Keberuntungan yang Menyebalkan
St. Pauli meraih kemenangan kesembilan beruntun mereka dengan penampilan yang jauh dari kata impresif. Ini laporan kami dari Millerntor.
Dalam wawancara selepas laga melawan Jahn Regensburg, Sabtu (1/4/23) kemarin, Fabian Huerzeler, Jackson Irvine, dan Lukas Daschner kompak berbicara soal keberuntungan sebagai salah satu alasan di balik kemenangan St. Pauli.
Fabian berkata bahwa buat tim asuhannya, seri harusnya jadi hasil yang adil. Namun, ia menilai bahwa pasukannya juga berjuang keras di lapangan untuk mendapatkan keberuntungan berupa tiga poin. Daschner dan Irvine juga mengamini bahwa ada faktor keberuntungan dalam kemenangan yang diraih. Sebab, secara keseluruhan, St. Pauli tampil jauh dari kata mengesankan.
Saya percaya bahwa keberuntungan, sama halnya dengan menyalahkan keputusan wasit, adalah hal terakhir yang harus kita bahas ketika membicarakan hasil akhir pertandingan sepak bola. Baiknya kita bicara hal-hal teknis lebih dulu. Dalam kasus kemenangan St. Pauli kemarin, mereka memang tak tampil seperti pemenang di mata teknis dan taktis.
Saya pernah menulis bahwa pertandingan vs Greuther Fürth, sebelum jeda internasional lalu, adalah pertandingan St. Pauli yang paling menyebalkan untuk ditonton. Namun, pertandingan vs Regensburg ternyata lebih menyebalkan lagi.
Bayangkan saja, St. Pauli hanya mampu mencatatkan dua tembakan ke gawang lawan selama 90 menit. xG mereka (per situs resmi Bundesliga) hanya 0,53 dan satu-satunya gol yang mereka torehkan di laga ini adalah gol bunuh diri lawan. Sepanjang laga, Irvine dkk. kesulitan menciptakan peluang.
Jangankan menciptakan peluang, mengalirkan bola ke sepertiga akhir lawan saja sulit. Irvine dan Marcel Hartel, dua gelandang tengah St. Pauli, dikunci habis pergerakan vertikalnya. Eric Smith, sang pengatur tempo tim, juga dijaga ketat ke mana pun dan ini menyebabkan ia tak bisa mengalirkan bola dengan baik. St. Pauli hanya mencatat empat umpan kunci di sepertiga akhir pertahanan lawan siang itu.
Regensburg memang tampil solid, kredit buat pertahanan mereka yang begitu rapat. Mereka sukses menutup ruang buat St. Pauli berkreasi dengan low-block atau mid-block yang sangat disiplin. Mereka sangat kuat dalam memenangi duel, dengan catatan 119 duel sukses sepanjang laga. Mereka bahkan mencatatkan xG 1,16. Di atas catatan-catatan ini, Regensburg tak layak pulang tanpa poin.
Namun, kegemilangan kiper St. Pauli, Nikola Vasilj, yang mencatatkan empat penyelamatan penting, mampu jadi pembeda. Jakov Medic, bek 24 tahun asal Kroasia yang selalu tampil penuh semangat di atas lapangan, juga bermain gemilang buat tuan rumah. Ia mencatatkan 100% tekel sukses, lima sapuan, dan satu intersep sepanjang laga.
St. Pauli diselamatkan penampilan apik divisi belakang mereka. Sebab, aspek penyerangan memang jauh dari harapan. Dan satu yang mengganggu saya adalah keputusan Fabian untuk mengganti Dapo Afolayan dengan Betim Fazliji pada menit 70. Sebagai konteks, Afolayan adalah pemain sayap ofensif dan Fazliji adalah seorang gelandang.
Jadi, saat itu Afolayan cedera dan Fabian memutuskan untuk menggantinya dengan seorang gelandang, bukan pemain depan lain. Memang saat itu St. Pauli sudah unggul 1-0, tapi situasi jelas tak aman karena Regensburg juga terus menekan. Statistik pun menunjukkan bagaimana tim tamu mendominasi 58% penguasaan bola sejak pergantian itu dan, di periode yang sama, St. Pauli cuma bisa melepas dua tembakan.
Saya bertanya langsung kepada Fabian soal pergantian ini selepas laga. “Kami ingin menutup area tengah. Mereka bermain dengan long-ball dan memiliki banyak pemain untuk memenangi bola kedua. Jadi, kami juga berusaha untuk menambah pemain untuk memenangi bola kedua (juga),” katanya menjawab pertanyaan saya itu.
Fabian adalah sosok yang ramah. Pria 30 tahun ini acap menjawab pertanyaan wartawan dengan guyonan. Namun, ketika berbicara soal taktik timnya, ia agak sedikit hati-hati. Tim Ecksteen, penulis taktik khusus St. Pauli, mengamini ini. Dalam konteks pertandingan vs Regensburg ini, saya paham apa yang Fabian maksud.
Hanya saja, St. Pauli juga kehilangan bola tujuh kali (tiga kali lebih banyak dari lawan) setelah pergantian. Fazliji memang bermain baik, 13 dari 15 umpannya akurat. Ia tak malas bergerak untuk menerima atau mengirim umpan. Namun, menurut opini saya, mempertahankan penguasaan bola seperti yang dilakukan di babak pertama juga akan sama amannya buat St. Pauli. Malah bisa menghasilkan peluang tambahan untuk mencetak gol.
***
St. Pauli mencatatkan kemenangan kesembilan beruntunnya pada tahun ini. Rekor Fabian sejak ditunjuk jadi pelatih kepala masih sempurna. Melihat papan klasemen, St. Pauli saat ini sudah duduk di posisi empat, hanya terpaut enam poin dari zona play-off promosi atau posisi tiga yang saat ini, kebetulan, ditempati tetangga menyebalkan, HSV.
Perbincangan soal promosi memang bukan prioritas sekarang, mengingat itu jauh dari ekspektasi St. Pauli musim ini. Terlebih jika mengingat bagaimana sulitnya mereka pada paruh pertama musim. Yang terpenting buat mereka saat ini adalah bagaimana caranya menjaga konsistensi untuk bermain solid dan tidak hilang poin. Lawan yang ada di depan: Heidenheim, Darmstadt, HSV, sampai Düsseldorf jelas adalah lawan-lawan berat.
Mereka jelas harus memperbaiki dari apa yang mereka tunjukkan Sabtu kemarin. Sebab, apa yang mereka tampilkan di atas lapangan tak lebih menarik dari apa yang ditunjukkan oleh suporter di tribune untuk menghormati wafatnya Antje Vollmer. Kebuntuan di lapangan lebih menyebalkan dari cuaca Hamburg yang tak konsisten dan sangat berangin–bahkan ketika kalender sudah berganti ke April.
Beruntung, Dewi Fortuna masih belum sudi untuk melihat St. Pauli kalah atau bahkan seri di tahun yang baru ini.