Kolektivitas PSIS

Foto: Twitter @psisfcofficial

PSIS jadi salah satu tim yang belum menelan kekalahan di Liga 1 musim ini. Kunci permainan mereka adalah kolektivitas. Yoh iso yoh.

Stadion Klabat di Kota Manado bergemuruh usai Tugiyo berhasil membobol gawang Persebaya pada final Liga Indonesia musim 1998/99. Gol pemain berjuluk 'Maradona dari Purwodadi' itu membuat PSIS merengkuh gelar Liga Indonesia perdananya sepanjang sejarah.

Setelah laga selesai, Tugiyo diangkat oleh rekan-rekannya. Ia kemudian diarak keliling lapangan sebagai simbol seorang pahlawan.

Tujuh tahun berselang, PSIS nyaris merebut lagi gelar Liga Indonesia. Namun, dengan persiapan yang terbilang cukup matang, PSIS cuma menjadi runner-up pada musim tersebut.

Sebelum kompetisi dimulai, PSIS turutserta di turnamen pramusim berjudul Piala Emas Bang Yos. Di situ, PSIS menempati posisi ketiga di bawah PSMS dan Persik. Tim berjuluk 'Mahesa Jenar' tersebut berhasil mengalahkan Persija selaku tuan rumah dengan skor 2-1.

Selain persiapan yang matang, PSIS juga diperkuat oleh pemain yang mumpuni di musim tersebut. Sutan Harhara selaku pelatih sukses mengombinasikan pemain muda dan nama-nama senior.

Maman Abdurahman, Deny Rumba, dan Modestus Setiawan dipadukan dengan I Komang Puta, Indriyanto Nugroho, Suwita Pata, hingga Imral 'Korea' Usman. Belum lagi legiun-legiun asingnya yang sudah punya nama di kompetisi sepak bola Indonesia saat itu seperti Gustavo Ortiz dan Emanuel De Porras. Skuad PSIS saat itu menjadi salah satu yang mengerikan di kompetisi sepak bola Indonesia.

Namun, perjalanan PSIS di musim tersebut tidaklah mulus. Greg Nwokolo yang menjadi salah satu legiun asing mereka saat itu bermasalah dan dilepas pada pertengahan musim. Tim kebangaan Panser Biru ini juga mengganti pelatih dari Sutan Harhara ke Bonggo Pribadi jelang babak delapan besar.

Segala masalah tersebut bisa mereka atasi hingga akhirnya PSIS berhasil melaju ke final Liga Indonesia dan bertemu Persik. Pada laga final yang digelar di Stadion Manahan Solo tersebut, PSIS tak berdaya.

Gol Cristian Gonzalez di babak perpanjangan waktu memupus harapan mereka untuk juara. PSIS tumbang dan mengakhiri musim sebagai runner-up.

***

Cerita PSIS di Liga 1 2021 hampir-hampir mirip dengan apa yang terjadi pada 2006. Dari segi persiapan, mereka sangat baik dan tampil moncer di Piala Menpora.

Tergabung di Grup A bersama Tira-Persikabo, Barito Putera, dan Arema, PSIS keluar sebagai juara grup. Mereka tidak pernah kalah dengan rincian dua menang dan sekali imbang.

Catatan yang tak kalah impresif: PSIS juga menjadi tim yang paling subur sepanjang babak grup. Sembilan gol mereka dalam tiga laga. Namun, di babak perempat final mereka tidak beruntung. Ketangguhan kiper PSM Makassar membuat PSIS gugur. Lewat drama adu penalti, PSIS tak bisa lagi berkiprah di Piala Menpora 2021.

Menyoal materi pemain, PSIS juga mengombinasikan pemain muda dan senior. Pratama Arhan, Fredyan Wahyu, Alfreada Dewangga disandingkan dengan senior seperti Jandia Eka Putra, Hari Nur Yulianto, hingga Fandi Eko.

Perpaduan tersebut ditambah dengan pemain asing seperti Bruno Silva, Wallace Costa, Brian Ferreira, hingga Jonathan Cantillana. Meski begitu, Bruno, Wallace, dan Jonathan tidak "asing" dengan klub karena sudah berada di PSIS sejak Liga 1 2019.

Komposisi yang tidak banyak berubah memudahkan tim pelatih untuk menyatukan chemistry. Permainan bola-bola pendek dan penguasaan bola menjadi pondasi yang dibangun oleh PSIS. Dalam tiga pertandingan, rata-rata penguasaan bola 'Mahesa Jenar' mencapai 50,6 persen.

Duet bek tengah Alfreada Dewangga dan Wahyu Prasetyo memiliki ketenangan dan kelihaian dalam mendistribusikan bola dari belakang. Pada laga melawan Persiraja, keduanya total mencatatkan 68 passing sukses.

Sementara itu, Cantillana ditugaskan sebagai kreator serangan PSIS. Wajar, pemain berpaspor Palestina itu memiliki visi dan umpan yang memanjakan lini serang PSIS.

Tugas Cantillana untuk menyerang dipermudah dengan hadirnya Finky Pasamba di tengah. Gelandang berusia 28 tahun itu terbiasa menjadi pemutus serangan lawan dan pelindung lini belakang. Dari tiga pertandingan, Finky sudah mencatatkan lima intersep dan delapan tekel untuk PSIS.

Dengan keseimbangan yang sudah terpenuhi di lini tengah, PSIS pun memiliki banyak variasi untuk membangun serangan. Aktifnya dua bek tepi, Fredyan dan Pratama Arhan, menjadi salah satu faktor lainnya. Keduanya bisa menyisir tepi atau melakukan penetrasi ke dalam kotak penalti lawan.

Di depan, PSIS juga diisi oleh pemain-pemain dinamis dan tajam. Septian David, Komarodin, Bruno Silva, hingga Hari Nur punya kecepatan dan penempatan posisi yang sangat baik. Semuanya juga bisa bergerak ke samping dan menjadi target sasaran umpan.

Yang tidak boleh dilupakan juga adalah kehadiran Hari Nur. Striker berusia 32 tahun itu tak cuma tajam, tetapi juga pintar mencari dan membuka ruang. Musim ini, Hari sudah mengoleksi tiga gol untuk PSIS. Namanya masuk dalam jajaran top skorer Liga 1, bersaing dengan para penyerang impor.

Gol ketiga PSIS ke gawang Persiraja menjadi bukti dinamisnya pergerakan Hari. Pada prosesnya, Komar yang mendapatkan bola setelah Hari bergerak membuka ruang. Saat Komar sudah menguasai bola, gantian yang Hari langsung mencari ruang kosong agar bisa menerima umpan balik. Dari pergerakan-pergerakan cerdas dan umpan-umpan pendek itulah gol kemudian tercipta.

***

Meski memulai musim ini dengan apik, PSIS bukannya tidak mengalami kendala. Pada awal musim, mereka ditinggal pelatih, Dragan Dukanovic. Ia pergi hanya beberapa hari jelang sepak mula Liga 1 2021 dimulai. Namun, Imran Nahumarury menjalani tugasnya sebagai caretaker dengan sangat baik.

Sampai tiga pekan kompetisi berlangsung, PSIS menjadi salah satu tim yang belum menelan kekalahan. Tak hanya nirkekalahan, PSIS juga tampil atraktif dan menghibur. Maka, bolehlah kita memberi aplaus untuk penampilan mereka di atas lapangan, kendatipun musim masih panjang.