Keajaiban, Buat Bayern Muenchen, Tidak Datang Tiba-tiba

Kapten Bayern, Manuel Neuer, berteriak pada sebuah laga. Foto: Twitter @FCBayern.

Bayern Muenchen berulang kali melakukan comeback. Keajaiban, orang-orang bilang. Namun, keajaiban ala Bayern tidak datang seperti mukjizat. Justru Bayern sendiri yang menciptakan keajaiban itu.

Keajaiban tidaklah melulu merupakan sesuatu yang tiba-tiba datang dari langit. Kadang, keajaiban berasal dari hal-hal yang bisa kita usahakan, bahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu hari, tim SMP Kamakura berhadapan dengan tim muda Yokohama. Bintang Kamakura saat itu, Aizawa Suguru, tidak ikut pertandingan sejak awal karena harus menjalani turnamen bersama Timnas U-15 Jepang. Ia datang terlambat.

Kondisi ketika itu, Kamakura tertinggal 0-2 dari Yokohama, dengan laga tersisa 13 menit. Yokohama sendiri dibela oleh para pemain yang kelak jadi rekan Suguru di Timnas muda Jepang, yaitu Akira Takajo dan Tooru Asuka.

Suguru yang menyadari hal itu tetap memutuskan untuk bermain, meski sudah dilarang oleh adiknya, Aizawa Kakeru. Sang adik merasa pesimistis Kamakura dapat membalikkan keadaan. Suguru marah mendengar hal tersebut. Akhirnya, ia mengeluarkan sebuah kutipan yang berbunyi seperti ini.

"Ada dua penanda ketika hasil pertandingan tidak bisa diubah. Pertama, saat wasit meniupkan peluit panjang. Kedua, saat tim yang menyerah memasukkan angka. Lihatlah, Kakeru, aku akan membuat keajaiban."

Setelah berkata seperti itu, Suguru memimpin rekan-rekannya menundukkan Yokohama dengan skor 3-2. Di situ, untuk pertama kalinya, Takajo dan Asuka mengakui kejeniusan Suguru. Bagi Kakeru, itu jadi pelajaran berharga baginya selama menjalani kehidupan sebagai pesepak bola.

Itu adalah sepenggal kisah dari anime Area no Kishi, atau biasa disebut Knight in The Area. Kisah yang sekarang ini banyak dialami oleh tim asal Jerman, Bayern Muenchen. Mereka mulai berkarib dengan keajaiban bernama mengejar ketertinggalan.

***

Hari itu, 28 November 2020, Bayern Muenchen menghadapi VfB Stuttgart dalam laga pekan 9 Bundesliga 2020/21. Sejak menit 20, mereka sudah tertinggal 0-1 lewat gol yang dicetak oleh Tanguy Coulibaly. Namun, Bayern bangkit dan mengejar.

Bermula dari gol yang dicetak oleh Kingsley Coman pada menit 38, keran gol Die Roten mengucur. Pada menit 45+1, gantian Robert Lewandowski yang membobol gawang Stuttgart. Lantas, pada menit 87, Douglas Costa menjauhkan lagi keunggulan Bayern. Mereka akhirnya menang 3-1.

Pada laga melawan VfL Wolfsburg di pekan ke-12, Bayern kembali melakukan comeback. Tertinggal 0-1 via gol Maximilian Philipp, Bayern membalikkan kedudukan lewat dua gol Lewandowski pada menit 45+1 dan 50.

Situasi yang sama terjadi lagi saat mereka menghadapi Bayer Leverkusen sepekan berselang. Tertinggal 0-1 lewat gol Patrik Schick, Bayern mengejar lagi-lagi lewat dua gol Lewandowski pada menit 43 dan 90. Namun, situasi paling epik terjadi saat Bayern bersua Mainz.

Pada babak pertama, Bayern sudah tertinggal 0-2 via gol-gol dari Jonathan Burkardt dan Alexander Hack. Namun, pada babak kedua, Bayern menggila. Semua berawal dari gol Joshua Kimmich pada menit ke-50.

Gelontoran gol Bayern pun berlanjut lewat torehan Leroy Sane, Niklas Suele, dan dua gol dari Lewandowski. Bayern yang mulanya tertinggal 0-2, berbalik menang 5-2. Tim besutan Hansi Flick itu benar-benar menunjukkan kekuatannya dalam melakukan comeback pada laga ini.

