Kesempatan untuk Fikayo Tomori

Foto: Instagram @acmilan.

Katanya, Tomori terpinggirkan di Chelsea karena tak unggul dalam duel udara. Namun, di Milan Tomori membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar duel udara.

Fikayo Tomori muncul dari dua pencarian. Ia memutuskan untuk meninggalkan Chelsea yang telah menjadi rumahnya sejak usia 7 tahun untuk mencari kesempatan. AC Milan mengarahkan pandangan ke Inggris untuk mencari pemain bertahan yang bisa diandalkan dalam situasi tak terduga.

Dua pencarian itu bertemu pada titik yang sama ketika Paolo Maldini menekan nomor telepon yang menghubungkannya dengan Tomori. Ucapan ‘sampai jumpa’ di akhir pembicaraan bukan basa-basi belaka. Tepat di akhir ucapan itu Maldini dan Tomori tahu bahwa mereka akan bertemu muka dengan muka di San Siro.

Derbi della Madonnina di perempat final Coppa Italia pada 26 Januari 2021 menjadi laga debut Tomori sebagai pemain Milan. Ia masuk pada menit 20 menggantikan Simon Kjaer yang dihantam cedera. 

Sebenarnya ia tidak bisa disebut sebagai 100% pemain Milan karena datang ke San Siro dengan status pinjaman. Namun, persetan dengan segala macam label dan status. Siapa pun berhak menjadikan laga debut sebagai pengalaman tak terganti.

Tomori menutup pertandingan pertamanya bersama Milan dengan kekalahan 1-2. Tak ada kelolosan ke babak semifinal, tak ada pula cerita tentang kegembiraan meluap-luap khas pemenang derbi.

Para penggawa Milan meninggalkan lapangan dengan kepala tertunduk. Namun, Maldini yang menyaksikan laga itu dari tribune menyadari bahwa keputusan menelepon Tomori bukan tindakan keliru. Di hadapannya berdiri bek 23 tahun yang mau melakukan apa saja untuk melindungi gawang Milan dari gempuran lawan.

“Ia bertanding setelah bergabung dalam dua sesi latihan. Ia datang dengan hasrat untuk belajar dan menempatkan diri sebagai pemain yang tepat untuk Milan. Mental dan tekniknya sama-sama membuat kami terkesima,” tutur pelatih Milan, Stefano Pioli.

Karena pemulihan Kjaer membutuhkan waktu, Tomori mendapatkan kesempatan untuk kembali bertandem dengan Alessio Romagnoli sebagai duet tengah. Setelah menang dalam dua pertandingan beruntun atas Bologna dan Crotone, Milan membuat mata seantero calcio terbelalak tak percaya dengan kekalahan 0-2 dari Spezia. 

Sepekan berselang, Milan kembali berhadapan dengan Inter. Hasilnya lebih mengenaskan ketimbang di Coppa Italia: Milan tumbang 0-3.

Dalam perjalanan yang tak terduga itu, rasa muak akan kekalahan tidak menjadi satu-satunya hal yang dibawa pulang Tomori. Pemuda 23 tahun ini akhirnya merasakan kembali apa yang belakangan hilang dari genggamannya. 

Duduk di bangku cadangan memang tak membuatnya terbuang sebagai pemain Chelsea. Namun, selalu ada perbedaan antara merengkuh kemenangan di atas lapangan dan menyaksikan kemenangan di bangku cadangan. Selalu ada garis tipis antara dihajar kekalahan dan menyaksikan kawan-kawanmu kalah.

Tomori menginjak lapangan rumput lagi. Keberadaannya kembali diperhitungkan bahkan sejak hitungan pertama. Dengan kesempatan itu, ia mengusahakan kemenangan dan menanggung kekalahan sebagai pemain yang turun arena.

Tomori hanya membutuhkan 566 menit waktu bermain untuk membuatnya terlihat sebagai pemain yang sudah bertahun-tahun membela Milan. Dalam kurun tersebut, namanya tercatat sebagai salah satu pemain defensif terbaik Milan. Rerata 2,3 tekel yang dibuatnya per pertandingan liga merupakan yang terbaik kedua di antara teman-teman setimnya. 

Kemampuan untuk melepas intersep (1,1) dan sapuan (3,1) juga tidak bisa dianggap angin lalu. Dengan performa itu, Tomori bahkan mulai mengancam Romagnoli ke bangku cadangan setelah Kjaer dinyatakan aman untuk turun arena.

Kepercayaan diri dan ketenangan luar biasa yang terlihat dalam penampilannya menunjukkan bahwa ia tiba dengan pola pikir untuk membuktikan kemampuannya.

