Konsekuensi Leeds

Foto: Twitter @LUFC

Leeds United (dan Marcelo Bielsa) sadar atas konsekuensi dari pilihan mereka bermain dengan gaya agresif. Seperti halnya hidup, mereka harus menerima konsekuensi dari pilihan yang mereka buat.

Seorang teman pernah berkata bahwa hidup manusia itu berjalan berdasarkan konsekuensi dari pilihan yang mereka ambil. Satu pilihan yang orang pilih, beserta dengan konsekuensinya, akan membawa orang tersebut kepada pilihan-pilihan dan konsekuensi-konsekuensi yang lain.

Contoh paling sederhananya adalah pilihan bagi orang buat bekerja di Jakarta atau Bandung, sesuatu yang pernah saya alami, atau mungkin juga oleh beberapa orang. Ketika memutuskan bekerja di Jakarta atau di Bandung, akan ada konsekuensi yang ia terima.

Konsekuensi itu bisa bersifat negatif atau positif, tergantung dari sudut pandang orang. Tak heran jika novelis kenamaan asal Skotlandia, Robert Louis Stevenson, pernah berujar bahwa cepat atau lambat, semua orang akan duduk melingkar bersama konsekuensi-konsekuensi dari pilihannya sendiri.

Tampaknya, hal itulah yang sekarang Leeds United alami. Mereka tengah hidup dalam konsekuensi dari pilihan mereka untuk bermain agresif di Premier League.

Leeds Sempat Mengejutkan

Promosinya Leeds United ke Premier League 2020/21 menghadirkan harapan tersendiri. Diasuh oleh pelatih gila bernama Marcelo Bielsa, The Whites diharapkan dapat membuat Premier League lebih semarak lewat permainan agresif nan penuh energi yang mereka peragakan.

Pada awal-awal musim, Leeds benar-benar menyajikan itu. Dalam partai pembuka menghadapi Liverpool, walau mereka kalah dengan skor 3-4, permainan sepak bola agresif yang mereka tunjukkan ini membuat Liverpool kerepotan. Ada energi besar yang terpancar dari permainan Leeds.

Berlanjut pada pekan keempat, Leeds juga membuktikan bahwa mereka mampu mengimbangi tim besar Premier League lainnya, yaitu Manchester City. Menghadapi Pep Guardiola yang menerapkan pola permainan yang sama, Leeds mampu bermain imbang 1-1.

Hingga pekan keempat itu, Leeds pun bercokol di papan atas dengan raihan dua kemenangan, sekali imbang, dan sekali kalah. Semuanya tampak menjanjikan, sebelum badai akhirnya menimpa mereka mulai dari pekan kelima dan seterusnya.

Gaya Main yang Seolah Menjadi Bunuh Diri

Dalam tulisan The Flanker sebelumnya, disebutkan bahwa gaya main Leeds ini seolah seperti Murderball. Label ini diberikan publik selepas menilik gaya permainan Leeds, sekaligus proses latihan dalam membentuk gaya main itu, yang membuat pemain serasa berada dalam kenyataan pahit. Apesnya lagi, mereka tidak bisa keluar dari situ.

Setelah melalui awal menjanjikan, kekalahan 0-1 dari Wolverhampton Wanderers menjadi awal dari perjalanan roller coaster Leeds di Premier League. Memang, mereka mampu menundukkan Aston Villa dengan skor 3-0, serta menumbangkan Newcastle United dengan skor 5-2. Namun, lama kelamaan, gaya permainan Leeds yang agresif, menekan, dan mengandalkan transisi cepat ini berbuah menjadi boomerang dalam beberapa pertandingan. Buahnya, per Whoscored, gawang Leeds kebobolan paling banyak di Premier League sejauh ini, yakni 30 gol.

Tidak cuma itu, mereka juga jadi tim dengan rataan shots conceded (terkena tembakan lawan) per laga tertinggi keempat di Premier League, yaitu 15,3 kali. Per Understat, angka xGA mereka (expected goals against) mereka jadi tertinggi kedua di Premier League, yakni 29,06.

