Klopp vs Guardiola

Foto: Twitter @SN_CA_Cover

Apakah duel antara dua manajer, yang katanya, terbaik di Premier League ini akan berakhir antiklimaks lagi? Atau duel megah nan seru bakal tersaji?

Juergen Klopp vs Pep Guardiola. Ini duel dua manajer, yang katanya, terbaik di Inggris. Menengok dua musim terakhir, memang tak salah menahbiskan keduanya sebagai yang terbaik. Tentu saja karena Liverpool dan Manchester City, dua klub yang ditangani keduanya, mampu jadi kampiun Premier League dalam dua musim terakhir.

Sayangnya, pertemuan kedua manajer ini (tentu saja dalam konteks Liverpool vs Manchester City) kerap berakhir antiklimaks, terutama bagi penonton netral. Dalam lima pertemuan terakhir kedua manajer di ajang Premier League, hanya dua laga yang boleh dibilang sesuai ekspektasi.

Yang pertama adalah kemenangan City atas Liverpool pada Januari 2019. Kemenangan yang menentukan keberhasilan anak asuh Guardiola menjadi kampiun Premier League pada musim 2018/19. Yang kedua adalah kemenangan 3-1 Liverpool atas City pada November tahun yang sama. Kemenangan itu menegaskan dominasi pasukan Klopp atas rivalnya pada musim 2019/20.

Sisanya, duel dua manajer itu hanya berakhir imbang dengan skor kecil: 0-0 dan 1-1. Satu pertandingan lain memang berakhir 4-0 untuk City-nya Guardiola. Namun, perlu dicatat bahwa duel yang berlangsung 2 Juli tahun lalu itu tak terlalu menentukan karena Liverpool sudah mengunci gelar juara Premier League mereka.

Kita tentu berharap kedua manajer itu menghadirkan duel seru: menghadirkan jual-beli serangan, penuh detail taktik, dan menghasilkan banyak gol. Dan harapan itu melambung lagi seiring datangnya pertemuan kedua buat Klopp dan Guardiola di Premier League musim ini.

Secara klasemen, Liverpool memang sedang berada di posisi empat. Namun, pertemuan nanti akan menentukan kans mereka untuk mempertahankan gelar juara Premier League musim ini. Jika menang, peluang masih ada kendati tipis. Kalau mereka kalah, asa untuk menjadi kampiun Premier League musim ini harus pupus. Jarak Liverpool dengan City akan terlampau jauh.

Bagi City sendiri, situasinya memang lebih menguntungkan. Menang atau kalah mereka masih akan berada di puncak. Namun, kekalahan akan membuat usaha mereka untuk jadi kampiun Premier League lebih berat. Sementara kemenangan akan mempertegas dominasi mereka musim ini dan, tentu saja, jalan menuju juara akan lebih mudah.

Dengan duel yang cukup penting bagi kedua manajer dan kedua tim, laga nanti malam (7/2) diharapkan menghadirkan duel yang megah. Dan jika melihat situasi kedua tim saat ini, apakah harapan akan terwujud? Mari kita dedah situasi masing-masing tim.

Liverpool Haus Gol

Liverpool boleh saja jadi tim dengan produktivitas tertinggi kedua di Premier League musim ini. Dari total 22 laga, mereka memang sudah menciptakan 43 gol. Namun, perlu dicatat bahwa dalam empat laga kandang terakhir, mereka cuma bisa menciptakan satu gol. Sepanjang Klopp jadi manajer, The Reds tak pernah mengalami hal ini.

Salah satu alasan mengapa Liverpool melempem di empat laga terakhir itu adalah karena lawan mereka bertahan dengan garis pertahanan rendah. Kita tentu mafhum karena tiga di antara empat lawan mereka adalah Burnley, West Brom, dan Brighton. Tim-tim yang berada di papan bawah Premier League saat ini.

Menghadapi tim yang bertahan dengan garis pertahanan rendah--plus dengan jarak antarpemain dan antarlini yang rapat--Liverpool kesulitan. Mereka kehabisan akal untuk membongkar pertahanan lawan. Xherdan Shaqiri sudah dimainkan sejak awal dan Thiago sudah diposisikan lebih ke depan, tapi Liverpool tak kunjung menang. Tak bisa cetak gol di Anfield.

Menghadapi City, situasinya bisa jadi beda. City bukan tim yang akan menerapkan low-block saat menghadapi siapa pun. Itu berarti Liverpool punya kesempatan untuk menghadapi lawan yang lebih terbuka dan punya kesempatan buat mencetak gol. Terlebih jika Klopp melakukan pressing ketat terhadap lini belakang dan gelandang tengah City.

