Keberhasilan Tielemans, Kebanggaan Anderlecht

Foto: Instagram @mayanfoxes.

Keberhasilan Youri Tielemans berarti banyak. Ia tidak hanya membanggakan dirinya sendiri, tapi juga akademi Anderlecht.

“Turn your passion into your profession.”

Anderlecht tidak terhitung sebagai jagoan dalam jagat sepak bola Eropa. Sejak tampil apik di kompetisi Eropa akhir 1970-an hingga awal 1980-an, yang puncaknya menjuarai Piala UEFA (sekarang Liga Europa) 1982/83, penampilan mereka menukik tajam. Jangankan bersaing di Liga Champions, di Liga Europa saja mereka sering kesusahan.

Kenyataan tersebut seperti menampar wajah Anderlecht. Mereka akhirnya menjadikan pembibitan pemain muda sebagai visi klub. Salah satu buktinya, mereka memajang slogan di atas di dekat pintu masuk menuju lapangan akademi.

General Manager Anderlecht, Herman van Holsbeeck, mengatakan bahwa saat ini mereka hanya ingin dianggap sebagai tempat belajar untuk pemain muda sebelum bermain di klub besar. Perkara berprestasi di kompetisi Eropa, mereka menganggap itu hanya sebuah bonus.

Prinsip tersebut membuat Anderlecht menjadi salah satu klub terdepan soal budidaya pemain muda potensial. Setelah Vincent Kompany dan Romelu Lukaku, kini salah satu alumnus akademi mereka, Youri Tielemans, mencuri perhatian.

***

Tielemans tumbuh di lingkungan yang maniak terhadap judo. Selain menjadi guru, ayahnya adalah pelatih judo di sebuah dojo. Sedangkan ibunya adalah atlet judo yang punya beragam medali juara level nasional.

Di luar olahraga, mereka juga selalu memberikan target kepada Tielemans (bersama kedua kakaknya) untuk punya nilai bagus di sekolah. Oleh karena itu, tidak mengherankan melihat saat ini Tielemans punya gelar akademik.

Membagi sepak bola dan sekolah adalah ujian terberat bagi Tielemans kecil. Sejak bergabung akademi Anderlecht pada usia lima tahun, kedua orang tuanya selalu meminta izin kepada pelatih agar anaknya bisa berangkat siang karena harus lebih dulu bersekolah.

Rutinitas tersebut berlangsung hingga ia berusia 16 tahun. Di usia tersebut, ia beberapa kali dimainkan oleh pelatih John van den Brom menjelang berakhirnya pertandingan. Setahun berselang, saat tongkat kepelatihan dipegang Besnik Hasi, ia naik kelas menjadi pemain reguler.

Kebijakan Hasi amat berpengaruh terhadap perkembangan Tielemans. Hasi, yang sebelumnya menjabat asisten van den Brom, rutin membagi menit bermain kepada pemain muda agar mereka punya pengalaman yang sama.

Tielemans menjadi salah satu pemain muda Belgia yang bersinar saat itu. Namanya kian menjadi pembicaraan setelah penampilan 10 pencari bakat milik klub-klub besar Eropa pada pertandingan Anderlecht vs Olympiakos, 2016 lalu.

Sejak hari itu, rumor kepergian Tielemans rutin dituliskan media. Goal bahkan mendapatkan bocoran bahwa Jose Mourinho, yang saat itu menjadi manajer Manchester United, menjalin hubungan dengan agen Tielemans, Peter Smeets. Semua berita mengenai kepindahan Tielemans sirna setelah Smeets berkata bahwa kliennya tidak akan pergi dari Belgia sebelum memperoleh gelar diploma.

Tielemans meninggalkan Anderlecht pada musim panas 2017. Ia bergabung dengan AS Monaco dengan biaya 26,2 juta euro. Nominal tersebut menjadi penjualan terbesar Anderlecht sepanjang sejarah.

