utama.

Dan yang terakhir, yang dimiliki Emery, adalah sikap tak pernah lelah untuk menyemangati lawan di pinggir lapangan. Itu terlihat membuat pemain Villarreal pun seperti tak ada habisnya, siap mengawal pertahanan dan melancarkan serangan balik sampai akhir.

Memang di kompetisi domestik Villarreal terhitung payah, ide-ide Emery tak jalan. Mereka cuma bisa menempati posisi tujuh La Liga dan tak konsisten sama sekali. Namun, itu juga menunjukkan bahwa habitat mereka memang di lautan hijau turnamen. Bahwa Kapal Selam Kuning bisa lebih kencang saat berstatus inferior, saat mereka mampu menunjukkan efektivitas yang luar biasa.

***

Villarreal terus berlayar di dalam kapal selam kuningnya. Tujuan akhir mungkin adalah cahaya terbesar di pentas sepak bola antarklub: Gelar Liga Champions. Namun, mereka tidak pongah. Kalaupun tidak sampai ke sana, mereka tahu bahwa mereka berada di laut hijau yang menyenangkan. Bahwa mereka juga benar-benar menikmati ombaknya.

Yang jelas, mereka akan selalu berusaha menyingkirkan siapa pun yang menghalangi perjalanan mereka di lautan hijau, satu per satu, dengan pelan tapi pasti. Setelah Juventus dan Bayern Muenchen sudah merasakannya, apakah Liverpool yang akan jadi korban berikutnya?