Tomori melepas tekel demi tekel seperti tidak hanya untuk merebut bola dari kaki lawan, tetapi juga untuk membuktikan kepada Chelsea bahwa meminjamkannya adalah keputusan keliru. Di sisi lain, kualitas itu berubah menjadi alasan bagi Milan untuk mengamankan tanda tangannya secara permanen.

Dalam salah satu tulisan yang tayang di Athletic disebutkan bahwa kemampuan duel udara adalah penyebab Tomori terus-menerus dibangkucadangkan oleh Frank Lampard. Di antara empat bek Chelsea, catatan 64,50% kemenangan duel udara Tomori ada di urutan ketiga.

Lampard begitu mengapresiasi pemain yang dapat diandalkan dalam duel udara. Baginya, duel udara adalah cara efektif untuk melindungi area pertahanan, terlebih kotak penalti, dari gempuran aksi individu pemain. Itulah sebabnya, Lampard selalu mengangkat topi di hadapan Kurt Zouma.

Akan tetapi, Tomori membuktikan bahwa ia lebih dari kemenangan duel udara. Mungkin aspek itu memang bukan keunggulannya, tetapi bukan berarti ia turun lapangan dengan tangan kosong. Laga demi laga yang dilalui Milan menunjukkan bahwa Tomori adalah pemain yang berani mengonfrontasi lawan bahkan ketika tampaknya ia ada di posisi yang rapuh.

Ketika bertanding melawan Bologona, dia yang maju pertama kali untuk mengganggu Musa Barrow saat memimpin serangan balik pada 20 menit pertama. Apa boleh buat, Barrow cuma bisa merutuk kesal begitu menyadari serangan baliknya kandas dipotong intersep Tomori.

Meski berpesta 4-0 atas Crotone, bukan berarti Milan tak kepayahan sekalipun di laga tersebut. Pada 20 menit pertama, Milan berulang kali direpotkan oleh aksi-aksi individu pemain Crotone, terutama Adam Ounas. 

Theo Hernandez bahkan dibuat kerepotan dengan aksinya. Seharusnya ketika Hernandez kerepotan, Tomori--si anak baru minim pengalaman itu--tahu diri dan mundur saja. 

Ternyata Tomori tak mau tahu. Jika Daud bisa mengalahkan Goliat dengan umban batu, mengapa ia tak bisa menghentikan langkah Ounas? 

Barangkali Tomori kerasukan ‘setan Maldini’. Dengan gigih, ia menekan sampai sang Ounas terpaksa membelakangi gawang dan membuang bola. 


Jika Tomori tak bermain, bukan tak mungkin Milan gagal menutup pertandingan melawan Crotone dengan nirbobol. Di pengujung laga, Eduardo Henrique berhasil mengecoh Davide Calabria dan berlari sendirian tanpa kawalan.

Kali ini Tomori memperlihatkan bahwa seorang bek tangguh tidak ada urusannya dengan permainan barbar. Tomori membiarkan rekan setimnya, Rade Krunic, untuk lebih dulu mengganggu Henrique. Tekanan itu memancing Henrique melakukan tusukan dan melepas tembakan.

Di sinilah Tomori menunjukkan bahwa ia layak diperhitungkan di tempat pertama. Dengan ketenangan yang entah dari mana, ia memblok tembakan Henrique. Selamatlah gawang Milan dari kebobolan.

Pun demikian ketika membuat Mason Greenwood gigit jari saat Manchester United dan Milan berlaga memperebutkan tiket perempat final Liga Europa 2020/21. Ketika para pemain Milan kewalahan menghentikan Greenwood yang sudah menyentuh kotak penalti, Tomori tetap memburu. Dengan mulus ia merebut bola dari kaki Greenwood di dekat garis akhir dan meneruskannya kepada Soualiho Meïté.

Kecepatan recovery adalah kualitas yang menjadikan Tomori sebagai pemain penting di lini pertahanan Milan. Selain diperlukan untuk menghadapi serangan balik lawan, kecepatan ini juga vital untuk mengoreksi kesalahan pemain Milan yang bisa saja membahayakan gawang sendiri. 

Saat bertanding melawan Bologna, Milan sebenarnya berhadapan dengan banyak serangan balik yang merepotkan sejak babak pertama. Merespons situasi itu, Tomori merebut bola dengan cepat dan melindunginya dari penyerang lawan, lalu melepasnya ke kaki Gianluigi Donnarumma. Di titik itulah Milan memulai kembali kontrol dan serangan.

***

Kegagalan mendapatkan tempat utama di Chelsea tak membuat Tomori kandas begitu saja. Perjalanannya di Milan memang tak mulus, tak ada jaminan pula bahwa ia sedang membela tim yang sanggup menutup musim di podium juara. 

Namun, bagi Tomori, dihantam kekalahan dengan kaki yang menginjak rumput lapangan terasa lebih baik daripada menyaksikan kemenangan dari bangku cadangan.