Namun, kisah Tielemans di Monaco dimulai dengan terjal. Kedatangan 12 pemain baru (termasuk Tielemans) membuat suasana ruang ganti jadi tidak mengenakkan. Belum lagi tangan besi Leonardo Jardim yang tidak menoleransi kesalahan.

Tielemans juga sempat beradu pendapat dengan Jardim terkait perannya di atas lapangan. Ia heran karena Jardim malah menempatkannya sebagai box-to-box midfielder, bukan deep-lying playmaker. Imbas dari masalah tersebut, ia beberapa kali tidak diturunkan.

Kedatangan Thierry Henry pada musim berikutnya mengubah nasib Tielemans. Henry, yang sebelumnya menjabat sebagai asisten Timnas Belgia, langsung menurunkannya di peran terbaiknya. Perubahan tersebut penampilan Tielemans jadi semakin menawan.

Namun demikian, hubungan mereka tidak berlangsung panjang. Pada musim dingin 2018/19, Tielemans pindah ke Leicester City dengan status pinjaman.

***

Jean Kindermans tidak kaget mengetahui Leicester menggaet Tielemans. Sebagai mantan pimpinan akademi Anderlecht, ia tahu bahwa akan ada satu masa Tielemans menjadi buruan klub besar.

“Saya tidak heran melihat keputusan yang mereka ambil,” kata Kindermans kepada The Athletic pada 2019. “Setelah menjalani dua musim yang berat di Monaco, ia tumbuh menjadi pemain yang kuat. Saya yakin yakin ia dapat berkontribusi lebih banyak di Leicester.”

Satu tahun berselang, ucapan Kindermans menjadi kenyataan. Dari yang kesulitan mendapatkan kesempatan di setengah musim pertama, Tielemans perlahan menjadi tumpuan.

Tielemans menjadi pemain kedua yang paling banyak diturunkan oleh Brendan Rodgers. 3268 menit yang sudah ia lakoni hanya kalah dari Kasper Schmeichel. Rodgers rutin menurunkannya sebagai deep-lying playmaker dalam pola 4-2-3-1 atau 4-3-3.

Peran tersebut membuat Tielemans sebagai tumpuan utama Leicester dalam mengalirkan bola. Ia menjadi gelandang nomor dua yang mencatat sentuhan paling banyak dengan 76,1 sentuhan per 90 menit dan target umpan dengan 58,4 per 90 menit.

Tielemans lantas mengalirkan operan tersebut untuk menjadi peluang. Per 90 menit, ia melepaskan 2,89 umpan yang berakhir dengan peluang. Angka tersebut lebih banyak ketimbang Thiago Alcantara (2,85), Tanguy Ndombele (2,43), dan Mateo Kovacic (2,5).

Saat tidak memegang bola, Tielemans kerap diutus untuk naik ke sepertiga akhir daerah permainan lawan. Per musim ini, ia menerima bola 21,7 kali di daerah tersebut. Tidak jarang ia mengakhirinya dengan tembakan langsung ke gawang lawan.

Tielemans juga punya catatan yang lumayan apik dalam bertahan. Hingga sejauh ini, ia berhasil melepaskan 2,1 tekel per pertandingan. Rasio tersebut menempatkannya di urutan ke-12 dalam daftar gelandang dengan rata-rata tekel sukses per pertandingan.

***

Van Holsbeeck berkata bahwa ia dan segenap staf di akademi Anderlecht bangga bisa melihat Tielemans bergabung dengan Leicester. “Kami senang melihat ia dapat bermain di sana. Ini membuktikan bahwa slogan kami tidak hanya pajangan,” kata van Holsbeeck kepada Belgofoot.

Jika van Holsbeeck melihat peristiwa itu dengan bangga, bisa dibayangkan bagaimana perasaannya saat mengetahui Tielemans berhasil membawa Leicester menjadi juara Piala FA.