Musim ini, pressing Liverpool sebenaranya masih oke. Catatan PPDA (passes allowed per defensive action) mereka ada di angka 9,08. Itu artinya, lawan hanya membuat rata-rata 9 umpan di area lapangan sendiri sebelum para pemain Liverpool melakukan aksi defensif (tekel, intersep, pelanggaran). Catatan itu adalah yang terbaik keempat di Premier League musim ini (dan ada di atas City).

[Baca Juga: Setumpuk Masalah Liverpool]

Kita tahu Klopp terkenal dengan sistem pressing-nya dan itu bisa dia lakukan di laga nanti untuk menciptakan gol. Sadio Mane, Roberto Firmino, dan Mohamed Salah kemungkinan akan tampil bersama sejak awal. Itu artinya, ketiga pemain ini bisa diandalkan untuk melakukan tekanan pada pemain belakang City.

Menariknya, Guardiola belakangan gemar membuat City melakukan build-up dengan 3 pemain belakang. Dua bek tengah akan dibantu satu dari dua full-back mereka untuk mengalirkan bola dari lini belakang. Di depannya kemudian ada dua pemain yakni Rodri dan satu di antara dua full-back mereka (biasanya Jose Cancelo).

Build-up City. Credit: @EricLaurie

Dengan situasi tersebut, Klopp bisa membuat situasi 1 vs 1 antara para penyerangnya dengan tiga pemain City yang melakukan build up. Sementara dua gelandang Liverpool bisa digunakan untuk berada dekat dengan Cancelo dan Rodri. Situasi ini akan membuat City kesulitan dan kemungkinan Liverpool merebut bola di area pertahanan lawan akan lebih besar.

Selain itu, lengkapnya tiga pemain depan inti Liverpool juga membuat jarak antarpemain bisa lebih rapat. Merujuk dari laga vs Brighton ketika Mane absen, jarak antarpemain Liverpool jadi tidak jelas. Salah berdirian sendirian di depan, sementara Shaqiri dan Firmino berkubang di tengah bersama Thiago, Milner, dan Wijnaldum.

Average position Liverpool vs Brighton. Grafis: WhoScored

Liverpool perlu membuat average position mereka jadi lebih ke depan seperti saat menghadapi Tottenham Hotspur akhir Januari lalu. Kala itu Mane, Salah, dan Firmino main sejak awal dan, dengan jarak antarketiganya tidak terlalu jauh, Liverpool menang 3-1. Pada laga itu Thiago juga bermain lebih ke depan untuk membantu serangan jadi lebih baik.

Grafis: Squawka

Selain itu, Klopp juga perlu menginstruksikan bek tengahnya untuk rajin melepaskan umpan lambung dari lini belakang. Selain untuk mem-by-pass lini tengah City, ini juga perlu dilakukan agar para pemain depan mereka bisa mendapat situasi 1 vs 1 dengan pemain belakang City. Dengan situasi itu, akan lebih mudah buat Mane atau Salah menciptakan peluang ketimbang ketika dikepung banyak pemain lawan.

Laga vs Spurs, lagi-lagi, membuktikan hal tersebut. Gol pertama Liverpool yang dicetak oleh Firmino lahir dari kejelian Henderson melepaskan umpan lambung kepada Mane yang kemudian bisa mencetak assist. Pun dengan peluang emas Liverpool saat menghadapi Brighton di mana itu hadir dari umpan lambung diagonal Henderson kepada Salah.

Awal gol Firmino vs Spurs. Foto: Youtube Liverpool
Peluang Salah vs Brighton. Foto: Youtube Liverpool

Jika Henderson kembali menjadi bek tengah, Klopp bisa menginstruksikan sang kapten untuk melakukannya lagi. Namun, jika Klopp percaya untuk menurunkan dua bek barunya, Ozan Kabak dan Ben Davies, dia bisa menginstruksikan keduanya untuk melakukan hal yang sama. Lagi pula, Davies dan Kabak juga punya kemampuan untuk melepaskan umpan lambung dari lini belakang yang cukup baik.

Grafis: Twenty3

Liverpool bisa menciptakan peluang dari hal itu dan kalau mentok, mereka bisa memaksimalkan serangan balik seperti saat menghadapi West Ham. City memang baru kebobolan satu gol dari situasi serangan balik. Akan tetapi, City musim ini sudah kebobolan empat gol dari penalti. Lalu, apa relasinya? Well, sering kali para pemain belakang City dihukum penalti karena mereka terdesak saat menghadapi serangan balik. Liverpool bisa memanfaatkan itu.