Data-data di atas menunjukkan jika Leeds rentan terkena serangan lawan dan kebobolan dari serangan tersebut. Ini semua tak lepas dari gaya permainan agresif, menekan, dan direct yang mereka terapkan.

Menghadapi lawan jenis apa pun, Leeds akan menerapkan permainan yang tidak beda jauh. Ketika lawan menguasai bola, bahkan sejak di daerah pertahanan sendiri, para pemain Leeds sudah melancarkan tekanan. Bedanya, jika kebanyakan tim menekan dengan prinsip zona, Leeds menerapkan man-to-man marking.

Di sini letak kelemahannya. Jika tekanan yang dilancarkan berjalan baik, pemain yang ditekan akan kerepotan. Namun, beda cerita jika yang ditekan adalah pemain yang punya kemampuan individu mumpuni. Ia tentu akan punya banyak cara untuk melepaskan tekanan dari para pemain Leeds.

Jika satu pemain saja sudah lepas dari tekanan para pemain Leeds, akan ada ruang-ruang yang terbuka di lini pertahanan Leeds. Ruang-ruang itulah yang akan jadi awal petaka bagi Leeds, karena lazimnya lawan mampu memanfaatkan itu untuk mencetak gol. Penderitaan Leeds makin lengkap tatkala tim yang mereka hadapi lihai melakukan serangan balik.

Alhasil, tidak heran jika sejauh ini tim-tim yang mengalahkan Leeds adalah mereka yang punya pemain dengan kemampuan individu mumpuni dan lihai dalam memeragakan serangan balik, seperti Chelsea, Leicester City, Crystal Palace, dan Manchester United. Ketika menghadapi tiga tim itu, Leeds kalah dengan skor telak.

Lawan Chelsea, Leeds kalah 1-3. Menghadapi Leicester City dan Crystal Palace, mereka kalah dengan skor 1-4. Terbaru, melawan Manchester United, mereka dibekuk dengan skor 2-6. Kini, Leeds pun terjerembab ke peringkat 14 dengan raihan 17 poin dari 14 pertandingan.

Menghadapi kenyataan seperti ini, akankah Bielsa mengubah gaya main Leeds?

Marcelo Bielsa yang Sudah Siap dengan Konsekuensi

Marcelo Bielsa agaknya sudah sadar akan konsekuensi yang akan ia hadapi dari gaya main yang ia terapkan di Leeds ini. Meski begitu, ia menegaskan tidak akan mengubah gaya main timnya. Ia mengungkapkan itu selepas Leeds dibantai oleh United.

“Kami mungkin akan memperbaiki beberapa hal, tetapi kami tidak akan mengubah gaya permainan kami,” ujar Bielsa, dilansir Eurosports.

Perkara media Inggris yang kini mulai banyak mengkritik gaya main timnya, Bielsa menyebut itu adalah cara untuk membuat ruang ganti timnya jadi panas. Dari kritik itu, akan timbul pemikiran dari pemain, bahwa gaya main yang mereka lakukan sejauh ini, yang membawa mereka promosi dari Championship ke Premier League, tidak benar.

Foto: Twitter @LUFC

“Saya tidak khawatir dengan apa yang muncul di media. Yang saya khawatirkan, ucapan di media itu pada akhirnya memengaruhi kondisi para pemain. Ya, memang, saat hasil tim buruk, hal-hal macam itu pasti bakal keluar di media. Beda tentunya jika tim kami meraih hasil bagus,” ujar Bielsa.

Leeds boleh saja meraih hasil buruk sejauh ini di Premier League, bahkan jadi tim yang sering dibobol lawan. Namun, dari ketegasan Bielsa di atas, ada secuil kejantanan yang muncul. Ketika seseorang sudah menentukan pilihan dalam hidup, ia sudah harus siap dengan konsekuensinya. Itulah yang dilakukan Bielsa.

Saat Bielsa memutuskan untuk menerapkan sepak bola agresif nan penuh energi di Leeds, ia sudah siap dengan konsekuensi itu. Meski pada akhirnya, konsekuensi ini membuat timnya melaju bak di atas kereta roda yang tidak bisa ditebak arah dan jalurnya.