Lalu, apa yang membuat Bayern pada akhirnya mampu melakukan banyak comeback, hingga kini mereka menjadi pemuncak klasemen sementara Bundesliga dengan raihan 33 poin dari 15 laga?

***

Bayern, harus diakui, adalah tim yang apik dan reaktif dalam hal penerapan taktik. Hal ini juga tak lepas dari reaksi cepat yang kerap ditunjukkan Flick. Ia cukup lihai dalam hal perubahan taktik dan skema permainan dalam sebuah pertandingan.

Saat menyadari bahwa ada situasi yang tidak beres pada timnya, Flick tidak akan segan untuk langsung melakukan perubahan. Contoh nyata saat melawan Mainz. Ketika Jerome Boateng dieksploitasi oleh para pemain sayap Mainz pada babak pertma, ia langsung digantikan oleh Suele pada babak kedua.

Hal yang sama juga berlaku buat Benjamin Pavard yang kerap telat membantu pertahanan. Ia pada akhirnya digantikan oleh Leon Goretzka. Sisi kanan lantas diisi oleh Kimmich yang agresif dan mampu menyerang dan bertahan dengan sama baiknya.

Hasilnya? Permainan Bayern jadi lebih cair. Sisi sayap pun jadi lebih banyak membantu serangan dan pertahanan tim sehingga tidak lagi kecolongan oleh serangan balik Mainz. Malah, mereka mampu menekan balik Mainz lewat sisi-sisi sayap yang memang berisikan pemain-pemain cepat dengan kemampuan dribel mumpuni.

Selain itu, Flick juga adalah tipikal manajer yang bisa menyesuaikan skema tim dengan lawan. Berbekal pemain-pemain yang memang sudah mampu memahami taktiknya, ia bisa menerapkan taktik yang berbeda-beda dalam setiap pertandingan. Hal tersebut membuat lawan-lawan Bayern kerap kebingungan menyesuaikan diri dengan Bayern.

Jangan lupa juga, para pemain Bayern menjalani sesi latihan fisik yang keras. Mereka menjalani latihan tersebut di bawah arahan pelatih fisik Holger Broich. Berkat latihan ini, banyak transformasi yang terjadi di diri pemain, terutama soal massa otot dan ketahanan fisik.

Selain itu, nutrisi dari para pemain Bayern juga dijaga betul. Buah dari menu latihan Broich ini sebenarnya sudah terlihat saat Bayern meraih treble pada musim 2019/20. Mereka mampu mendominasi Bundesliga dan Liga Champions dengan apik.

Hasil kerja Broich ini juga ternyata masih terasa di musim 2020/21. Dalam laga lawan Leverkusen dan Mainz, Bayern masih bisa mencetak gol pada 10 menit terakhir laga. Hal itu menunjukkan bahwa ketahanan fisik dan stamina pemain Bayern begitu luar biasa.

Hal-hal inilah yang pada akhirnya membuat Bayern dikenal sebagai tukang comeback. Meski tertinggal sejak awal dari lawan, mereka mampu melakukan penyesuaian dalam hal skema dan taktik. Penyesuaian ini juga ditopang oleh kekuatan fisik dan stamina dari para pemain Bayern.

Ya, lewat hal-hal ini, Bayern menciptakan keajaiban bernama comeback untuk diri mereka sendiri, tanpa bantuan dari orang lain atau bahkan dengan embel-embel keberuntungan.

***

Terlepas dari kata-kata motivasi yang kerap Suguru berikan kepada Kakeru, termasuk soal menciptakan keajaiban lewat kemampuan diri sendiri, pada akhirnya ia tidak hidup lama. Tepat ketika ia berusia 16 tahun, ia meninggal dunia setelah mentransplantasikan jantungnya kepada Kakeru usai keduanya mengalami kecelakaan.

Pun dengan Bayern. Mereka memang mampu menciptakan keajaiban lewat segala persiapan yang mereka lakukan, hingga akhirnya berkarib dengan keajaiban itu sendiri. Namun, ada masanya mereka justru jadi korban dari keajaiban. Hal itu terjadi pada pekan 15 Bundesliga 2020/21.

Siapa yang tega menampar Bayern Muenchen dengan keajaiban itu? Borussia Moenchengladbach.