City Fokus pada Pertahanan

Manchester City musim ini bukanlah Manchester City yang kita lihat satu, dua, atau tiga musim lalu. City musim ini jauh lebih membumi dalam urusan mencetak gol. Mereka tak lagi sering menang dengan skor besar, mencetak tiga atau empat gol dalam tiap pertandingan. Musim ini, dari 21 pertandingan, The Citizens hanya menciptakan 39 gol. Sementara dari jumlah laga yang sama di musim lalu, mereka mampu mencetak 56 gol!

Fokus Guardiola musim ini memang bukan mencetak sebanyak-banyaknya gol, tapi meminimalisir gol yang masuk ke gawang mereka. "Attack wins you games, defence wins you titles.". Itu yang dipegang teguh oleh manajer asal Spanyol itu pada musim ini. Karenanya tak heran City baru kebobolan 13 dari 21 pertandingan musim ini. Di musim lalu, dari jumlah laga yang sama, mereka sudah kebobolan 24 gol.

[Baca Juga: Pep and The City]

Musim ini, mencetak satu atau dua gol saja sudah cukup bagi Guardiola. Yang penting timnya tak kebobolan. Toh, situasi lini depan mereka juga sedang tak baik musim ini. Sergio Aguero dan Gabriel Jesus berulang kali diterpa cedera. Kevin de Bruyne juga sering masuk ruang perawatan. Mau tak mau, masuk akal bagi Guardiola untuk fokus pada pertahanan saja.

Pertahanan pula yang akan jadi senjata andalan untuk bisa meredam Liverpool-nya Klopp. Guardiola tau bahwa jika Salah cs. diberi ruang lebih, maka situasi akan sangat berbahaya buat timnya. Oleh sebab itu, menerapkan jarak antarpemain yang rapat jadi masuk akal saat menghadapi Liverpool. Setidaknya jika satu pemain dilewati lawan, pemain yang lain masih berada di jarak yang dekat untuk bisa melakukan kover.

City rapatkan jarak antarpemain. Credit: @EricLaurie

Buat Guardiola, laga nanti memang lebih tricky karena Liverpool punya pressing yang bagus. City mungkin punya catatan rata-rata 22,06 umpan di area pertahanan lawan sebelum lawan melakukan aksi defensif (catatan tertinggi di Premier League), tetapi menghadapi Liverpool mereka harus lebih efektif.

Mereka harus mampu mengulangi apa yang dilakukan saat melawan Burnley: mencetak gol hanya dengan empat atau lima pemain saja di sepertiga akhir area lawan. Efektivitas seperti ini yang harus ditingkatkan City. Dan mereka juga sedang diuntungkan karena meski tanpa De Bruyne, Bernardo Silva dan Ilkay Guendogan tampil menawan dalam membantu serangan.

City tak perlu banyak pemain untuk menciptakan gol. Foto: Youtube City

Nama terakhir bahkan mampu selalu jadi pengubung antarlini dan antarpemain dengan baik. Gufndogan ada di mana saja untuk membuat opsi umpan terjaga dan dengan penempatan posisi yang bagus dia juga bisa menciptakan peluang untuknya dan tentu buat juga buat rekan-rekannya. Catatan empat gol dan dua assist dari enam laga terakhir di seluruh kompetisi jadi bukti sahihnya.

Selain itu, Guardiola juga bisa memaksimalkan pemain sayapnya yang selalu ditempatkan dalam posisi melebar. Hal ini bisa membuat full-back Liverpool jadi punya tugas lebih berat karena kudu menjaga pemain sayap dan full-back City yang kapan saja bisa overlap dan berada di half-space. Jika tidak dikover oleh pemain depan atau gelandang, full-back Liverpool rawan berada dalam posisi 1 vs 2.

Awal mula gol kedua City. Foto: Youtube City

Perlu diingat bahwa dari situasi-situasi seperti itulah City biasanya kerap mencetak gol. Dalam laga melawan Burnley, dua gol mereka diawali pergerakan dua pemain sayapnya: Raheem Sterling dan Riyad Mahrez. Penempatan posisi mereka yang melebar kerap menghasilkan ruang antara bek tengah dan full-back lawan. Ruang itulah yang kemudian dimaksimalkan pemain lain.

***

Saat kedua manajer memutuskan bermain terbuka dan masing-masing bisa menemukan celah di pertahanan lawan, skor besar 4-3 pernah kejadian pada Januari 2018 lalu. Kala itu, Liverpool yang jadi pemenang. Para penonton netral tentu berharap skor besar seperti itu kejadian lagi, siapa pun pemenangnya.

Bagi para pendukung masing-masing klub, kemenangan buat timnya adalah hal yang mutlak. Dan kemenangan yang dihasilkan dari pertandingan yang menyenangkan buat ditonton akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri. mari kita nantikan Klopp vs Guardiola.